Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Diabetes Awal Regenerasi Sel Masif

Kompas.com - 04/09/2022, 09:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA teman sejawat yang mengaku juga mempelajari autofagi, sering memberikan kritik. Mereka meminta saya untuk mencari informasi di PubMed.

Meski saya paham maksudnya, hanya ingin menyinggung status saya sebagai dokter umum. Mungkin dianggap seorang dokter umum tidak mungkin baca PubMed.

Sebetulnya, sebagaimana sejawat lain, pubmed adalah sumber informasi yang diandalkan. Namun entah apa sebabnya malah tambah pusing. Banyak perbedaan dengan informasi awal yang diperoleh dari wikipedia.

Banyak penelitian yang hasilnya malah mengesampingkan manfaat autofagi. Jadi tidak aplikatif dalam pelayanan kesehatan.

Berbeda dengan pemaparan-pemaparan di PubMed, secara sederhana autofagi adalah aktivitas organel sel lisosom dan peroksisom.

Perbedaannya, lisosom menggunakan enzim-enzim pencernaan hidrolase. Peroksisom menggunakan enzim-enzim pencernaan peroksidase.

Penemuan lisosom dan peroksisom bukan sesuatu yang baru. Ditemukan pertama kali oleh Profesor Christian de Duve pada tahun 1963-1964.

Profesor de Duve juga mulai mengemukakan terminologi autofagi untuk menyebut aktivitas lisosom dan peroksisom.

Hal ini untuk membantah pernyataan para ilmuwan dari Rockefeller Institute. Mereka menyebut fenomena tersebut autolisis. Dan menghilangkan peran lisosom dan peroksisom.

Sampai saat ini Rockefeller Institute termasuk yang paling royal memberi pendanaan dalam penelitian autofagi. Termasuk Yoshinori Ohsumi, juga merupakan peneliti dari Rockefeller Institute.

Uniknya, perkembangan penelitian yang sering diekpose oleh Rockefeller Institute, malah jadi semakin rumit. Pengertian autofagi tidak lagi sesederhana temuan Profesor de Duve. Apalagi dengan temuan ATG atau gen autofagi.

Semuanya berdasar upaya untuk menemukan obat pemicu autofagi. Tidak bergantung pada proses alami yang memengaruhi kerja lisosom dan peroksisom. Hal ini untuk memenuhi ambisi penemuan obat regenerasi sel. Alias obat awet muda!

Kembali pada penemuan Profesor de Duve. Awalnya, diketahui lisosom dan peroksisom aktif akibat pemberian glukagon. Glukagon adalah salah satu hormon yang dihasilkan pankreas. Sejak tahun 1941 Profesor de Duve aktif meneliti tentang glukagon.

Meski sama-sama dihasilkan oleh pankreas, nama glukagon tidak sepopuler insulin. Hal ini dikaitkan dengan peranannya dalam penanggulangan diabetes.

Padahal waktu penemuannya hampir bersamaan. Kimbal dan Murlin menemukan glukagon pada tahun 1921. Begitupun Banting dan Best menemukan insulin pada tahun yang sama.

Penemuan insulin diikuti euforia penanggulangan diabetes melitus di seluruh Amerika Utara. Sementara penemuan glukagon tidak terdengar gaungnya, hingga ditemukan kembali pada tahun 1941 oleh de Duve. De Duve menemukan kembali glukagon disertai pemahaman akan fungsinya.

Temuan Kimball dan Murlin idealnya dihubungkan dengan temuan Banting dan Best. Kedua temuan ini harus mendapat tempat yang sama dalam memahami diabetes. Sayangnya ketidakadilan perhatian membuat perkembangan pemahaman diabetes jadi keliru.

Lebih dari seratus tahun sejak penemuan insulin, konsep penyakit diabetes tidak pernah berubah. Hal ini membuat pemahaman sebagai penyakit katastropik melekat.

Padahal jika penelitian terhadap glukagon dan insulin berimbang, konsep diabetes sudah lama berubah. Diabetes tidak lagi dianggap sebagai penyakit. Diabetes adalah tahap awal dimulainya proses regenerasi sel secara alami.

Ketidak nyamanan akibat proses poliuri tidak dipahami sebagai mekanisme keseimbangan. Akibatnya tindakan yang diambil justru menggangu proses tersebut. Proses yang seharusnya memiliki akhir, malah jadi proses tiada akhir karena prosesnya kita ganggu.

Setelah temuan insulin tahun 1921, masih ada lagi temuan inkretin tahun 1934 oleh La Barre dari Belgia. Temuan inipun harusnya mulai mengubah konsep diabetes. Apalagi dengan temuan lisosom dan peroksisom tahun 1963-1964 oleh de Duve juga dari Belgia.

Diabetes, seharusnya tidak diartikan sebagai kondisi hipoinsulinemi. Diabetes harus diartikan sebagai kondisi hiperglukoneogenesis. Hal ini dapat dibuktikan, dengan melihat hubungan peningkatan kadar glukosa darah dibandingkan dengan jumlah asupan.

Hal ini yang secara logis menunjukkan peran glukoneogenesis dalam penyakit diabetes. Peran glukoneogenesis yang lebih besar dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Dan glukoneogenesis hanya dilakukan oleh peroksisom.

Peroksisom selalu bekerja bersamaan dengan lisosom. Peroksisom menyediakan kebutuhan energi. Lisosom melakukan perombakan untuk efisiensi. Kedua organel tersebut bekerja sinergis dalam sebuah proses yang disebut autofagi.

Tidak mungkin kita mengejar manfaat autofagi tapi mengabaikan fungsi glukoneogenesis. Artinya, setiap yang berharap manfaat autofagi akan mengalami kondisi diabetes. Hal itu normal, bukan penyakit.

Hal ini juga bisa kita balik, tidak mungkin kondisi diabetes ini terjadi, jika regenerasi sel bukan tujuannya. Diabetes bertujuan untuk regenerasi sel. Yang perlu diatasi adalah efek samping proses tersebut.

Hal ini yang jadi masalah kedua. Sekian lama kita memahami diabetes sebagai akibat kondisi hiperglikemi. Akibatnya, setiap upaya pengobatan diabetes adalah untuk menurunkan kadar gula darah. Padahal masalahnya bukan itu.

Masalah yang timbul akibat hiperglikemi adalah keseimbangan cairan. Menyeimbangkan cairan tubuh adalah masalah diabetes. Dengan keseimbangan cairan, efek samping dari proses autofagi bisa dicegah.

Tidak pernah ada bukti ditemukan adanya tumpukan kristal glukosa pada organ yang mengalami komplikasi. Yang ditemukan adalah pelepasan anti diuretik hormon.

Hal ini menunjukkan upaya tubuh menjaga keseimbangan cairan. Hal ini yang seharusnya jadi pemahaman dan fokus penanggulangan diabetes.

Dengan pemahaman menjaga keseimbangan cairan proses autofagi tidak terganggu. Yang terpenting diabetes menjadi jelas tujuan akhirnya.

Caranya, harus lebih sabar dan disiplin mengikuti keinginan tubuh. Hingga proses hiperglukoneogenesis selesai. Hasilnya? Tentu saja proses regenerasi sel.

Diabetes selama ini diartikan sebagai penyakit akibat ketiadaan insulin atau ketiadaan respons sel terhadap insulin. Melalui pemahaman autofagi, hal itu haruslah diubah.

Diabetes adalah kondisi hiperglukoneogenesis. Glukoneogenesis adalah proses yang bersamaan dengan autofagi. Autofagi adalah awal regenerasi sel.

Hiperglukoneogenesis adalah proses autofagi yang masif. Proses regenerasi sel besar-besaran pada berbagai organ. Itulah sebabnya diabetes tidak layak disebut sebagai penyakit. Diabetes adalah awal dari proses regenerasi sel.

Atasi efek sampingnya. Efek samping berupa ketidak seimbangan cairan. Maka proses regenerasi sel akan terjaga dan tuntas.

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com