Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
dr. Mellinda Valeria
Dokter Umum

Seorang dokter umum yang senang mengedukasi masyarakat umum

Tren Mouth Taping di Media Sosial, Aman atau Berbahaya?

Kompas.com - 09/06/2025, 13:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini tren mouth taping sedang viral di media sosial. Tren menutup mulut menggunakan lakban saat tidur ini, diyakini dapat menghilangkan kebiasaan mendengkur, membiasakan diri bernapas melalui hidung (udara yang masuk diyakini lebih hangat, tersaring, dan lembab).

Selain itu, diyakini mengurangi keluhan-keluhan akibat bernapas dari mulut (mengurangi bau mulut, mulut kering, hingga gigi berlubang).

Ada juga yang meyakini bahwa mouth taping dapat mengubah struktur rahang dan dagu.

Namun, bila dilihat dari sisi medis, apakah tindakan mouth taping aman ataukah justru berbahaya?

Mengenal mendengkur secara lebih mendalam

Suara mendengkur dihasilkan dari getaran jaringan-jaringan lunak pada saluran napas atas selama tidur. Normalnya saat tidur, tonus otot berkurang, sehingga jaringan menjadi lebih rileks.

Ketika aliran udara melewati jaringan tersebut, terjadi getaran yang terdengar sebagai suara mendengkur.

Biasanya mendengkur terjadi selama menarik napas (inspirasi), namun dapat terjadi juga saat membuang napas (ekspirasi).

Baca juga: Warna Kulit Bukan Diagnosis Sosial

 

Fenomena mendengkur lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan wanita. Pada umumnya, mendengkur sesekali itu tidak berbahaya, tapi patut diwaspadai dan dicari tahu penyebabnya apabila terjadi secara terus-terusan.

Mendengkur merupakan salah satu gejala paling sering dari obstructive sleep apnea (OSA). Baik mendengkur dan OSA, keduanya sama-sama terjadi hambatan saluran napas atas, tapi letak perbedaannya terdapat pada derajat berat dan gangguan kesehatannya.

Pasien dengan OSA setidaknya memiliki minimal lima episode (tiap jam) henti napas atau napas yang dangkal selama tidur (minimal 10 detik per episodenya), disertai minimal satu gangguan di bawah ini:

  • Rasa mengantuk pada siang hari, episode tidur tidak disengaja, kelelahan tidur, atau insomnia
  • Bangun dengan menahan napas, terengah-engah, atau perasaan tercekik
  • Terdapat suara mendengkur keras, gangguan pernapasan, atau keduanya selama tidur (dilaporkan oleh rekan tidur)

Banyak penyebab yang memungkinkan terjadinya OSA, di antaranya:

  • Kelainan struktur hidung—pembatas hidung yang bengkok (deviasi septum), pembengkakan jaringan lunak dalam hidung (hipertrofi konka)
  • Kelainan struktur mulut—lidah besar (makroglossia), pembesaran amandel, pembengkakan langit-langit mulut, pembengkakan dinding tenggorokan
  • Kelainan rahang—rahang bawah yang terlalu mundur (retrognathia), rahang bawah kecil (mikrognathia)
  • Gangguan endokrin
  • Gangguan saraf
  • Kelainan genetik

Sedangkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya OSA, yakni obesitas, usia lanjut, jenis kelamin laki-laki, posisi tidur telentang, kehamilan, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, dan penggunaan obat-obatan hipnotik sedatif.

Standar baku untuk mendiagnosis OSA, yaitu dengan polisomnografi yang dilakukan selama tidur. Selama pemeriksaan, dilakukan pencatatan dan perekaman gelombang otak, gerakan bola mata, detak jantung, pernapasan, kadar oksigen, dan gerakan otot.

Baca juga: Mengungkap Fakta Ilmiah dari Mitos 10.000 Langkah

 

Apabila didiagnosis sebagai OSA, dapat dilakukan pengobatan dengan berbagai modalitas (tergantung penyebabnya), seperti:

  • Penggunaan mesin CPAP (continuous positive airway pressure) saat tidur. Mesin ini dapat menjaga saluran napas tetap terbuka selama tidur.
  • Penurunan berat badan
  • Menghindari konsumsi alkohol atau obat-obatan tertentu
  • Terapi posisi tidur menyamping
  • Penggunaan mandibular advancement device (MAD) untuk membantu memajukan rahang bawah, sehingga memperluas jalan napas
  • Pembedahan struktur dalam hidung, mulut, ataupun rahang

Mendengkur dan OSA harus dapat dibedakan. B ila OSA tidak terdiagnosis dan diobati, OSA dapat mengakibatkan komplikasi yang fatal.

Komplikasi yang dapat timbul mulai dari depresi, kecelakaan terkait kurang tidur, gangguan belajar dan memori, demensia, tekanan darah tinggi, hingga gagal jantung kongestif, serangan jantung, gangguan irama jantung, dan bahkan stroke.

Bukti ilmiah manfaat mouth taping

Faktanya, hingga saat ini hanya ada sedikit bukti mengenai manfaat mouth taping. Setidaknya ada dua penelitian skala kecil saja yang menyatakan terdapat sedikit perbaikan kondisi klinis pada penderita OSA derajat ringan—yang satu dengan mouth taping saja, yang satu dengan mouth taping disertai mandibular advancement device (MAD). Namun hasil tersebut tidaklah signifikan.

Pada penelitian-penelitian lainnya, tidak ditemukan adanya manfaat mouth taping terhadap OSA. Belum ada penelitian yang menyatakan mouth taping dapat memperbaiki struktur rahang ataupun wajah seperti yang diyakini di media sosial.

