Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Hanya Paru-paru, Dokter Ungkap Tuberkulosis Menyerang 7 Organ Ini

Kompas.com - 14/05/2025, 15:42 WIB
Ida Setyaningsih

Penulis

KOMPAS.com - Tuberkulosis (TB) umumnya dikenal sebagai penyakit yang menyerang paru-paru. Namun faktanya, TB dapat menyerang hampir semua organ dalam tubuh manusia.

Hal ini diungkapkan oleh dr. Saladdin Tjokronegoro, Sp.BTKV, Dokter Spesialis Bedah dengan Sub Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular dari Goenawan Partowidigdo dalam Talkshow bersama Kemenkes, Rabu (14/5/2025).

"TB ini bisa kemana-mana sebetulnya. Semua organ itu bisa kena TB," kata dr. Saladdin.

Menurut dr. Saladdin, inilah yang membuat TB dijuluki sebagai "the great imitator" atau peniru ulung, karena dapat meniru gejala berbagai penyakit tergantung organ yang diserang.

Baca juga: Apakah Penyakit Tuberkulosis Mematikan? Ini Kata Pakar…

Tujuh organ yang bisa diserang tuberkulosis

Dr. Saladdin menjelaskan bahwa selain paru-paru, TB juga bisa menyerang beberapa organ ini.

1. Kulit

TB dapat menyerang kulit dan jaringan subkutis (di bawah kulit).

"Semua organ itu bisa kena, termasuk kulit bisa kena TB," jelas dr. Saladdin.

2. Otak

TB yang menyerang otak dapat berakibat serius.

"Kalau di otak juga bisa sampai ensefalitis," terang dr. Saladdin, merujuk pada peradangan jaringan otak akibat infeksi TB.

3. Mata

"Sampai ke mata pun bisa sebetulnya. Ada intraocular TB," ujar dr. Saladdin, menunjukkan bahwa TB bisa menyerang bagian dalam mata.

Baca juga: Vaksin M72 Jadi Pilihan untuk Mengurangi Kematian akibat Tuberkulosis

4. Saluran napas

Selain paru-paru, TB juga bisa menyerang saluran napas lainnya.

"Di saluran napas jelas, saluran nafas itu selain paru-paru juga bisa juga di saluran napas, di endobronkial, di bronkusnya, kita bilang endobronkial TB," jelasnya.

5. Saluran cerna

"Kemudian bisa juga di saluran cerna, TBC usus, dan lain-lain," tambah dr. Saladdin.

6. Tulang dan persendian

TB pada tulang termasuk yang sering ditemukan dan bisa sangat berbahaya.

"Yang paling sering juga ini, kita temukan di tulang, di persendian, tulang belakang, bisa sampai menimbulkan lumpuhan dari tulang," kata dr. Saladdin.

"Kemudian yang sering juga adalah keluhan misalnya pada anak-anak tiba-tiba mengalami kelemahan pada tungkai sampai lumpuh. Tiba-tiba tidak teringat trauma. Tidak ada apa-apa. Kemudian ketika dia periksa ternyata memang ada fokus TB di tulang belakang," sambung dr. Saladdin.

Baca juga: Vaksin M72, Harapan Baru untuk Atasi Tuberkulosis pada Remaja dan Dewasa

7. Paru-paru

TB paru tetap menjadi jenis TB yang paling umum ditemukan.

"Gejalanya bisa berupa gejala pernapasan, berhubungan dengan pernapasan seperti sesak nafas, atau bisa juga dalam bentuk, misalnya pasien sering infeksi, infeksi berulang, infeksi paru berulang," jelas dr. Saladin.

Tantangan diagnosis TB

Salah satu tantangan dalam mendiagnosis TB adalah banyaknya gejala yang bisa disalahartikan sebagai penyakit lain.

"Jadi, stigma bahwa pasien TB itu harus kurus, kering, kurang gizi, batuk-batuk, sesak napas itu juga harus dihilangkan," tegas dr. Saladin.

Ia menjelaskan bahwa TB sering disalahartikan sebagai masuk angin.

"Jadi hareeng (tidak enak badan), itu demam banget, tapi badan itu tidak enak. Kayak masuk angin. Masuk angin juga itu juga sesuatu yang bisa menyesatkan. Jadi orang rasanya masuk angin-masuk angin saja, padahal sebenarnya dia demam. Kena TB," ujarnya.

Baca juga: Update Kasus Tuberkulosis di Indonesia: Kemenkes Capai 81 Persen dari Target Deteksi 2024

Pemeriksaan untuk diagnosis TB

Untuk mendiagnosis TB, dr. Saladdin menekankan pentingnya pemeriksaan yang tepat sesuai organ yang terkena.

"Untuk diagnosis, bukan hanya dengan Rontgen saja. Rontgen itu hanya mengarahkan saja. Tapi yang paling penting lagi adalah biopsi," jelasnya.

Untuk TB paru, standar pemeriksaannya adalah melalui Rontgen dan tes molekuler.

