Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vitamin Sintetis vs Alami, Apa Perbedaannya? Ini Kata Dokter

Kompas.com - 19/05/2025, 05:00 WIB
Ida Setyaningsih

Penulis

KOMPAS.com – Vitamin menjadi nutrisi penting yang berperan menjaga daya tahan tubuh hingga menunjang fungsi organ.

Selain didapat dari makanan alami, vitamin juga tersedia dalam bentuk suplemen sintetis.

Tapi mana yang sebenarnya lebih baik dikonsumsi: vitamin sintetis atau vitamin alami?

Baca juga: Sering Lelah dan Mengantuk? Bisa Jadi Tubuh Kekurangan Vitamin Ini

Perbedaan vitamin alami dan sintetis

Dosen Fakultas Kedokteran (FK) IPB University, dr. Agil Wahyu Wicaksono, MBiomed, menjelaskan bahwa keduanya memiliki sumber yang berbeda.

“Vitamin sintetis dan alami memiliki asal-usul yang berbeda. Vitamin alami diperoleh dari sumber makanan utuh seperti tumbuhan dan hewan. Sementara vitamin sintetis dibuat di laboratorium melalui proses kimia untuk meniru struktur kimia vitamin alami,” jelasnya dikutip dari laman IPB University, Senin (19/5/2025).

Baca juga: Minum Kopi Setelah Konsumsi Vitamin, Aman atau Risiko? Ini Kata Dokter

Mana yang lebih mudah diserap tubuh?

Menurut dr. Agil, beberapa vitamin sintetis justru lebih mudah diserap dibandingkan bentuk alaminya. Namun, ini tergantung pada jenis vitaminnya.

Dalam hal penyerapan oleh tubuh atau bioavailabilitas, ia mengatakan beberapa penelitian menunjukkan bahwa bentuk sintetis dari nutrien tertentu, seperti folat, dapat lebih mudah diserap dibandingkan bentuk alaminya.

Sementara dari segi manfaat, vitamin alami dinilai unggul dalam beberapa kasus, misalnya dalam mendukung kesehatan kardiovaskular.

Meski begitu, studi lain tidak menemukan perbedaan signifikan antara bentuk sintetis dan alami untuk vitamin tertentu seperti vitamin C.

“Karena itu, pemilihan antara vitamin sintetis dan alami sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan individu, keterbatasan diet, serta tujuan kesehatan secara keseluruhan,” imbuhnya.

Baca juga: Efek Samping Kelebihan Vitamin B12 dari Suplemen

Kapan vitamin sintetis dibutuhkan?

Vitamin sintetis kerap digunakan dalam kondisi medis tertentu seperti kekurangan gizi, kehamilan, atau gangguan penyerapan nutrisi.

Ia juga mengatakan bahwa vitamin sintetis dapat bermanfaat untuk mengatasi kekurangan nutrisi tertentu.

Selain itu, vitamin sintetis lebih stabil dan bisa diberikan dengan dosis presisi, sehingga sering digunakan dalam terapi medis.

Baca juga: Badan Lemas? Ini Vitamin dan Mineral yang Bisa Membantu

Risiko konsumsi jangka panjang

Meskipun bermanfaat, konsumsi vitamin sintetis dalam jangka panjang tetap mengandung risiko, terutama jika tidak diawasi dokter.

“Salah satu risiko utama adalah toksisitas akibat akumulasi vitamin larut lemak seperti A, D, E, dan K di dalam tubuh. Hal ini dapat menimbulkan efek samping serius, termasuk kerusakan hati dan gangguan sistem saraf,” ungkapnya.

Beberapa bentuk sintetis juga disebut memiliki efektivitas biologis lebih rendah dibanding versi alami.

Beberapa bentuk sintetis seperti dl-α-tokoferol (vitamin E sintetis) memiliki aktivitas biologis yang lebih rendah dibandingkan bentuk alaminya, sehingga efektivitasnya bisa berbeda.

Baca juga: Riset Ungkap Vitamin D Tidak Ampuh Cegah Pilek dan Bronkitis

Berapa dosis vitamin yang aman dikonsumsi?

Dr. Agil mengingatkan pentingnya memperhatikan dosis harian vitamin agar terhindar dari efek toksik.

“Vitamin yang larut dalam air, seperti vitamin C dan vitamin B kompleks, umumnya lebih aman dikonsumsi dalam jumlah lebih tinggi karena kelebihannya akan dibuang melalui urin, meskipun tetap memiliki batas yang dianjurkan,” urainya.

Contohnya, kebutuhan harian vitamin C adalah 75–90 mg, dan batas amannya 2.000 mg per hari. Sedangkan untuk vitamin A, batas aman sekitar 700–900 mikrogram RAE, dengan batas toksik di atas 3.000 mikrogram RAE.

