Mereka di antaranya sering mengeluh mengalami batuk berat, sesak napas, dan kepala pusing setelah menjadi perokok aktif.
Bahkan satu anak pernah menderita sakit sampai tidak mampu berjalan karena dadanya sesak.
Namun di sisi lain, anak-anak mengalami kesulitan ketika ingin berhenti merokok.
Saat mencoba sehari saja tidak merokok, mereka bisa dihadapkan pada ketidaknyamanan berupa mulut kecut, dada berdebar, hingga susah tidur.
Anak-anak hanya akan berhenti merokok ketika benar-benar jatuh sakit.
Setelah sembuh, mereka terdorong kembali melakukan kebiasaan buruk tersebut.
"Bahaya rokok pada anak-anak ini nyata. Merokok bukan hanya mengancam kesehatan, tapi juga rentan menimbulkan masalah sosial lanjutan pada kehidupan mereka," ucap dia.
Shoim pesimistis target penurunan pervalensi perokok anak menjadi 5,7 persen sesuai dengan RPJMN 2020-2024 akan sulit dicapai jika pemerintah tidak punya tindakan serius.
Yayasan Kakak berharap pemerintah bisa berani mengambil langkah tegas melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok di luar dan dalam ruang, minimal di area-area yang dekat dengan aktivitas anak, seperti sekitar sekolah, tempat olahraga, taman, taman, pasar, pusat berbelanjaan, termasuk kendaraan umum yang dapat mendorong anak menjadi perokok pemula.
Baca juga: 3 Jenis Rokok Elektrik dan Bahayanya bagi Saluran Pernapasan
Selain itu, Shoim menilai, pemerintah penting juga untuk segera menaikkan harga rokok secara siginifikan melalui mekanisme cukai demi melindungi anak-anak.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan