Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Distonia, Penyebab Gerakan Otot dan Postur Tubuh Abnormal

Kompas.com - 29/01/2021, 06:00 WIB
Ariska Puspita Anggraini

Penulis

KOMPAS.com - Pernahkan Anda mengalami kontraksi otot sehingga tidak bisa mengatur gerakan?

Jika itu terjadi, kemungkinan Anda mengalami distonia. Distonia adalah kelainan neurologis yang menyebabkan kontraksi otot yang berlebihan dan tidak disengaja.

Kontraksi otot ini mengakibatkan gerakan otot dan postur tubuh menjadi tidak normal, sehingga sulit bagi individu untuk mengontrol gerakannya.

Gerakan yang terjadi biasanya berpola dan berulang. Distonia juga bisa menyerang bagian tubuh mana saja, termasuk kelopak mata, wajah, rahang, leher, pita suara, batang tubuh, anggota tubuh, tangan, dan kaki.

Baca juga: 6 Cara Mudah Atasi Nyeri Otot Setelah Olahraga

Gejala

Tak hanya gerakan dan postur tubuh abnormal, gejala lain distonia juga bisa berupa depresi dan kecemasan.

Berikut berbagai gejala yang kerap terjadi pada pasien distonia:

Bagian tubuh tertekuk atau dipelintir ke posisi tidak normal.
Gerakan tubuh berulang dan berpola, yang mungkin menyerupai tremor.
Gejala dapat memburuk atau hanya terjadi dalam kondisi tertentu. Misalnya, distonia yang terjadi di area tangan mungkin hanya muncul saat menulis atau memainkan alat musik.

Mencoba tugas gerakan di satu sisi tubuh dapat mengaktifkan gejala distonia di sisi yang berlawanan.

Gerakan dan postur akibat ditonia juga bisa diredakan sementara waktu dengan sentuhan lembut atau tindakan spesifik yang disebut trik sensorik.

Bagaimana cara mendiagnosis distonia?

Hingga saat ini, belum ada pemeriksaan tunggal untuk memastikan diagnosis distonia.
Sebaliknya, diagnosis bergantung pada kemampuan dokter untuk mengamati gejala dan mendapatkan riwayat pasien secara menyeluruh.
Tes medis bisa dilakukan untuk menyingkirkan kondisi atau gangguan lain.

Biasanya, distonia bisa didiagnosis dan diatasi olehahli saraf gangguan gerakan.

Serangkaian tes untuk mendiagnosis distonia bisa berupa berikut:

  • Pemeriksaan riwayat pasien dan sejarah keluarga
  • Pemeriksaan fisik untuk menilai fungsi sistem saraf
  • Studi laboratorium seperti tes darah dan urine, serta analisis cairan serebrospinal
  • Teknik perekaman listrik, seperti elektromiografi (EMG) atau elektroensefalografi (EEG)
  • Pengujian genetik untuk memastikan distonia akibat keturunan
  • Tes dan skrining tambahan untuk menyingkirkan kondisi atau gangguan lain.

Baca juga: Benarkan Minum Susu Bantu Menjaga Kesehatan Tulang?

Penyebab

Menurut data Mayo Clinic, hingga saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari distonia.

Namun, para ahli memperkirakan distonia terjadi akibat komunikasi sel saraf yang berubah di beberapa wilayah otak. Namun, distonia juga bisa terjadi karena faktor genetik.

Distonia juga bisa menjadi gejala penyakit atau kondisi lain, seperti:

  • penyakit Parkinson
  • Penyakit Huntington
  • Penyakit Wilson
  • Cedera otak traumatis
  • Cedera lahir
  • Stroke
  • Tumor otak atau kelainan tertentu yang berkembang pada beberapa orang dengan kanker (sindrom paraneoplastik)
  • Kekurangan oksigen atau keracunan karbon monoksida
  • Infeksi, seperti tuberkulosis atau ensefalitis
  • Reaksi terhadap obat tertentu atau keracunan logam berat.

Jika dibiarkan tanpa penanganan, distonia juga bisa memicu komplikasi berikut:

  • Cacat fisik yang memengaruhi kinerja dalam aktivitas sehari-hari atau tugas tertentu
  • Gangguan penglihatan yang mempengaruhi kelopak mata
  • Kesulitan menggerakan rahang, menelan atau berbicara
  • Nyeri dan kelelahan, karena kontraksi otot yang konstan
  • Depresi, kecemasan dan isolasi sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com