Vitamin D aman dikonsumsi hingga 100 mikrogram (4.000 IU) per hari, kecuali atas saran dokter.

Baca juga: 8 Manfaat Vitamin B1 untuk Kesehatan: Dari Energi hingga Jantung Sehat

Siapa yang perlu suplemen vitamin sintetis?

Dr. Agil menyebutkan beberapa kondisi medis yang membutuhkan vitamin sintetis, di antaranya:

  • Sirosis hati (butuh vitamin K)
  • Neuropati
  • Penyakit celiac (gangguan penyerapan vitamin)
  • Malnutrisi
  • Penyakit ginjal kronis (butuh vitamin D)
  • Dermatitis eksfoliatif (butuh retinoid/vitamin A)
  • Gangguan perdarahan (butuh vitamin K)
  • Kehamilan dan menyusui

Baca juga: Studi: Suplemen Vitamin D Bantu Cegah Kerusakan akibat Multiple Sclerosis

Dr Agil menekankan bahwa keputusan untuk mengonsumsi vitamin sintetis atau alami sebaiknya disesuaikan dengan kondisi individu.

Pemilihan antara vitamin sintetis dan alami sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan individu, keterbatasan diet, serta tujuan kesehatan secara keseluruhan.

Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi tetap menjadi langkah terbaik untuk mendapatkan rekomendasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
BGN Bikin Sistem Pengawasan Berlapis untuk Cegah Dana MBG Diselewengkan
BGN Bikin Sistem Pengawasan Berlapis untuk Cegah Dana MBG Diselewengkan
Health
Ini Tanggapan Dirut BPJS Kesehatan Soal 7,3 Juta Peserta PBI JKN Dinonaktifkan
Ini Tanggapan Dirut BPJS Kesehatan Soal 7,3 Juta Peserta PBI JKN Dinonaktifkan
Health
Kasus Demam Berdarah Masih Tinggi di Indonesia, Dokter Ingatkan Pentingnya 3M Plus
Kasus Demam Berdarah Masih Tinggi di Indonesia, Dokter Ingatkan Pentingnya 3M Plus
Health
Adam Suseno Alami Sobek Pembuluh Darah Vena, Ini Bahayanya…
Adam Suseno Alami Sobek Pembuluh Darah Vena, Ini Bahayanya…
Health
Rutin Jalan Kaki 100 Menit per Hari Bisa Turunkan Risiko Nyeri Punggung Kronis
Rutin Jalan Kaki 100 Menit per Hari Bisa Turunkan Risiko Nyeri Punggung Kronis
Health
Tanpa Riwayat Keluarga, Remaja Ini Kena Alzheimer di Usia 19 Tahun
Tanpa Riwayat Keluarga, Remaja Ini Kena Alzheimer di Usia 19 Tahun
Health
Demam Berdarah Tak Sama dengan Demam Biasa, Waspadai Perdarahan hingga Serangan ke Organ Vital
Demam Berdarah Tak Sama dengan Demam Biasa, Waspadai Perdarahan hingga Serangan ke Organ Vital
Health
Dari Hengki Kawilarang Meninggal, Ketahui Ini Hubungan Diabetes dan Penyakit Ginjal
Dari Hengki Kawilarang Meninggal, Ketahui Ini Hubungan Diabetes dan Penyakit Ginjal
Health
Waspadai Nyeri Lutut, Bisa Jadi Tanda Awal Pengapuran Sendi Lutut
Waspadai Nyeri Lutut, Bisa Jadi Tanda Awal Pengapuran Sendi Lutut
Health
Virus Hanta Menyebar Tanpa Disadari, Kenali Cara Penularannya Sebelum Terlambat
Virus Hanta Menyebar Tanpa Disadari, Kenali Cara Penularannya Sebelum Terlambat
Health
Hengki Kawilarang Meninggal dengan Kreatinin Tinggi, Ketahui Ini Penyebabnya…
Hengki Kawilarang Meninggal dengan Kreatinin Tinggi, Ketahui Ini Penyebabnya…
Health
Adam Suseno Robek Pembuluh Darah Besar di Kaki, Ini Bahaya Luka Terbuka dan Pendarahan Arteri
Adam Suseno Robek Pembuluh Darah Besar di Kaki, Ini Bahaya Luka Terbuka dan Pendarahan Arteri
Health
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Ketahui Bahaya Tersengat Lebah
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Ketahui Bahaya Tersengat Lebah
Health
Remaja 19 Tahun Alami Alzheimer, Kenali Gejalanya Sejak Dini
Remaja 19 Tahun Alami Alzheimer, Kenali Gejalanya Sejak Dini
Health
Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannya…
Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannya…
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau