KOMPAS.com - Kurang tidur merupakan faktor risiko stroke yang mungkin tidak banyak diperhatikan.
Aktor dan presenter Harry Pantja adalah salah satu contoh orang dengan stroke, yang mengaku kebiasaan kurang tidur di masa lalu menjadi pemicu penyakit kronisnya saat ini.
Mengutip berita Kompas.com pada Kamis (5/6/2025), Harry Pantja sudah mengalami tiga kali serangan stroke yang dimulai pada 2016.
Stroke berulang terjadi pada 2017 dan 2020, yang mana dampaknya semakin parah pada fungsi tubuhnya. Akibatnya, ia harus menggunakan kursi roda untuk beraktivitas.
Jika merunut ke belakang, ia mengatakan bahwa kebiasaan kurang tidur menjadi pemicu stroke yang dideritanya hari ini.
Faktanya, sebuah studi 2023 telah menunjukkan hasil, yang mendukung pernyataan Harry Pantja, bahwa kurang tidur berdampak nyata untuk meningkatkan risiko stroke.
Berikut artikel ini akan mengulas lebih lanjut tentang lamanya waktu tidur yang dibutuhkan setiap orang serta hubungan tidur dengan stroke.
Baca juga: Belajar dari Harry Pantja, Ketahui Stroke Berulang akan Lebih Parah
Studi yang dilakukan oleh Christine Eileen Mc Carthy, MSc, dkk., dan dipublikasikan di Neurology (2023) menganalisis data 1.799 orang yang pernah mengalami stroke iskemik dan mencatat durasi tidur mereka.
Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang tidur kurang dari 5 jam per malam memiliki risiko stroke 3 kali lebih besar dibandingkan yang tidur selama 7 jam.
Sementara, risiko stroke meningkat 2 kali lipat bagi mereka yang tidur lebih dari 9 jam per malam dibandingkan dengan mereka yang tidur selama 7 jam.
Lalu, apakah 7 jam adalah durasi yang dibutuhkan setiap orang untuk tidur cukup dan mengurangi risiko stroke?
Health Management Specialist Corporate HR Kompas Gramedia Dr. Santi mengatakan bahwa pada umumnya orang dewasa membutuhkan 7-9 jam untuk tidur.
“Tetapi, sebenarnya itu bukanlah angka yang tepat untuk semua orang. Sebagian orang butuh kurang dari 7 jam dan sebagian lagi butuh waktu lebih dari 9 jam. Kebutuhan ini dipengaruhi oleh genetik, umur, kesehatan, dan lainnya,” ujar Santi kepada Kompas.com pada Kamis (5/6/2025).
Berdasarkan usia, Santi menjabarkan jumlah waktu tidur per hari yang disarankan para pakar meliputi:
“Walaupun dibutuhkan lebih banyak penelitian mengenai hal ini, ada penelitian yang mengatakan bahwa perempuan butuh tidur sekitar 10-20 menit lebih banyak daripada pria,” ujarnya.
Hal itu karena kecenderungan perempuan memiliki pekerjaan rangkap dalam kehidupan, yaitu ibu rumah tangga saat di rumah dan karyawan saat di kantor.
“Perempuan yang berkarier diharapkan juga sekaligus mengambil beban mengurus rumah tangga. Akibatnya, kurang tidur kerap dijumpai pada kaum perempuan,” ucapnya.
Beberapa penyakit menyebabkan seseorang butuh banyak waktu tidur atau sebaliknya.
Selain itu, ada juga efek samping dari obat yang membuat mengantuk.
Santi mengatakan bahwa orang yang tinggi aktivitas hariannya membutuhkan waktu tidur lebih banyak untuk memulihkan kondisi.
Baca juga: Belajar dari Harry Pantja, Ini Alasan Kurang Tidur Bisa Picu Stroke
Dengan banyaknya faktor yang menentukan kebutuhan tidur, maka Santi menilai penting untuk mengetahui kebutuhan tidur masing-masing individu terpenuhi atau tidak.
Selain itu, Santi menyarankan untuk melakukan cara Dr. Michael Breus, seorang spesialis tidur dan pengarang buku "The Power Of When", untuk cek kebutuhan durasi tidur.
