KOMPAS.com – Penyakit tuberkulosis (TB) selama ini sering diidentikkan dengan gejala klasik seperti batuk kronis, badan kurus, dan demam di sore hari. Namun, dokter mengingatkan bahwa tidak semua pasien TB menunjukkan gejala khas seperti itu.
Dokter spesialis bedah toraks kardiovaskular, dr. Saladdin Tjokronegoro, Sp.BTKV, mengatakan bahwa salah satu tantangan dalam penanganan TB adalah gejalanya bisa tidak spesifik, bahkan kerap disangka penyakit ringan seperti masuk angin.
“Kadang-kadang pasien tidak menunjukkan gejala, tanda kutip, bukan karena tidak ada gejala, tapi karena memang reaksi tubuh terhadap itu kurang,” ujar dr. Saladdin dalam Talkshow Keluarga Sehat yang disiarkan Radio Kesehatan Kemenkes RI, Rabu (14/5/2025).
Baca juga: Seberapa Mematikan Penyakit TBC? Ini Kata Spesialis Paru…
Gejala TB yang tidak khas ini bisa berupa demam ringan yang datang dan pergi, kelelahan, atau hanya perasaan tidak enak badan. Hal ini kerap dianggap sebagai masuk angin atau kelelahan biasa, sehingga pasien tidak segera memeriksakan diri.
“Jadi orang rasanya masuk angin–masuk angin saja, padahal sebenarnya dia demam, kena TB,” kata dr. Saladdin.
“Kalau dulu memang ada gejala klinis yang spesifik itu demam biasanya sore, sore malam. Kalau sekarang tidak selalu seperti itu, bahkan tidak ada demam sama sekali,” tambahnya.
Baca juga: Angka Kematian TBC Tembus 1,25 Juta Jiwa, Vaksin M72 Jadi Terobosan Penting
Stereotip bahwa penderita TB selalu kurus dan berasal dari kalangan sosial ekonomi rendah juga perlu diluruskan.
Faktanya, TB bisa menyerang siapa saja, termasuk mereka yang tampak sehat secara fisik dan memiliki kondisi ekonomi baik.
“Stigma bahwa pasien TB itu harus kurus, kering, kurang gizi, batuk-batuk, sesak napas, itu juga harus dihilangkan,” tegas dr. Saladdin.
“Sekarang ini kita sering ketemu sama pasien TB yang sosial ekonominya baik, badannya juga masih biasa-biasa saja,” lanjutnya.
Baca juga: Apakah Kita Kelinci Percobaan Vaksin TBC Bill Gates? Ini Kata Sang Peneliti…
Selain itu, TB memiliki fase laten di mana bakteri TB ada di dalam tubuh, tetapi belum aktif dan tidak menular. Dalam fase ini, tidak ada gejala yang dirasakan oleh pasien, sehingga TB kerap tidak terdeteksi hingga kondisinya sudah berkembang lebih jauh.
“Ada yang namanya laten, di mana laten itu kumannya ada, tapi tidak aktif. Latennya juga tidak seperti yang aktif. Dia tidak akan menularkan kepada orang lain,” jelas dr. Saladdin.
Baca juga: Dinkes Bengkulu Sebut Ada 280 Warga Terinfeksi TBC, Kenali Gejalanya
Mengabaikan gejala atau mengandalkan stereotip fisik bisa menyebabkan keterlambatan diagnosis TB. Karena itu, masyarakat yang memiliki riwayat paparan atau tinggal di lingkungan dengan kasus TB tinggi disarankan untuk tidak ragu memeriksakan diri, meski hanya merasa “sering masuk angin”.
“Kalau orang memang sehat tidak akan sering-sering amat masuk angin, walaupun dia naik motor tiap hari, tiap malam,” ujar dr. Saladdin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.