Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Efek Resisten Suntik Botulinum Toksin untuk Cegah Keriput

Kompas.com - 01/10/2022, 13:39 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Suntik botulinum Toxin A merupakan prosedur estetika yang paling banyak dilakukan di dunia. Suntikan ini biasanya dilakukan untuk mengurangi kerutan di wajah, memperbaiki penampilan kulit, hingga mengatasi keringat berlebih.

Meski efeknya bisa langsung terlihat, tetapi hasil suntikan ini bersifat sementara sehingga harus dilakukan ulang setiap beberapa waktu.

Penelitian terbaru mengungkap, injeksi berulang botulinum toxin A (BoNT-A) yang merupakan protein bakteri asing, dapat memicu pengurangan efek atau kemanjuran. Pasien pun perlu melakukan suntik ulang.

Dalam studi riset konsumen yang dilakukan Merz Aesthetic bersama dengan Frost & Sullivan di tahun 2018 dan 2021 terungkap, 69 persen responden mengatakan adanya penurunan kemanjuran suntik botulinum toxin A.

Baca juga: 7 Cara Mencegah Keriput Secara Alami

Tindakan paling umum yang diambil oleh pasien untuk mengatasi penurunan kemanjuran tersebut adalah dengan terus melakukan perawatan tetapi dengan dosis dan frekuensi yang ditingkatkan.

Dijelaskan oleh dr.Lis Surachmiati Suseno, konsultan-dermato venerologist, botulinum toxin merupakan obat penting yang sudah digunakan secara global selama lebih dari e dekade.

“Obat ini menghambat pelepasan asetilkolin yang menyebabkan relaksasi pada otot target. Sebagai dokter kulit, saya memiliki hak istimewa untuk memberikan onabotulinum-toxinA, kepada banyak pasien dalam praktik yang saya lakukan di Indonesia,” kata Lis.

Namun, menurutnya penggunaan perbulang akan menyebabkan resistensi dan efeknya hilang lebih cepat.

Studi-studi terbaru menunjukkan versi botulinum toxin yang lebih baru memberikan hasil yang lebih memuaskan dan menurunkan risiko adanya resistensi.

Terkait hal ini para dokter ahli estetik pun mengeluarkan konsensus “Emerging trends in botulinum neurotoxin A resistance: An international multidisciplinary review and consensus”, yang menyerukan kesadaran dan advokasi yang lebih besar di antara praktisi estetika tentang potensi risiko imunogenisitas sebagai akibat dari perawatan Botulinum Toxin A (BoNT-A) yang berkelanjutan.

“Penggunaan versi yang lebih baru, incobotulinum-toxinA, bagaimanapun, menunjukkan hasil yang tahan lama,” katanya.

Para dokter harus berhati-hati dalam penggunaan toksin botulinum, sebab di masa depan obat ini mungkin akan diperlukan untuk banyak indikasi medis lainnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com