Menurut Breus, rata-rata orang membutuhkan waktu tidur 7,5 jam setiap hari.
Jadi caranya adalah:
Baca juga: Berkaca dari Harry Pantja, Benarkah Kurang Tidur Picu Stroke? Ini Kata Dokter…
Lebih lanjut, Santi mengatakan bahwa ada beberapa tanda kurang tidur yang bisa diperhatikan setiap orang, yaitu meliputi:
“Jika mengalami gejala dan tanda tersebut di atas, cobalah untuk tidur 15-30 menit lebih awal atau bangun lebih lambat,” kata Santi.
Jika masih juga mengalami gejala kurang tidur, ia menyarankan untuk majukan 15-30 menit waktu tidur atau mundurkan waktu bangun.
“Ulangi semua proses sampai seluruh gejala kurang tidur hilang,” terangnya.
Selain kebutuhan durasi tidur yang harus tercukupi, gaya hidup secara keseluruhan juga perlu diatur untuk mengurangi risiko stroke.
Baca juga: Alami Stroke Berulang, Harry Pantja Sebut Kurang Tidur Jadi Pemicu
Dokter Penyakit Dalam dr. Ahmad Akbar, Sp.PD mengatakan bahwa gaya hidup sehat bisa membantu untuk mengurangi risiko stroke.
Selain tidur yang cukup, menurut Akbar gaya hidup lainnya yang perlu diperhatikan meliputi:
Akbar mengatakan bahwa tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah faktor risiko stroke.
Jadi, berbagai cara yang bisa menjaga tekanan darah stabil harus menjadi gaya hidup utama, seperti makan makanan rendah garam, olahraga rutin, serta cek tensi berkala.
Akbar mengungkapkan bahwa pola makan sehari-hari berperan besar pada risiko stroke.
Ia mengatakan bahwa hipertensi, aterosklerosis, diabetes, kolesterol tinggi, semuanya adalah faktor risiko stroke, yang bisa disebabkan oleh pola makan harian yang buruk.
“Mengonsumsi makanan yang seimbang dan rendah lemak dapat membantu mencegah stroke,” ucap Akbar kepada Kompas.com pada Rabu (21/5/2025).
Dokter penyakit dalam yang berpraktik di Rumah Sakit JIH Solo ini mengatakan olahraga teratur memiliki peran yang signifikan terhadap penurunan risiko stroke.
Seperti yang dikutip dari Mayo Clinic, olahraga teratur bisa menurunkan tekanan darah, meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL), dan meningkatkan kesehatan kesehatan pembuluh darah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan setiap orang melakukan olahraga atau aktivitas fisik intensitas sedang minimal 150 menit per minggu.
Baca juga: Batas Konsumsi Daging Kurban untuk Penderita Hipertensi, Kolesterol Tinggi, dan Stroke
Selanjutnya, Akbar mengatakan bahwa pengelolaan stres yang baik juga berkontribusi untuk menurunkan risiko stroke.
Menurut World Stroke Organization, orang-orang dengan kesehatan mental buruk berisiko mengalami serangan stroke maupun stroke ringan hampir dua kali lebih besar, terutama pada orang dewasa usia paruh baya.
Akbar selanjutnya menyarankan untuk tidak merokok untuk mengurangi risiko stroke.
World Stroke Organization menyebut seseorang yang merokok 20 batang setiap hari memiliki risiko stroke enam kali lebih besar daripada orang yang tidak perokok.
Akbar mengatakan juga bahwa memiliki berat badan lebih atau obesitas juga harus dihindari, karena faktor risiko stroke.
World Stroke Organization mencatat, orang yang memiliki tubuh gemuk meningkatkan risiko stroke 22 persen, dan yang mengalami obesitas meningkatkan risiko stroke 64 persen.
Dengan demikian, banyak cara yang harus dilakukan untuk membantu mengurangi risiko stroke, tidak hanya tidur cukup.
Disclaimer: Artikel ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak dimaksudkan untuk menawarkan nasihat medis.
Baca juga: Apakah Pola Makan Berperan Besar Terhadap Terjadinya Stroke? Ini Kata Dokter…
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.