Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedokteran Nuklir: Terobosan Pengobatan Kanker yang Menjanjikan

Kompas.com - 20/05/2025, 11:30 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan zat radioaktif (radioisotop) untuk mendiagnosis sekaligus mengobati penyakit, termasuk kanker.

Awalnya dikembangkan untuk mengatasi gangguan tiroid, kini kedokteran nuklir terus berkembang menjadi terapi yang menjanjikan untuk berbagai jenis kanker, seperti kanker tiroid, prostat, dan neuroendokrin.

Dalam konteks kanker, terapi kedokteran nuklir bekerja dengan menyuntikkan radionuklida yang akan menyebar ke seluruh tubuh, menargetkan, dan menghancurkan sel kanker secara spesifik.

Menurut Prof. Marcel PM Stokkel, Ph.D, ahli kedokteran nuklir dari Netherlands Cancer Institute, metode ini merupakan bentuk radiasi internal yang lebih terarah dengan efek samping minimal dibanding kemoterapi.

“Empat jam setelah injeksi, pasien bisa langsung pulang. Efek sampingnya ringan, berbeda dengan kemoterapi yang sering kali membuat pasien lemas dan harus menunda pengobatan selanjutnya,” ujarnya dalam acara Siloam Oncology Summit (SOS) ke-5 di Jakarta (18/5).

Radioisotop yang disuntikkan akan menyebar ke seluruh tubuh dan menempel pada sel kanker, lalu menargetkannya (membunuhnya) secara spesifik, dan menghentikan penyebaran kanker di dalam tubuh.

Baca juga: Pentingnya Tim Medis Multidisiplin dalam Penanganan Kanker

Meskipun di tingkat global terapi ini semakin berkembang, penerapannya di Indonesia masih terbatas. Beberapa rumah sakit besar seperti MRCCC Siloam Hospitals Semanggi sudah rutin menggunakannya.

Pengembangan pengobatan ini menghadapi tantangan keterbatasan fasilitas, tenaga spesialis, serta stigma masyarakat terhadap “nuklir” masih menjadi tantangan besar.

Banyak pasien masih mengasosiasikan radiasi nuklir dengan bahaya, padahal dosis yang digunakan dalam terapi ini jauh di bawah ambang bahaya dan bahkan lebih kecil dibanding radiasi dari pemeriksaan CT-scan.

“Radioaktif yang kami pakai sangat kecil dan aman untuk tubuh. Justru terapi ini memberikan harapan baru karena lebih ringan dijalani pasien,” jelas dr. Ryan Yudistiro, Sp.KN(K), dokter spesialis kedokteran nuklir MRCCC Siloam Hospitals.

Ia menambahkan bahwa efek samping serius, seperti penurunan sementara fungsi sumsum tulang, bisa terjadi dalam 8 minggu setelah terapi namun bersifat sementara dan dapat pulih.

Baca juga: Joe Biden Terkena Kanker Prostat Ganas, Ketahui Ini Macam Penyebabnya…

Tantangan di Indonesia

Saat ini terapi nuklir di Indonesia masih terbatas untuk pasien kanker stadium lanjut, namun ke depan terapi ini berpotensi menjadi pengobatan lini pertama jika terbukti efektif pada stadium awal.

Dalam jangka panjang, pemanfaatan terapi ini secara luas dapat membantu mengurangi ketergantungan pada kemoterapi dan meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.

Tantangan lain adalah soal pembiayaan. Di negara maju pengobatan ini sudah ditanggung oleh asuransi dan sistem jaminan sosial, namun tidak di Indonesia. 

Meski relatif mahal, tetapi menurut dr.Ryan manfaat yang akan didapatkan pasien sebanding dengan biayanya. 

Dia mengatakan, berbeda dengan kemoterapi, terapi nuklir memiliki efek samping yang lebih minimal sehingga pasien menjalaninya dengan mudah.

Ajang ilmiah seperti Siloam Oncology Summit menjadi salah satu wadah penting dalam memperluas pemahaman dan mendorong pemanfaatan teknologi ini di Indonesia.

Dengan melibatkan lebih dari 700 peserta dan 100 pembicara, acara ini memperlihatkan komitmen para praktisi dan institusi kesehatan dalam mencari solusi terbaik bagi tingginya beban kanker di Indonesia, terutama karena 60–70 persen kasus masih ditemukan dalam kondisi stadium lanjut.

Baca juga: Penggunaan Terapi Nuklir dalam Pengobatan Kanker Prostat

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Ketahui Bahaya Tersengat Lebah
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Ketahui Bahaya Tersengat Lebah
Health
Remaja 19 Tahun Alami Alzheimer, Kenali Gejalanya Sejak Dini
Remaja 19 Tahun Alami Alzheimer, Kenali Gejalanya Sejak Dini
Health
Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannya…
Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannya…
Health
Virus Hanta Bisa Menyebar dari Makanan dan Rumah Kotor, Ini Cara Menghindarinya
Virus Hanta Bisa Menyebar dari Makanan dan Rumah Kotor, Ini Cara Menghindarinya
Health
Jangan Anggap Sepele, Ini Gejala Infeksi Virus Hanta yang Dapat Menyerang Tubuh
Jangan Anggap Sepele, Ini Gejala Infeksi Virus Hanta yang Dapat Menyerang Tubuh
Health
Alat Tes Deteksi Dini Kanker Asal Jepang Tunjukkan Hasil Menjanjikan
Alat Tes Deteksi Dini Kanker Asal Jepang Tunjukkan Hasil Menjanjikan
Health
Pengapuran Lutut Apakah Harus Operasi? Ini Penjelasan Dokter...
Pengapuran Lutut Apakah Harus Operasi? Ini Penjelasan Dokter...
Health
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Apa Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Apa Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?
Health
Waspada Virus Hanta, Kemenkes Laporkan 8 Kasus di Indonesia
Waspada Virus Hanta, Kemenkes Laporkan 8 Kasus di Indonesia
Health
Miliuner India Sunjay Kapur Meninggal Usai Diduga Menelan Lebah
Miliuner India Sunjay Kapur Meninggal Usai Diduga Menelan Lebah
Health
Demam Mulai Turun Bukan Berarti Sembuh, Justru Fase Paling Mematikan DBD Bisa Dimulai
Demam Mulai Turun Bukan Berarti Sembuh, Justru Fase Paling Mematikan DBD Bisa Dimulai
Health
Demam Biasa Bisa Sembuh, Tapi Demam Berdarah Bisa Berujung Maut Bila Tak Ditangani
Demam Biasa Bisa Sembuh, Tapi Demam Berdarah Bisa Berujung Maut Bila Tak Ditangani
Health
Remaja 19 Tahun Diduga Alami Alzheimer, Kasus Termuda yang Pernah Dilaporkan
Remaja 19 Tahun Diduga Alami Alzheimer, Kasus Termuda yang Pernah Dilaporkan
Health
Alami Stevens Johnson Syndrome, Apakah Bahaya?
Alami Stevens Johnson Syndrome, Apakah Bahaya?
Health
Sakit Kulit Jokowi Dituding Stevens Johnson Syndrome, Kenali Ruam Khas Penyakit Ini…
Sakit Kulit Jokowi Dituding Stevens Johnson Syndrome, Kenali Ruam Khas Penyakit Ini…
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau