KOMPAS.com - Batuk yang terus-menerus atau membandel sebaiknya tidak dianggap sepele.
Kondisi ini bisa menjadi salah satu tanda awal asma, terutama jika disertai gejala lain seperti mengi atau sesak napas.
"Batuk-batuk merupakan gejala utama asma. Di samping itu, misalnya gejala nafas berbunyi, seperti bunyi peluit atau mengi," kata dr. Wahyuni Indrawati, Sp.A(K).
"Itu dua gejala utama yang dapat kita curigai apakah ini gejala asma atau penyakit lain," tambah konsultan respirator anak, seperti ditulis oleh Antara, Rabu (7/5/2025).
Baca juga: Waspada Double Pneumonia, Ini Cara Mencegah Infeksi Paru Ganda
Meskipun anak-anak balita memang rentan terkena infeksi saluran pernapasan, orang tua tetap diminta untuk jeli memperhatikan pola batuk yang dialami anak. Bila frekuensinya tinggi, bisa jadi itu merupakan pertanda lain.
"Kalau tiap bulan batuk, nah itu jangan-jangan, harus dicurigai merupakan gejala atau ciri khas asma," ujar dr. Wahyuni.
Ia menambahkan, anak yang tampak sehat dan aktif di siang hari tetapi mengalami batuk hebat saat malam hingga dini hari juga patut dicurigai menderita asma.
Gejala lain dari asma meliputi rasa sesak di dada dan nyeri akibat penyempitan serta peradangan di saluran pernapasan.
Baca juga: Paus Fransiskus Meninggal: Sempat Alami Pneumonia Ganda, Ini Penjelasan Penyakitnya
Mengutip informasi dari situs resmi Kementerian Kesehatan, diagnosis asma ditegakkan melalui serangkaian pemeriksaan seperti wawancara medis, pemeriksaan fisik, uji fungsi paru-paru, dan jika diperlukan, tes alergi.
Pasien yang sudah terdiagnosis membutuhkan penanganan yang tepat untuk mengendalikan gejala, mencegah serangan, dan menjaga kualitas hidup.
Pengobatan asma umumnya melibatkan penggunaan inhaler sebagai terapi jangka panjang atau sebagai pereda gejala cepat.
Dokter juga dapat meresepkan obat tambahan untuk mengontrol alergi yang dapat memicu asma.
Selain pengobatan, manajemen lingkungan juga penting untuk membantu pasien menghindari paparan alergen atau iritan, serta menerapkan gaya hidup sehat guna mendukung pengendalian asma.
Baca juga: Mencium Balita Saat Lebaran: Waspadai Risiko Pneumonia yang Mengancam
Penyebab asma biasanya merupakan kombinasi dari faktor keturunan dan lingkungan. Riwayat keluarga dengan penyakit ini bisa meningkatkan risiko pada anak.
Anak yang ayah atau ibunya punya riwayat alergi peluangnya mengalami asma 40 persen dan anak yang kedua orang tuanya punya riwayat alergi kemungkinannya mengalami asma bisa 60 persen sampai 80 persen.
Sebaliknya, jika tidak ada riwayat alergi dalam keluarga, kemungkinan anak mengalami asma hanya sekitar 20 persen.
"Alergi tak harus selalu asma, tapi riwayat penyakit alergi lain juga harus ditanyakan pada keluarga khususnya ayah dan ibu," imbuhnya.
Sementara itu, dari sisi lingkungan, beberapa hal yang bisa memicu asma antara lain polusi udara, asap rokok, bahan kimia, dan alergen seperti serbuk sari, bulu hewan, tungau, debu, serta jamur.
Infeksi virus atau bakteri, olahraga berat, perubahan cuaca ekstrem, stres, dan konsumsi obat tertentu juga bisa menjadi faktor pencetus gejala asma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.