Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Data Anak Berkebutuhan Khusus Perlu Dipercepat? Ini Kata Menkes

Kompas.com - 16/05/2025, 22:00 WIB
Ida Setyaningsih

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya percepatan penyelesaian registrasi anak secara nasional, khususnya bagi anak-anak dengan kondisi khusus seperti down syndrome.

Penegasan ini disampaikan Menkes dalam peringatan Hari Down Syndrome Sedunia 2025 di RSAB Harapan Kita, Jakarta, Kamis (15/5/2025).

“Database-nya harus jadi, registry-nya harus jadi. Ini harus diselesaikan cepat,” tegas Budi dikutip dari laman Kemenkes.

Langkah percepatan ini, menurut Budi, menjadi kunci untuk menghadirkan kebijakan layanan kesehatan anak yang lebih akurat dan merata.

Saat ini, proses registrasi dipercayakan kepada Direktur Utama RSAB Harapan Kita, dr. Ockti Palupi Rahayuningtyas.

Baca juga: Ketahui Cara Menurunkan Risiko Down Syndrome Menurut Dokter Kandungan

Pentingnya registrasi untuk layanan kesehatan anak

Berdasarkan data dari program Cek Kesehatan Gratis (CKG), sebanyak 400 ribu bayi baru lahir telah menjalani skrining dini untuk enam jenis penyakit, termasuk hipotiroid kongenital.

Dari jumlah tersebut, ditemukan sekitar 4.300 kasus penyakit jantung bawaan (congenital heart disease/CHD), menjadikannya kasus tertinggi kedua setelah kelainan empedu.

Data ini semakin krusial karena sekitar 50 persen anak dengan down syndrome juga tercatat memiliki penyakit jantung bawaan.

Dengan data identitas dan alamat anak yang kini telah tersedia, Kementerian Kesehatan ingin menelusuri lebih lanjut apakah dari 4.300 kasus CHD itu ada kaitannya dengan down syndrome.

“Yang saya minta sekarang adalah sumber data yang betul-betul bisa menyelesaikan child registry ini,” ujarnya.

Baca juga: 4 Cara Merawat Orang dengan Down Syndrome yang Perlu Diperhatikan

Tak lagi semi-paliatif

Budi menyebut penanganan down syndrome selama ini masih bersifat semi-paliatif karena kondisi ini sudah terjadi sejak anak dilahirkan.

Maka dari itu, pemerintah mendorong sistem yang lebih terintegrasi dan kolaboratif, termasuk melalui kerja sama dengan organisasi seperti NLR dan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS).

Sebagai langkah konkret, RSAB Harapan Kita diminta menghimpun data dari RSUD di 514 kabupaten/kota yang menangani pasien down syndrome. Rumah sakit nasional ini juga ditugaskan untuk menyusun pelatihan bagi dokter daerah.

“Jangan hanya eksklusif di Jakarta,” tegas Budi.

Baca juga: 7 Komplikasi Down Syndrome yang Perlu Diwaspadai

Menurut Menkes, kesenjangan layanan kesehatan antara pusat dan daerah masih menjadi tantangan.

Oleh karena itu, setiap rumah sakit penerima bantuan diharapkan mampu memberikan layanan optimal, khususnya bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.

Ketua POTADS Eliza Oktavianti Rogi turut hadir dalam acara tersebut dan menyambut baik peluncuran buku “Tanya Jawab Seputar Penyakit Jantung Bayi, Anak, dan Remaja dengan Down Syndrome.” Buku ini diharapkan bisa menjadi referensi penting bagi tenaga kesehatan dan keluarga penyandang Down Syndrome.

“Kami sebagai orang tua berusaha, tapi kami juga butuh dukungan dari luar,” ujarnya.

Baca juga: Penyebab Down Syndrome dan Faktor Risikonya

Data masih minim, tantangan masih besar

POTADS mencatat ada sekitar 300 ribu anak dengan down syndrome di Indonesia. Namun, hanya sekitar 3.000 anak yang tercatat aktif dalam komunitas.

Dengan percepatan registrasi dan dukungan dari puskesmas hingga tingkat kelurahan, pemerintah berharap semakin banyak keluarga mendapatkan edukasi, pendampingan, dan akses ke layanan kesehatan yang layak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
Pakar Gizi BGN: Menu MBG Wajib Sesuai AKG dan Keanekaragaman Pangan
Pakar Gizi BGN: Menu MBG Wajib Sesuai AKG dan Keanekaragaman Pangan
Health
5 Faktor Risiko Pengapuran Lutut: Bisa Terjadi Sebelum Tua jika Diabaikan
5 Faktor Risiko Pengapuran Lutut: Bisa Terjadi Sebelum Tua jika Diabaikan
Health
1 dari 3 Orang Dewasa di Indonesia Derita Hipertensi Tanpa Disadari
1 dari 3 Orang Dewasa di Indonesia Derita Hipertensi Tanpa Disadari
Health
Studi: Konsumsi Pornografi Berlebihan Bisa Ubah Fungsi Otak dan Ganggu Pikiran
Studi: Konsumsi Pornografi Berlebihan Bisa Ubah Fungsi Otak dan Ganggu Pikiran
Health
Anak 12 Tahun Peserta JKN Meninggal Setelah Ditolak RSUD, Ini Tanggapan BPJS…
Anak 12 Tahun Peserta JKN Meninggal Setelah Ditolak RSUD, Ini Tanggapan BPJS…
Health
Dokter: Cukup Tidur Bisa Jadi Cara untuk Mencegah Stroke
Dokter: Cukup Tidur Bisa Jadi Cara untuk Mencegah Stroke
Health
Sering Pakai Earbuds? Waspadai Risiko Iritasi, Infeksi, hingga Penumpukan Kotoran Telinga
Sering Pakai Earbuds? Waspadai Risiko Iritasi, Infeksi, hingga Penumpukan Kotoran Telinga
Health
6 Gejala Pengapuran Lutut yang Sering Diabaikan, Dampaknya Bisa Melumpuhkan
6 Gejala Pengapuran Lutut yang Sering Diabaikan, Dampaknya Bisa Melumpuhkan
Health
Ini Fakta Pentingnya Mengelola Stres dengan Baik
Ini Fakta Pentingnya Mengelola Stres dengan Baik
Health
5 Gejala Anemia pada Anak: IDAI Ingatkan Orang Tua untuk Cermat
5 Gejala Anemia pada Anak: IDAI Ingatkan Orang Tua untuk Cermat
Health
Studi: Paparan Nikel Picu Cacat Lahir dan Gangguan Otak pada Anak
Studi: Paparan Nikel Picu Cacat Lahir dan Gangguan Otak pada Anak
Health
6 Penyebab Anemia pada Anak: Kekurangan Zat Besi dan Pola Makan Buruk Jadi Faktor Utama
6 Penyebab Anemia pada Anak: Kekurangan Zat Besi dan Pola Makan Buruk Jadi Faktor Utama
Health
Cara Mencegah Cacar Api dengan Vaksinasi hingga Gaya Hidup
Cara Mencegah Cacar Api dengan Vaksinasi hingga Gaya Hidup
Health
Studi Baru Temukan Nutrisi Ini Bisa Turunkan Risiko Diabetes dan Penyakit Jantung
Studi Baru Temukan Nutrisi Ini Bisa Turunkan Risiko Diabetes dan Penyakit Jantung
Health
Dokter Beri Alasan Cukup Tidur untuk Orang Dewasa Sangat Penting
Dokter Beri Alasan Cukup Tidur untuk Orang Dewasa Sangat Penting
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau