KOMPAS.com - Sekitar 80 persen kejadian stroke merupakan stroke iskemik yaitu jenis stroke yang timbul karena adanya sumbatan pada pembuluh darah ke otak.
Jenis stroke yang kedua adalah hemoragik atau pecahnya pembuluh darah di otak. Baik stroke iskemik atau hemoragik sama-sama merupakan keadaan yang berbahaya dan membutuhkan tindakan medis segera.
Stroke iskemik adalah versi serangan jantung di otak. Ketika stroke ini terjadi, otak tidak mendapat cukup aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi penting sehingga terjadi kematian sel-sel otak.
Jika aliran darah tidak dikembalikan dengan cepat, banyak sel otak di area tersebut yang mati, dan pasien akan kehilangan kemampuan otak secara permanen.
Dalam kasus yang parah atau stroke yang tidak diobati, hal ini juga dapat menyebabkan kematian.
Menurut dokter spesialis saraf Hendy Million Samin, stroke iskemik terjadi karena adanya gumpalan darah (trombosis) di pembuluh darah otak.
Faktor penyebab lainnya adalah bagian dari gumpalan darah yang terbentuk di area tubuh lain pecah dan terbawa ke pembuluh darah dan menyumbat di otak (embolisme).
Gumpalan darah tersebut bisa timbul karena proses penumpukan plak (aterosklerosis) karena konsumsi makanan tinggi lemak, gangguan pembekuan darah, gangguan pada jantung, dan sebagainya.
Baca juga: Kapan Waktu Emas untuk Mengobati Stroke? Ini Penjelasan Ahli...
Penanganan stroke iskemik
Dijelaskan oleh dr.Hendy, penanganan utama untuk kondisi ini adalah trombolisis, yang bertujuan untuk melarutkan gumpalan darah.
"Setelah diagnosis stroke iskemik ditegakkan, dokter harus memutuskan apakah pasien memenuhi kriteria untuk menerima terapi trombolitik. Ini biasanya harus dilakukan dalam waktu 4,5 jam setelah gejala muncul, sehingga penanganan cepat sangat penting," kata dokter dari RS Siloam Dhirga Surya Medan, Sumatera Utara ini.
Terapi trombolitik dilakukan lewat pemberian infus. Prosedur ini memiliki risiko perdarahan, karena itu harus dipantau ketat oleh dokter.
"Meskipun terapi ini dapat menyelamatkan nyawa dan memperbaiki fungsi neurologis, komplikasi seperti perdarahan tetap mungkin terjadi," katanya.
Baca juga: Kasus Stroke dan Jantung Tinggi, Menkes: Puskesmas Wajib Lakukan Skrining Kesehatan
Dalam beberapa kasus, jika gumpalan darah terlalu besar atau jika trombolisis tidak efektif, intervensi endovaskular seperti trombektomi mungkin diperlukan. Keputusan ini dibuat berdasarkan evaluasi pencitraan dan kondisi umum pasien.
Dr. Steven Tandean, Sp.BS, mengatakan trombektomi bertujuan untuk menghilangkan bekuan darah yang menghalangi aliran darah ke otak, sehingga dapat mengembalikan aliran darah normal dan mencegah kerusakan jaringan otak lebih lanjut.