Baca juga: Penyebab Kematian Mendadak Saat Tidur

Bagaimana dengan keyakinan bahwa penggunaan mouth taping membuat udara yang masuk saluran napas diyakini lebih hangat, tersaring, dan lembab?

Pernyataan tersebut masuk akal untuk dipikirkan, terutama pada orang-orang dengan saluran napas yang hipersensitif terhadap alergen—seperti pada pasien asma.

Namun, faktanya dalam penelitian yang dilakukan Cooper (2009)—yang membandingkan 25 penderita asma yang menggunakan mouth taping dan 25 penderita asma yang tidak menggunakan mouth taping—tidak terbukti adanya perbaikan klinis pada subjek penelitian.

Efek samping yang pernah dilaporkan dari penggunaan mouth taping, termasuk rasa cemas saat mulut ditutup, rasa tidak nyaman atau kesulitan bernapas melalui hidung, iritasi pada atau sekitar mulut, rasa nyeri saat melepaskan lakban dari mulut, dan kesulitan tidur karena rasa tidak nyaman akibat penggunaan lakban atau bernapas melalui hidung.

Bahkan terdapat beberapa penelitian yang secara tegas memperingatkan adanya risiko kekurangan oksigen dalam darah (hipoksemia), gangguan penghantaran oksigen ke jantung dan otak, hingga mati lemas (asfiksia) pada kondisi adanya sumbatan hidung jika disertai penggunaan mouth taping.

Oleh karena bukti manfaat yang masih kurang, hingga saat ini belum ada asosiasi kedokteran apapun yang merekomendasi penggunaan mouth taping. Juga masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan manfaat tren ini.

Tren mouth taping yang sedang populer di media sosial ini banyak dikritik oleh para ahli, karena terlalu menyepelekan gangguan tidur yang kompleks serta dapat menunda diagnosis dan pengobatan yang tepat.

Para ahli merekomendasikan pengobatan yang memang sudah terbukti bermanfaat, seperti penggunaan mesin CPAP (pada pasien OSA), nasal strip (pada pasien dengan sumbatan hidung), dan lainnya.

Sebelum memutuskan untuk mengikuti tren ini, ada baiknya konsultasikan pada dokter dulu—apalagi bila Anda memiliki faktor risiko atau kondisi medis tertentu yang dapat menyebabkan OSA.

Jangan mudah ikut-ikutan tren apapun sebelum mencari tahu manfaat yang terbukti secara ilmiah dan risiko fatal yang mungkin dapat ditimbulkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Ketahui Bahaya Tersengat Lebah
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Ketahui Bahaya Tersengat Lebah
Health
Remaja 19 Tahun Alami Alzheimer, Kenali Gejalanya Sejak Dini
Remaja 19 Tahun Alami Alzheimer, Kenali Gejalanya Sejak Dini
Health
Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannyaâ€Ĥ
Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannyaâ€Ĥ
Health
Virus Hanta Bisa Menyebar dari Makanan dan Rumah Kotor, Ini Cara Menghindarinya
Virus Hanta Bisa Menyebar dari Makanan dan Rumah Kotor, Ini Cara Menghindarinya
Health
Jangan Anggap Sepele, Ini Gejala Infeksi Virus Hanta yang Dapat Menyerang Tubuh
Jangan Anggap Sepele, Ini Gejala Infeksi Virus Hanta yang Dapat Menyerang Tubuh
Health
Alat Tes Deteksi Dini Kanker Asal Jepang Tunjukkan Hasil Menjanjikan
Alat Tes Deteksi Dini Kanker Asal Jepang Tunjukkan Hasil Menjanjikan
Health
Pengapuran Lutut Apakah Harus Operasi? Ini Penjelasan Dokter...
Pengapuran Lutut Apakah Harus Operasi? Ini Penjelasan Dokter...
Health
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Apa Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Apa Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?
Health
Waspada Virus Hanta, Kemenkes Laporkan 8 Kasus di Indonesia
Waspada Virus Hanta, Kemenkes Laporkan 8 Kasus di Indonesia
Health
Miliuner India Sunjay Kapur Meninggal Usai Diduga Menelan Lebah
Miliuner India Sunjay Kapur Meninggal Usai Diduga Menelan Lebah
Health
Demam Mulai Turun Bukan Berarti Sembuh, Justru Fase Paling Mematikan DBD Bisa Dimulai
Demam Mulai Turun Bukan Berarti Sembuh, Justru Fase Paling Mematikan DBD Bisa Dimulai
Health
Demam Biasa Bisa Sembuh, Tapi Demam Berdarah Bisa Berujung Maut Bila Tak Ditangani
Demam Biasa Bisa Sembuh, Tapi Demam Berdarah Bisa Berujung Maut Bila Tak Ditangani
Health
Remaja 19 Tahun Diduga Alami Alzheimer, Kasus Termuda yang Pernah Dilaporkan
Remaja 19 Tahun Diduga Alami Alzheimer, Kasus Termuda yang Pernah Dilaporkan
Health
Alami Stevens Johnson Syndrome, Apakah Bahaya?
Alami Stevens Johnson Syndrome, Apakah Bahaya?
Health
Sakit Kulit Jokowi Dituding Stevens Johnson Syndrome, Kenali Ruam Khas Penyakit Iniâ€Ĥ
Sakit Kulit Jokowi Dituding Stevens Johnson Syndrome, Kenali Ruam Khas Penyakit Iniâ€Ĥ
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau