KOMPAS.com - Gangguan bipolar dan skizofrenia, yang selama ini dikenal sebagai gangguan mental pada orang dewasa, kini semakin banyak ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Fenomena ini memunculkan kekhawatiran di kalangan ahli kesehatan jiwa karena dampaknya terhadap perkembangan mental usia muda yang cukup signifikan.
“Tantangan kesehatan mental seperti GB dan skizofrenia, yang dulunya dianggap hanya menyerang orang dewasa, kini juga memengaruhi anak- anak dan remaja dengan tingkat yang mengkhawatirkan,” kata Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM, Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, seperti dikutip dari Antara, Rabu (14/5/2025).
Baca juga: Pentingnya Tidur Berkualitas untuk Tumbuh Kembang Anak: Tips dari Ahli
Menurut Tjhin, gangguan bipolar (GB) ditandai oleh perubahan suasana hati yang ekstrem, yang bisa berayun dari fase depresif mendalam hingga episode mania yang penuh energi.
“GB terjadi karena beberapa faktor risiko seperti genetik, lingkungan, neurobiologis, dan psikososial. Beberapa gejala yang bisa dikenali seperti episode mania atau suasana emosi mudah marah, episode depresi atau suasana sedih mendalam dan keinginan bunuh diri, dan campuran antara keduanya,” ujar Tjhin.
Sementara itu, skizofrenia lebih berkaitan dengan gangguan proses pikir dan persepsi. Gejalanya mencakup halusinasi, delusi, dan pola bicara atau perilaku yang tidak sesuai konteks.
“Skizofrenia memiliki faktor risiko seperti genetik, perinatal atau komplikasi sejak lahir, lingkungan, dan neurodevelopmental atau kelainan struktur otak. Beberapa gejalanya seperti gejala positif (halusinasi, delusi), gejala negatif (kurang motivasi dan cenderung datar), dan disorganisasi (bicara tidak koheren dan perilaku tidak sesuai konteks),” jelasnya.
Baca juga: Dampak Negatif Candaan Melewati Batas pada Kesehatan Mental
Tjhin menekankan bahwa banyak kasus gangguan mental berat seperti ini mulai muncul sejak dini, namun kerap tak terdiagnosis.
Ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran orang tua dan masyarakat terhadap gejala yang sering kali disalahartikan sebagai perilaku khas remaja.
Tjhin menjelaskan bahwa kondisi ini merupakan hal yang memprihatinkan.
Pasalnya, beberapa studi dan pengalaman di meja praktik memperlihatkan bahwa kasus yang muncul lebih awal atau early-onset terjadi di usia yang lebih muda, namun sering kali tidak terdiagnosis karena kurangnya kesadaran atau salah mengartikan gejala sebagai perilaku remaja yang umum.
Ia mengingatkan bahwa jika kondisi ini tidak ditangani secara tepat, maka dapat mengganggu perkembangan psikologis, prestasi akademik, hingga relasi sosial anak dan remaja.
“Kondisi kesehatan mental seperti ini bisa mengganggu perkembangan, pendidikan, dan hubungan remaja jika tidak diobati dengan tepat,” pungkasnya.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Xanax, Manfaat, dan Efek Sampingnya untuk Bipolar
Meski termasuk kondisi kronis, gangguan bipolar maupun skizofrenia bisa ditangani dengan baik.
Penanganan yang menyeluruh dan sesuai dengan kebutuhan pasien sangat penting agar gejala dapat dikendalikan dan kualitas hidup pasien membaik.
“Dengan penanganan yang tepat, anak dan remaja dapat belajar mengelola perubahan suasana perasaan mereka agar bisa menjadi pulih dan menjalani kehidupan yang tetap produktif di tengah masyarakat,” imbuh Tjhin.
Ia menambahkan bahwa tatalaksana komprehensif dapat mencakup kombinasi terapi medis, psikososial, serta dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar, demi hasil jangka panjang yang optimal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.