KOMPAS.com - Stevens Johnson Syndrome (SJS) merupakan penyakit langka pada kulit dan selaput lendir.
Penyakit ini bisa menyebabkan kulit seseorang mengalami ruam, lepuh, dan kemudian mengelupas.
Selaput lendir, termasuk mata, alat kelamin, dan mulut, juga bisa mengalami kondisi yang sama.
Meski langka, masyarakat perlu mengetahui penyakit kulit dan selaput lendir ini karena bisa mengancam jiwa dan gejala awalnya cenderung ringan yang mudah diabaikan.
Menurut Cleveland Clinic, sekitar 10 persen kasus Stevens Johnson Syndrome menyebabkan kematian.
Hal itu dapat terjadi akibat berbagai komplikasi, seperti pneumonia, infeksi bakteri yang menyebabkan sepsis (infeksi dalam darah), hingga kegagalan banyak organ.
Berikut penjelasan lebih lengkap tentang gejala serta komplikasi penyakit kulit dan selaput lendir tersebut.
Baca juga: Kemenkes: Pengenalan Gejala Penyakit Langka dengan Cek Kesehatan Gratis
Cherilyn Davis, MD dalam keterangan di GoodRx mengatakan bahwa Stevens Johnson Syndrome paling umum disebabkan oleh reaksi obat.
Sehingga, gejalanya biasa berkembang dalam 1 hingga 3 minggu setelah penggunaan obat.
Penyakit langka ini juga bisa dimulai setelah seseorang berhenti mengonsumsi obat tertentu, biasanya dalam 2 minggu.
Pada awal gejala Stevens Johnson Syndrome muncul bisa seperti flu biasa. Gejalanya meliputi:
Karena seperti flu biasa, kebanyakan orang tidak akan menyadari bahwa gejala yang dialaminya adalah penyakit langka yang mengancam jiwa.
Seiring berkembangnya penyakit, penderita Stevens Johnson Syndrome bisa merasakan gejala pada selaput lendirnya.
Mata adalah bagian selaput lendir yang paling sering terkena. Namun, gejalanya tetap bisa menyerang alat kelamin, saluran napas, dan tenggorokan.
Pada saat itu terjadi, gejala Stevens Johnson Syndrome bisa meliputi:
SJS juga memiliki gejala khas berupa ruam kulit.
Ruam sering kali muncul 1 hingga 3 hari setelah gejala lainnya.
Ruam pada penderita Stevens Johnson Syndrome bisa berubah-ubah tampilan dan lokasinya dari hari ke hari.
Namun, ada polanya berkembang seperti ini:
Gejala Stevens Johnson Syndrome ini dikatakan bisa sangat menyakitkan, terutama saat kulit mulai melepuh.
Lepuhan akibat SJS biasanya mempengaruhi 10 persen bagian tubuh. Jika sudah lebih dari 30 persen, kondisinya disebut sebagai toxic epidermal necrolysis (TEN).
Baca juga: Kenali Apa Itu Sindrom Meigs yang Termasuk Penyakit Langka
Jika lepuh dari gejala Stevens Johnson Syndrome tidak diobati dengan tepat, beberapa komplikasi bisa terjadi.
Mengutip Patient Info, komplikasi Stevens Johnson Syndrome meliputi:
Menurut Medical News Today, komplikasi Stevens Johnson Syndrome pada mata biasanya berlangsung jangka panjang yang bisa berakhir pada kebutaan atau jaringan parut parah di sekitar mata.
Lebih dari 50 persen orang dengan penyakit langka ini mengalami komplikasi yang memengaruhi penglihatan mereka.
Komplikasi Stevens Johnson Syndrome jarang terjadi di saluran pencernaan.
Jika penyakit berkembang hingga mengenai usus, penderitanya bisa mengalami diare dan buang air besar berwarna hitam.
Baca juga: China Catat Ada 780.000 Kasus Penyakit Langka Sejak 2019
Menurut beberapa sumber, banyak penderita Stevens Johnson Syndrome dapat selamat dari penyakit ini, meski bisa mematikan.
Angka kematian keseluruhan kasus Stevens Johnson Syndrome mencapai 10 persen terkait dengan pengobatan dan pencegahan komplikasi yang tidak berjalan baik.
Pada orang yang dapat pulih dari penyakit langka ini, proses pemulihannya dapat berbeda-beda.
Mengutip Cleveland Clinic, kulit dapat tumbuh kembali dalam hitungan minggu, tetapi pemulihan dapat memakan waktu berbulan-bulan, jika gejalanya parah.
Beberapa reaksi jangka panjang dapat berkembang, seperti:
SJS bisa kambuh, jika penyintasnya terpapar obat yang sama yang diketahui memicu kondisi ini pertama kali.
Biasanya, episode kedua akan lebih parah daripada episode pertama.
Baca juga: Penyebab Sindrom Stevens Johnson, Penyakit Langka Pada Kulit
Disclaimer: Artikel ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak dimaksudkan untuk menawarkan nasihat medis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.