KOMPAS.com - Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis yang secara signifikan dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit jantung, otak, dan termasuk ginjal.
Hipertensi didiagnosis jika pembacaan terhadap tekanan darah sistolik mencapai lebih dari sama dengan 140 mmHg dan atau pembacaan tekanan darah diastolik adalah lebih dari sama dengan 90 mmHg.
Angka pertama (sistolik) mewakili tekanan dalam pembuluh darah ketika jantung berkontraksi atau berdetak. Sedangkan angka kedua (diastolik) mewakili tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung beristirahat di antara detak jantung.
Baca juga: Mantan Istri Sule Meninggal, Bagaimana Penyakit Lambung dan Hipertensi Merenggut Nyawa?
Tekanan darah sendiri dapat diartikan sebagai kekuatan yang diberikan oleh sirkulasi darah ke dinding arteri tubuh, pembuluh darah utama dalam tubuh.
Faktor risiko hipertensi dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan penyebabnya, yakni yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.
1. Faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi
Adapun faktor risiko yang dapat dimodifikasi termasuk:
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Adapun yang termasuk faktor risiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi, antara lain:
Hipertensi kerap disebut "silent killer". Pasalnya, kebanyakan orang dengan hipertensi tidak mengetahui masalahnya karena mungkin tidak memiliki tanda atau gejala peringatan.
Oleh sebab itu kiranya penting bahwa tekanan darah diukur secara teratur.
Beberapa gejala yang mungkin timbul ketika seseorang mengalami hipertensi, di antaranya:
Sementara hipertensi berat dapat menyebabkan:
Satu-satunya cara untuk mendeteksi hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah.
Baca juga: Mitos atau Fakta, Sering Marah Bikin Darah Tinggi?
Mengukur tekanan darah bisa juga dilakukan sendiri menggunakan perangkat otomatis, namun evaluasi oleh tenaga kesehatan atau dokter dirasa penting untuk penilaian risiko dan kondisi terkait.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hipertensi adalah penyebab utama kematian dini di seluruh dunia.
Di antara komplikasi lain, hipertensi diketahui dapat menyebabkan kerusakan serius pada jantung.
Tekanan berlebihan bisa mengeraskan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan oksigen ke jantung.
Lebih lanjut, tekanan yang meningkat dan aliran darah yang berkurang ini dapat menyebabkan beberapa kondisi fatal sebagai berikut:
WHO memperkirakan 1,13 miliar orang di seluruh dunia menderita hipertensi, sebagian besar atau dua per tiganya tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Pada 2015, 1 dari 4 pria dan 1 dari 5 wanita menderita hipertensi.
Kurang dari 1 dari 5 orang dengan hipertensi memiliki masalah terkendali.
Melansir Mayo Clinic, hipertensi juga bisa menyebabkan disfungsi seksual pada pria maupun wanita.
Ketidakmampuan untuk memiliki dan mempertahankan ereksi menjadi semakin umum pada pria ketika mereka mencapai usia 50 tahun. Tetapi pria dengan tekanan darah tinggi bahkan lebih mungkin mengalami disfungsi ereksi.
Hal itu bisa terjadi karena aliran darah terbatas yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi dapat menghalangi darah mengalir ke penis.
Wanita juga bisa mengalami disfungsi seksual akibat tekanan darah tinggi. Berkurangnya aliran darah ke vagina dapat menyebabkan penurunan hasrat atau gairah seksual, kekeringan pada vagina, atau kesulitan mencapai orgasme.
Tekanan darah tinggi biasanya merupakan kondisi kronis yang secara bertahap menyebabkan kerusakan selama bertahun-tahun. Tetapi kadang-kadang tekanan darah meningkat begitu cepat dan parah sehingga menjadi darurat medis yang membutuhkan perawatan segera, sering kali dengan rawat inap.
Baca juga: Ini 11 Efek Buruk dari Suka Marah Selain Bikin Darah Tinggi
Mengurangi hipertensi sama juga menjadi upaya untuk mencegah serangan jantung, stroke, dan kerusakan ginjal.
Berikut beberapa langkah pencegahan, pengelolaan atau pengobatan hipertensi yang dianjurkan WHO: