Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masker Tak Efektif Cegah Virus Corona, Malah Bisa Tingkatkan Risiko Infeksi

Kompas.com - 03/03/2020, 10:31 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com - Pada Senin (2/3/2020), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit virus corona atau Covid-19.

Seketika mendapati informasi itu, banyak orang di Tanah Air mungkin langsung cemas atau bahkan panik.

Padahal, hal itu tak direkomendasikan.

Baca juga: Waspadai 4 Cara Penularan Virus Corona

Istana sendiri telah mengimbau masyarakat untuk tidak panik, tetapi tetap waspada.

Namun, banyak orang bisa jadi tetap langsung berupaya mencari dan memakai masker.

Apakah langkah itu tepat?

Cuci tangan dan jaga etika batuk

Dokter Spesialis Paru Anggota Kelompok Staf Medik (KSM) Paru RSUD Dr Moewardi Surakarta, Dr dr Reviono, SpP (K), menilai penggunaan masker oleh orang yang sehat sebenarnya kurang tepat jika dimaksudkan untuk mencegah penularan virus corona.

Pasalnya, Covid-19 menular via droplet atau percikan air liur penderita, bukan melalui udara.

Dengan begitu, cara yang lebih efektif dilakukan untuk pencegahan yakni mencuci tangan dengan benar serta selalu memperhatikan etika batuk dan bersin.

"Lebih baik dicegah dengan hand hygiene dan melakukan etika batuk yang benar," kata Reviono saat diwawancara Kompas.com, Senin (2/3/2020).

Meski demikian, Reviono tidak melarang siapa saja yang ingin menggunakan masker.

Hanya saja, jika semua orang melakukan hal itu, masker bisa jadi akan makin sulit ditemui dan harganya kian mahal seperti yang terjadi sekarang.

Baca juga: Ini Jenis Masker yang Direkomendasikan Dokter untuk Cegah Virus Corona

Masker lebih baik dipakai yang sakit

Dia pun menganjurkan, lebih baik masker digunakan oleh mereka yang sedang sakit flu ataupun batuk untuk mencegah penularan penyakit pada orang lain.

"Orang yang enggak sakit sebenarnya enggak perlu palai masker," jelas Reviono.

Terkait penggunaan masker untuk mengurangi risiko tertular virus corona, Profesor Obat dan Epidemiologi di University of Iowa's College of Medicine, Eli Perencevich, juga mengungkapkan hal senada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com