KOMPAS.com - Sekarang ini mudah sekali menemui paparan visual yang kental dengan area seksualitas. Dari televisi, media cetak, film, bahkan kejadian sehari-hari.
Tentu semua orangtua yang mempunyai anak di bawah umur sempat berpikir: bagaimana kalau si buyung yang masih polos ini terpapar? Apa sih, yang anak pahami mengenai seksualitas?
Pertanyaan ini bukan tidak mungkin menjadi pertanyaan semua orangtua yang mempunyai anak kecil. Mereka juga memiliki ketakutan berbuat salah dalam mendidik anak, termasuk pendidikan seksualitas.
Sebenarnya, semenjak dilahirkan anak sudah mempunyai perasaan seksual. Bayi sering menyentuh organ genitalnya karena menimbulkan rasa “enak” dan nyaman jika mereka sedang cemas dan marah. Tapi tentu saja bayi tidak melakukannya secara sadar dan sengaja, karena tahap kognitif anak usia satu tahun atau kurang masih pada tahap sensorimotor, yaitu melalui aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa, mencium, dan mendengar) dan persepsinya terhadap gerakan fisik tersebut.
Pemahaman mengenai seksualitas mulai berkembang sejak anak mulai paham bahwa jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan, yaitu pada saat anak berusia 2-3 tahun. Seperti dijelaskan Roslina Verauli, M.Psi, psikolog keluarga dan anak, ketika si anak sudah mengenal toilet, saat itulah dia tahu bahwa dirinya laki-laki atau perempuan.
“Karena sex itu 'kan berarti alat kelamin,” jelas Vera, panggilan akrab ibu dua anak ini.
Pemahaman itu akan semakin berkembang seiring perkembangan fisik anak. Pada usia 4 tahun, barulah anak mulai belajar tentang seksualitas. “Dia akan belajar tentang peran jenis kelamin dalam pemahaman seksualitas, belajar membedakan antara laki-laki dan perempuan,” tutur Vera.
Di fase perkembangan ini, anak mulai paham bahwa dia harus meniru bapaknya atau ibunya. Dia mulai belajar bagaimana berperilaku sebagai laki-laki atau perempuan.
Nah, itu sebabnya di usia sekolah, 7-12 tahun, anak makin memperkuat peran jenis kelaminnya dengan pertemanan sesama jenis. Anak laki-laki senang bergaul bersama teman sejenisnya, begitu juga anak perempuan.
Maka tak heran kalau pada fase ini anak membuat kubu: laki-laki dan perempuan. Anak lelaki bermain bersama anak lelaki, begitu pada anak perempuan. Jika ada anak lelaki yang bermain bersama anak perempuan, oleh teman-teman lelakinya dia dianggap aneh.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.