KOMPAS.com - Kabar duka datang dari keluarga jurnalis ternama Tanah Air, Najwa Shihab.
Sang suami, Ibrahim Sjarief Assegaf, dikabarkan meninggal dunia akibat stroke pada Selasa (20/5/2025).
Kabar suami Najwa Shihab meninggal dikonfirmasi oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil, menurut informasi yang didapat dari Kompas.com.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa stroke bukan sekadar penyakit orang tua, melainkan ancaman serius yang bisa datang tiba-tiba, bahkan pada usia produktif.
Baca juga: Suami Najwa Shihab Meninggal akibat Stroke, Kenali Bahaya dan Cara Mencegah Penyakitnya…
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan orang-orang di seluruh dunia.
Setiap tahun, 15 juta orang di dunia berjuang melawan stroke dengan 5 juta di antaranya meninggal dan 5 juta mengalami kecacatan permanen, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut para pakar medis, waktu adalah segalanya dalam menangani stroke, yang mana setiap detik sangat berharga untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kerusakan otak permanen.
Namun, apa sebenarnya yang terjadi pada tubuh saat seseorang mengalami stroke?
Mengapa stroke bisa begitu mematikan? Dan yang tak kalah penting, bisakah kita mencegahnya?
Baca juga: Dokter Ini Beri Tips Cegah Stroke Berulang pada Pasien Moyamoya
Mengutip Mayo Clinic, stroke adalah kondisi medis serius yang terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu.
Tanpa pasokan oksigen dan nutrisi, sel-sel otak mulai mati dalam hitungan menit.
Dalam dunia medis, stroke digolongkan sebagai keadaan darurat medis, karena dampaknya yang cepat dan destruktif.
Ada dua jenis utama stroke:
Ini adalah jenis stroke yang paling umum.
Stroke ini terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah oleh bekuan darah atau penumpukan kolesterol yang menyempitkan arteri otak.
Ini adalah jenis yang lebih jarang terjadi.
Jenis stroke ini terjadi saat pembuluh darah di otak pecah, menyebabkan perdarahan dan kerusakan jaringan otak.
Selain itu, terdapat juga serangan iskemik transien (TIA) atau stroke ringan, yaitu kondisi sementara yang menyebabkan gejala seperti stroke, tetapi tanpa kerusakan permanen.
Meski berlangsung singkat, TIA adalah peringatan serius terhadap risiko stroke besar di masa depan.
Baca juga: Bisakah Krisis Hipertensi Sebabkan Stroke? Ini Kata Dokter…
Bayangkan otak sebagai pusat kendali tubuh yang bekerja tanpa henti.
Setiap detik, otak membutuhkan aliran darah yang stabil.
Saat aliran ini terganggu, baik karena sumbatan maupun pecahnya pembuluh darah, bagian otak yang terdampak akan kehilangan fungsinya.
Misalnya, jika bagian otak yang mengontrol gerak tubuh terkena, maka penderita bisa tiba-tiba lumpuh.
Jika bagian otak yang bertanggung jawab atas bicara terganggu, penderita bisa kehilangan kemampuan berbicara atau memahami ucapan.
Karena itu, stroke bukan hanya kondisi medis, tapi juga krisis neurologis yang harus ditangani secepat mungkin.
Ada beberapa faktor risiko stroke. Ada yang berkaitan dengan gaya hidup yang bisa diubah, sementara yang lain terkait dengan usia dan riwayat keluarga yang tidak bisa diubah.
Menurut Mayo Clinic dan Harvard Health Publishing, faktor risiko stroke yang utama meliputi:
Dengan mengenali faktor-faktor ini, seseorang bisa mengambil langkah konkret untuk mengurangi risikonya.
Baca juga: Ini 9 Komplikasi Setelah Stroke yang Harus Diwaspadai Para Penyintasnya
Stroke sering datang tiba-tiba, sehingga mengenali gejalanya dapat membantu menyelamatkan nyawa.
Disarikan dari National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dan Mayo Clinic, gejala stroke bisa meliputi:
Untuk membantu mendeteksi stroke dengan cepat, para ahli merekomendasikan metode F.A.S.T., yaitu:
Baca juga: Dari Paus Fransiskus Meninggal: Stroke Bisa Sebabkan Gagal Jantung
Jika gejala stroke yang muncul terabaikan dan penderita tidak segera mendapatkan penanganan medis yang tepat segera, komplikasi dapat terjadi.
Stroke tidak hanya menimbulkan serangan sesaat, tetapi bisa meninggalkan dampak jangka panjang yang signifikan.
Tingkat keparahan komplikasi stroke sangat bergantung pada seberapa luas kerusakan otak dan seberapa cepat penanganan medis diberikan.
Beberapa komplikasi stroke yang umum terjadi antara lain:
Stroke bisa menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan menggerakkan salah satu sisi tubuhnya.
Ini berdampak langsung pada kemampuan untuk berjalan, berpakaian, makan, atau bahkan duduk tanpa bantuan.
Kerusakan pada area otak yang mengatur otot-otot mulut dapat menyebabkan gangguan bicara dan kesulitan menelan makanan atau minuman.
Ini meningkatkan risiko aspirasi terhirupnya makanan ke paru-paru yang bisa menyebabkan pneumonia.
Banyak penyintas stroke mengalami kesulitan berpikir, mengingat, atau membuat keputusan.
Dalam beberapa kasus, hal ini bisa berkembang menjadi demensia.
Stroke dapat menyebabkan perubahan suasana hati ekstrem, depresi, atau hilangnya motivasi.
Penderitanya mungkin juga kesulitan mengendalikan emosi.
Pasca-stroke, beberapa orang mengalami penurunan penglihatan, pendengaran, atau kepekaan terhadap sentuhan.
Tubuh mereka juga bisa kehilangan kemampuan mengenali suhu atau rasa sakit.
Beberapa penderita stroke kehilangan kontrol atas buang air kecil atau besar, yang memerlukan bantuan seperti kateter.
Ketidakmampuan bergerak dalam waktu lama bisa memicu pembentukan bekuan darah di kaki (deep vein thrombosis), yang berisiko menyumbat paru-paru (emboli paru).
Penggunaan kateter juga bisa menyebabkan infeksi saluran kemih.
Beberapa kasus stroke berat dapat memicu kejang atau pembengkakan akibat penumpukan cairan di otak, yang kadang memerlukan pembedahan untuk meringankan tekanan.
Komplikasi-komplikasi ini menunjukkan bahwa stroke bisa mengubah kehidupan seseorang secara drastis, bukan hanya dari segi fisik, tetapi juga psikologis dan sosial.
Oleh karena itu, mencegah stroke jauh lebih baik daripada mengobati dampaknya.
Baca juga: Paus Fransiskus Meninggal Akibat Komplikasi Stroke: Belajar Cara Mencegahnya
Kabar baiknya, sebagian besar faktor risiko stroke bisa dikendalikan dengan perubahan gaya hidup sehat.
Harvard Health Publishing menyebutkan ada tujuh langkah utama untuk mencegah stroke:
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah faktor risiko utama.
Mengurangi konsumsi garam, menjaga berat badan, dan mengikuti pengobatan sesuai anjuran dokter adalah cara yang bisa menurunkan tekanan darah dan membantu mencegah stroke.
Berat badan berlebih meningkatkan risiko hipertensi dan diabetes. Keduanya adalah faktor risiko stroke.
Olahraga minimal 30 menit sehari, lima hari seminggu, sudah cukup untuk memperbaiki kesehatan pembuluh darah.
Olahraga berperan dalam menurunkan berat badan dan tekanan darah, tetapi juga berfungsi sebagai pencegah stroke yang berdiri sendiri.
Minum alkohol harus dibatasi secara moderat, yaitu maksimal satu gelas sehari.
Minum alkohol dua gelas sehari meningkatkan risiko stroke secara signifikan.
Fibrilasi atrium adalah bentuk detak jantung tidak teratur yang menyebabkan terbentuknya gumpalan darah di jantung.
Jika tidak diobati, gumpalan darah bisa berpindah ke otak, yang mengakibatkan stroke.
Memeriksa kadar gula secara berkala sangatlah penting, terutama bagi penderita diabetes.
Kadar gula darah tinggi seiring waktu bisa merusak pembuluh darah. Selain itu, darah juga akan lebih kental dan renta menggumpal.
Merokok mengentalkan darah dan meningkatkan jumlah plak yang menumpuk di arteri.
Bersamaan dengan penerapan pola makan sehat dan olahraga teratur, berhenti merokok adalah salah satu kunci perubahan gaya hidup paling ampuh membantu mengurangi risiko stroke secara signifikan.
Kabar bahwa suami Najwa Shihab meninggal karena stroke menyentuh banyak hati.
Namun lebih dari itu, peristiwa ini seharusnya menjadi pengingat penting bahwa stroke adalah kondisi yang harus dicegah sejak dini.
Baca juga: Bisakah Serangan Stroke Berulang? Ini Penjelasannya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.