Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/03/2017, 08:05 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

TIMIKA, KOMPAS.com - Jumlah kasus tuberkulosis atau TB di Indonesia diperkirakan sudah mencapai 1 juta kasus pertahun. Padahal, penanggulangan penyakit ini sudah berlangsung 125 tahun sejak bakteri penyebabnya ditemukan.

TB disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang ditemukan Robert Koch. Tanggal 24 Maret diperingati sebagai Hari TB Sedunia untuk mengenang penemuan yang diumumkan pada 24 Maret 1882 tersebut.

Gejala TB yang mudah dikenali ialah batuk berdahak terus-menerus selama lebih dari dua minggu, berat badan menurun, serta ada keringat di malam hari. Penderitanya juga mudah lelah dan nafsu makan menurun.

Penyakit TB sebenarnya bisa diobati jika pasien patuh menjalani pengobatan. Namun, kebanyakan pasien kurang disiplin dan merasa bosan harus terus minum obat selama 6 bulan.

"Kepatuhan minum obat memang rendah. Baru dua bulan minum obat dan merasa merasa gejalanya sembuh, pengobatan dihentikan. Padahal, pengobatannya minimal perlu 6 bulan," kata dr. Theresia Nina, Wakil Direktur Medis RS Mitra Masyarakat (RSMM), Timika, Papua.

Nina mengungkapkan, di RSMM pada tahun 2016 ditemukan 700 kasus TB. "Dari jumlah itu yang tuntas melakukan pengobatan sampai selesai hanya sekitar 40-50 persen," katanya.

Dengan meninggalkan pengobatan, TB mudah kambuh, bahkan bakteri penyebabnya bisa kebal dengan obat-obatan pada lini pertama. Selain itu, kuman bisa menyebar ke orang-orang sekitar sehingga berpotensi menambah jumlah penderita.

Kasus TB di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, memang tinggi. Menurut Nina, hal itu antara lain karena masyarakat Papua senang hidup berkelompok. Dalam satu rumah bisa terdapat tiga kepala keluarga.

"Ventilasi di tempat tinggal juga buruk dan mereka punya kebiasaan mengasap diri untuk menghangatkan badan. Kalau di satu komunitas itu ada yang positif TB, biasanya penularannya cepat karena lewat udara," ujarnya.

Dukungan keluarga

Penanganan TB di Mimika saat ini sudah jauh lebih baik. Masyarakat dari 7 suku di Kabupaten ini, yakni Amungme yang mendiami wilayah pegunungan dan Kamoro di wilayah pantai, serta suku Dani, Damal, Mee, Nduga dan Moni mendapat pengobatan gratis pemerintah bekerja sama dengan PT.Freeport Indoensia.

Mereka bisa mendapatkan akses pelayanan kesehatan gratis di klinik TB milik PT.Freeport Indonesia dan RS Mitra Masyarakat.

Indah Puspitasari, dokter di Klinik khusus TB milik PT.Freeport Indonesia, mengatakan bahwa masyarakat bisa mendapatkan pelayanan TB yang lengkap, mulai dari pemeriksan fisik dan rontgen, sampai pengobatan, secara cuma-cuma.

Untuk meningkatkan kepatuhan berobat pasien, di klinik ini diterapkan edukasi yang berlapis, mulai dari perawat di bagian registrasi, dokter, sampai petugas farmasi.

"Setiap pasien ke bagian-bagian itu terus diulang informasi tentang penyakit sampai mereka mengerti dan paham. Dengan begitu angka putus berobat bisa rendah. Di klinik ini angkanya 0 persen yang berhenti obat," katanya.

Petugas khusus juga dibentuk untuk melacak keberadaan pasien yang tidak teratur berobat atau pindah tempat.

Sementara itu, di RSMM dilakukan pendampingan pada pasien agar patuh minum obat.

"Pasien merasa masa pengobatan 6 bulan terlalu lama, sering putus asa. Solusinya mengajak anggota keluarga menjadi pengawas minum obat," kata Valentin Wenehen, koordinator tim pendampingan sebaya di RSMM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com