Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Perlu Dilakukan jika Tertular HIV? Ini Penjelasan Kemenkes

Kompas.com - 30/11/2022, 05:00 WIB
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta

Penulis

KOMPAS.com - Penyakit HIV atau Human Immunodeficiency Virus masih menjadi momok bagi masyarakat Indonesia.

Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), sebagian besar kasus HIV banyak ditemukan pada kelompok usia 25-49 tahun. Sebanyak 40 persen dari kasus infeksi baru terjadi pada perempuan.

Baca juga: 13 Gejala Klinis HIV menurut WHO

Adanya temuan kasus ini terjadi bersamaan dengan mulai menurunnya kasus infeksi baru HIV dari tahun 2010-2022.

Tercatat dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kasus HIV menurun 50 persen dari 52.990 kasus menjadi 26.730 kasus.

Kendati demikian, penurunan tersebut belum mencapai target yang diharapkan. Penyebabnya beragam, meliputi:

  • Pandemi COVID-19
  • Retensi pengobatan ARV yang rendah
  • Adanya ketidaksetaraan dalam layanan HIV
  • Stigma dan diskriminasi dari lingkungan masyarakat.

Apa yang perlu dilakukan jika tertular HIV?

Seperti diketahui, HIV merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan dan melemahkan pertahanan tubuh saat terserang infeksi.

Penularan HIV/AIDS terjadi lewat pertukaran cairan tubuh seperti air mani, cairan vagina, dan darah.

Gejala-gejala HIV yang bisa dikenali antara lain:

  • demam
  • sakit kepala
  • nyeri sendi
  • nyeri otot
  • kehilangan napsu makan
  • mual
  • luka bernanah atau borok di area kelamin
  • kelenjar getah bening membengkak

Baca juga: 4 Macam Infeksi Oportunistik Akibat Tertular HIV/AIDS

Sementara itu, berikut faktor risiko yang menyebabkan HIV:

  • genetik atau keturunan
  • penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi darah pasien HIV
  • transfusi darah
  • air susu ibu (ASI).

Tahap atau stadium lanjut dari HIV yang tidak diobati bisa berkembang menjadi AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome.

Untuk itu, Kemenkes menganjurkan untuk segera mengunjungi fasilitas kesehatan apabila merasakan tanda-tanda HIV atau memiliki fakto risiko terkait infeksi tersebut.

“Setiap orang yang berisiko terinfeksi HIV dapat datang ke fasyankes untuk melakukan tes," ujar Direktur PTPM Kemenkes, Imran Pambudi, dilansir dari laman Sehat Negeriku.

"Bila hasil tes menyatakan terinfeksi HIV, segera minum ARV yang disediakan Pemerintah di fasilitas layanan kesehatan mampu tes dan pengobatan HIV,” imbuhnya.

Diketahui, ARV atau antiretroval adalah obat yang ditujukan untuk:

  • mencegah penularan HIV
  • menghambat perburukan infeksi oportunistik
  • meningkatkan kualitas hidup pasien HIV
  • menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah pasien HIV sampai tidak terdeteksi.

Baca juga: Mengenal Obat untuk Menurunkan Risiko Penularan HIV

Melansir Yankes Kemkes, sejauh ini obat ARV yang digunakan untuk pengobatan HIV di Indonesia sendiri ada 3 golongan utama, yaitu:

  1. NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor), seperti: Zidovudin, Lamivudin, Abacavir, Tenofovir, Didanosine dan Emtricitabine.
  2. NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor), seperti: Evafirenz, Nevirapin dan Rilpivirin.
  3. PI (Protease Inhibitor), seperti : Lopinavir/Ritonavir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com