Eka ingin anak keempatnya mendapat vaksin serupa. Karena bukan subyek riset, ia harus membayar vaksin itu. Ia mendapat informasi, biaya sekali vaksin Rp 1 juta. Artinya, ia harus merogoh kocek Rp 3 juta untuk tiga kali vaksin per anak.
Di luar urusan vaksin dengue, Juwariyah senang anaknya menjadi subyek riset karena keluarganya mendapat manfaat lain, yakni bantuan pengurusan kartu Jaminan Kesehatan Nasional. Keluarga Juwariyah termasuk penerima bantuan iuran.
Manfaat lain, kata Eka, anak- anak yang menjadi subyek riset mendapat vaksin influenza. Mereka diajak berwisata, antara lain ke Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta dan Taman Wisata Matahari di Cisarua, Bogor.
Kini, vaksin dengue CYD- TDV disetujui beredar di Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan bagi kelompok usia 9-16 tahun. Indonesia jadi satu dari 12 negara yang mengizinkan peredaran vaksin itu. Di balik riset panjang vaksin dengue pertama di dunia itu, anak-anak dan sejumlah peneliti Indonesia turut berkontribusi.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Oktober 2016, di halaman 1 dengan judul "Anak Indonesia di Balik Penelitian Vaksin Dengue".
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.