KOMPAS.com - Meskipun teknologi dan pengetahuan medis semakin maju, malaria masih menjadi salah satu ancaman kesehatan yang signifikan di Indonesia, terutama di wilayah timur seperti Papua. Mengapa penyakit yang sudah lama dikenal ini masih sulit diberantas?
Dr. Rizka Zainudin, Sp.PD, spesialis penyakit dalam dari RSPI Sulianti Saroso, menjelaskan beberapa faktor yang membuat malaria tetap menjadi tantangan kesehatan di Indonesia.
Baca juga: Bill Gates Yakin Polio dan Malaria Bisa Diberantas Lewat Peran AI
"Malaria ini bukan penyakit yang simple atau sederhana seperti batuk, pilek," ungkap Rizka dalam talkshow Radio Kesehatan Kemenkes, Senin (5/5/2025).
Menurutnya, manifestasi klinis malaria sangat bervariasi, mulai dari gejala ringan seperti demam dan menggigil, hingga manifestasi berat berupa kuning, gagal organ, gagal ginjal, gagal liver, sampai penurunan kesadaran.
"Untuk mendiagnosis malaria dengan melihat gejala klinis itu cukup sulit, tidak sederhana. Jadi seringkali orang misdiagnosis atau salah dalam mendiagnosis," tambahnya.
Baca juga: BRIN Kembangkan Teknologi AI untuk Diagnosis Malaria dengan Akurasi Tinggi
Faktor kedua yang membuat malaria sulit diberantas adalah penyebarannya yang tidak merata di seluruh Indonesia.
"Penyebaran malaria ini hanya di daerah endemis tertentu, karena penyebarannya lewat nyamuk," jelas Rizka.
Nyamuk Anopheles betina, vektor utama malaria, tidak ditemukan di semua wilayah Indonesia. Populasi nyamuk ini lebih banyak ditemukan di Indonesia bagian timur, terutama Papua.
"Untuk tempat hidup Anophelesa betina ini, dia paling banyak di daerah timur. Jadi memang faktornya ada di situ," ujarnya.
Baca juga: Malaria Tercatat 418.546 Kasus, Kemenkes Luncurkan Tempo Kas Tuntas
Tantangan ketiga dan mungkin yang paling mengkhawatirkan adalah resistensi terhadap pengobatan malaria.
"Pengobatan malaria itu saat ini menghadapi fase yang agak sulit karena kita berhadapan dengan resistensi terhadap pengobatan malaria. Jadi untuk orang-orang tertentu, kita tidak bisa menggunakan obat standar," kata Rizka.
Ia menambahkan bahwa resistensi ini membuat pengobatan seringkali kurang efektif, sehingga manifestasi penyakit pada pasien menjadi lebih berat.
Baca juga: Gejala Malaria yang Perlu Diperhatikan Sebelum Terjadi Komplikasi
Di Indonesia, terdapat lima jenis plasmodium (parasit penyebab malaria) yang masing-masing memerlukan pendekatan pengobatan berbeda.
"Ada plasmodium falciparum, vivax, ovale, malariae, dan knowlesi. Dan masing-masing plasmodium ini tata laksananya pun berbeda," terang Rizka.
Keberagaman ini menambah kompleksitas penanganan malaria di lapangan, terlebih di daerah dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Baca juga: Mengenal 4 Ciri-ciri Nyamuk Anopheles Penyebab Malaria
Mengingat tantangan-tantangan tersebut, Rizka menekankan pentingnya pencegahan malaria, terutama bagi mereka yang akan berkunjung atau bekerja di daerah endemis.
"Yang penting dari malaria ini adalah pencegahan. Bagaimana kita menyadari cara penularan dari nyamuk Anopheles betina, dan bagaimana kita mencegah gigitan," pesannya.
Rizka merekomendasikan pendekatan ABCD untuk pencegahan malaria:
"Untuk teman-teman yang akan berpergian ke daerah endemis, tolong mengkonsumsi kemoprofilaksisnya dengan benar hingga kembali ke daerah asal," pesannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.