Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bayushi Eka Putra
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah

Cardiology and Vascular Medicine Resident in National Heart Centre Harapan Kita

Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5: Apakah Vaksin Covid-19 Jadi Tak Berguna?

Kompas.com - 14/07/2022, 15:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH COVID-19 menjadi pandemi, kini sejumlah negara mulai menyatakan COVID-19 sebagai suatu endemi.

Dari awal pandemi hingga data 6 Juli 2022, COVID-19 telah menginfeksi sebanyak 552,5 juta jiwa dan mengakibatkan kematian sebanyak 6,3 juta jiwa.

Indonesia tidak ketinggalan mengalami dampak dari pandemi tersebut dengan cakupan kasus mencapai 6,1 juta jiwa dan kematian mencapai 156.770 jiwa selama masa pandemi.

Sebagai upaya untuk menangani pandemi, maka diberlakukan semacam restriksi berupa semi-lockdown yang dinamakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bertingkat dari 1-4 serta vaksinasi hingga tahap booster.

Sayangnya, ketika Indonesia mulai menurunkan level PPKM demi memasuki era endemi COVID-19, muncul Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5 yang kembali meningkatkan angka infeksi COVID-19 di Indonesia.

Data bulan Mei, angka infeksi sudah di bawah 1000 per harinya. Namun, kini kembali meningkat hingga mencapai lebih dari 2.500 kasus per harinya.

Dengan demikian, yang menjadi perhatian seluruh pihak adalah menjawab pertanyaan “mengapa”, “apa”, dan “bagaimana”.

Mengapa infeksi COVID-19, terutama Omicron Subvariant BA.4 dan BA.5, bisa kembali meningkat walaupun vaksinasi massal sudah diberlakukan?

Apa dampak dari infeksi subvarian baru COVID-19 tersebut? Serta bagaimana melakukan prevensi dan tatalaksana terhadap subvarian baru COVID-19?

Mengapa Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5 merajalela?

Pertama, kita harus mengenal apa itu varian dan subvarian. Virus memiliki kemampuan untuk bermutasi yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan organisme lainnya, termasuk bakteri.

Mutasi berarti terjadi perubahan kode genetik tunggal, terutama pada saat virus mengalami replikasi.

Sedangkan, varian merupakan virus yang telah mengalami mutasi sebanyak satu kali atau lebih.

Varian COVID-19 yang diketahui hingga saat ini adalah varian alfa, beta, delta, gamma, epsilon, kappa, zeta, eta, theta, iota, lambda, dan omicron.

Dari sekian banyak varian, hanya beberapa yang masuk sebagai Variant of Concern (VoC), yaitu alfa, beta, gamma, delta, dan Omicron. Saat ini, yang menjadi VoC utama adalah varian Omicron.

VoC merupakan varian yang spesial, karena memiliki kemampuan transmisibilitas yang tinggi, infeksi lebih berat (angka rawat rumah sakit dan kematian yang tinggi), serta tingkat infeksi yang tinggi bahkan pada pasien yang sudah divaksinasi.

Varian Omicron cukup unik karena memiliki kemampuan penyebaran dan replikasi yang tinggi, karenanya mutasi lebih sering terjadi dan melahirkan beberapa subvarian dari BA.1 hingga BA.5.

Subvarian, secara definisi sebenarnya mirip dengan varian, yaitu terjadinya mutasi satu atau lebih pada virus. Namun karena perubahannya sangat minimal (tidak signifikan) dan masih memiliki kemampuan yang kurang lebih sama dengan varian induknya, maka tidak dianggap sebagai varian baru.

Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 pertama kali dideteksi di Afrika Selatan bulan Januari dan Februari 2022, hingga akhirnya menyebar ke seluruh dunia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com