"Jadi kalau untuk TB paru standarnya adalah lewat Rontgen. Lewat Rontgen kita lihat ada gambaran khas pada Rontgen yang menunjukkan ciri TB," kata dr. Saladin.

Sementara untuk TB di luar paru, pemeriksaan tergantung pada organ yang terkena.

"Untuk yang di luar paru, maka yang paling baik sebetulnya adalah termasuk yang di paru juga. Yang paling baik adalah biopsi jaringan. Biopsi jaringan ini akan jelas," jelasnya.

Baca juga: Kenapa Kasus Tuberkulosis Masih Jadi Perhatian Dunia? Ini Kata Ahli...

Pengobatan TB

Dokter Spesialis Bedah dengan Sub Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular ini juga menyoroti tantangan dalam pengobatan TB yang membutuhkan waktu lama.

"TB eksaparu itu bisa sampai 2 tahun pengobatannya. Jadi kadang-kadang itu yang susah dikarenakan pasien tidak merasa ada keluhan atau penyakitnya bisa membaik. Kemudian keluhan tidak menonjol. Tidak ada keluhan. Sehingga dia memutuskan untuk sudah lah sudah sembuh. Padahal tidak sedemikian," tuturnya.

Untuk TB paru standar pengobatannya 6-9 bulan, sementara untuk TB di luar paru bisa 12-24 bulan.

"Memang harus strict untuk eksaparu. Mulai dari 6 bulan sampai 9 bulan. Bahkan kalau perlu dilanjut 12 sampai 24 bulan. Untuk eksaparu sudah pasti 12 atau 24 bulan," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
Pakar Gizi BGN: Menu MBG Wajib Sesuai AKG dan Keanekaragaman Pangan
Pakar Gizi BGN: Menu MBG Wajib Sesuai AKG dan Keanekaragaman Pangan
Health
5 Faktor Risiko Pengapuran Lutut: Bisa Terjadi Sebelum Tua jika Diabaikan
5 Faktor Risiko Pengapuran Lutut: Bisa Terjadi Sebelum Tua jika Diabaikan
Health
1 dari 3 Orang Dewasa di Indonesia Derita Hipertensi Tanpa Disadari
1 dari 3 Orang Dewasa di Indonesia Derita Hipertensi Tanpa Disadari
Health
Studi: Konsumsi Pornografi Berlebihan Bisa Ubah Fungsi Otak dan Ganggu Pikiran
Studi: Konsumsi Pornografi Berlebihan Bisa Ubah Fungsi Otak dan Ganggu Pikiran
Health
Anak 12 Tahun Peserta JKN Meninggal Setelah Ditolak RSUD, Ini Tanggapan BPJS…
Anak 12 Tahun Peserta JKN Meninggal Setelah Ditolak RSUD, Ini Tanggapan BPJS…
Health
Dokter: Cukup Tidur Bisa Jadi Cara untuk Mencegah Stroke
Dokter: Cukup Tidur Bisa Jadi Cara untuk Mencegah Stroke
Health
Sering Pakai Earbuds? Waspadai Risiko Iritasi, Infeksi, hingga Penumpukan Kotoran Telinga
Sering Pakai Earbuds? Waspadai Risiko Iritasi, Infeksi, hingga Penumpukan Kotoran Telinga
Health
6 Gejala Pengapuran Lutut yang Sering Diabaikan, Dampaknya Bisa Melumpuhkan
6 Gejala Pengapuran Lutut yang Sering Diabaikan, Dampaknya Bisa Melumpuhkan
Health
Ini Fakta Pentingnya Mengelola Stres dengan Baik
Ini Fakta Pentingnya Mengelola Stres dengan Baik
Health
5 Gejala Anemia pada Anak: IDAI Ingatkan Orang Tua untuk Cermat
5 Gejala Anemia pada Anak: IDAI Ingatkan Orang Tua untuk Cermat
Health
Studi: Paparan Nikel Picu Cacat Lahir dan Gangguan Otak pada Anak
Studi: Paparan Nikel Picu Cacat Lahir dan Gangguan Otak pada Anak
Health
6 Penyebab Anemia pada Anak: Kekurangan Zat Besi dan Pola Makan Buruk Jadi Faktor Utama
6 Penyebab Anemia pada Anak: Kekurangan Zat Besi dan Pola Makan Buruk Jadi Faktor Utama
Health
Cara Mencegah Cacar Api dengan Vaksinasi hingga Gaya Hidup
Cara Mencegah Cacar Api dengan Vaksinasi hingga Gaya Hidup
Health
Studi Baru Temukan Nutrisi Ini Bisa Turunkan Risiko Diabetes dan Penyakit Jantung
Studi Baru Temukan Nutrisi Ini Bisa Turunkan Risiko Diabetes dan Penyakit Jantung
Health
Dokter Beri Alasan Cukup Tidur untuk Orang Dewasa Sangat Penting
Dokter Beri Alasan Cukup Tidur untuk Orang Dewasa Sangat Penting
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau