BELAKANGAN ini tren mouth taping sedang viral di media sosial. Tren menutup mulut menggunakan lakban saat tidur ini, diyakini dapat menghilangkan kebiasaan mendengkur, membiasakan diri bernapas melalui hidung (udara yang masuk diyakini lebih hangat, tersaring, dan lembab).
Selain itu, diyakini mengurangi keluhan-keluhan akibat bernapas dari mulut (mengurangi bau mulut, mulut kering, hingga gigi berlubang).
Ada juga yang meyakini bahwa mouth taping dapat mengubah struktur rahang dan dagu.
Namun, bila dilihat dari sisi medis, apakah tindakan mouth taping aman ataukah justru berbahaya?
Suara mendengkur dihasilkan dari getaran jaringan-jaringan lunak pada saluran napas atas selama tidur. Normalnya saat tidur, tonus otot berkurang, sehingga jaringan menjadi lebih rileks.
Ketika aliran udara melewati jaringan tersebut, terjadi getaran yang terdengar sebagai suara mendengkur.
Biasanya mendengkur terjadi selama menarik napas (inspirasi), namun dapat terjadi juga saat membuang napas (ekspirasi).
Baca juga: Warna Kulit Bukan Diagnosis Sosial
Fenomena mendengkur lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan wanita. Pada umumnya, mendengkur sesekali itu tidak berbahaya, tapi patut diwaspadai dan dicari tahu penyebabnya apabila terjadi secara terus-terusan.
Mendengkur merupakan salah satu gejala paling sering dari obstructive sleep apnea (OSA). Baik mendengkur dan OSA, keduanya sama-sama terjadi hambatan saluran napas atas, tapi letak perbedaannya terdapat pada derajat berat dan gangguan kesehatannya.
Pasien dengan OSA setidaknya memiliki minimal lima episode (tiap jam) henti napas atau napas yang dangkal selama tidur (minimal 10 detik per episodenya), disertai minimal satu gangguan di bawah ini:
Banyak penyebab yang memungkinkan terjadinya OSA, di antaranya:
Sedangkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya OSA, yakni obesitas, usia lanjut, jenis kelamin laki-laki, posisi tidur telentang, kehamilan, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, dan penggunaan obat-obatan hipnotik sedatif.
Standar baku untuk mendiagnosis OSA, yaitu dengan polisomnografi yang dilakukan selama tidur. Selama pemeriksaan, dilakukan pencatatan dan perekaman gelombang otak, gerakan bola mata, detak jantung, pernapasan, kadar oksigen, dan gerakan otot.
Baca juga: Mengungkap Fakta Ilmiah dari Mitos 10.000 Langkah
Apabila didiagnosis sebagai OSA, dapat dilakukan pengobatan dengan berbagai modalitas (tergantung penyebabnya), seperti:
Mendengkur dan OSA harus dapat dibedakan. B ila OSA tidak terdiagnosis dan diobati, OSA dapat mengakibatkan komplikasi yang fatal.
Komplikasi yang dapat timbul mulai dari depresi, kecelakaan terkait kurang tidur, gangguan belajar dan memori, demensia, tekanan darah tinggi, hingga gagal jantung kongestif, serangan jantung, gangguan irama jantung, dan bahkan stroke.
Faktanya, hingga saat ini hanya ada sedikit bukti mengenai manfaat mouth taping. Setidaknya ada dua penelitian skala kecil saja yang menyatakan terdapat sedikit perbaikan kondisi klinis pada penderita OSA derajat ringan—yang satu dengan mouth taping saja, yang satu dengan mouth taping disertai mandibular advancement device (MAD). Namun hasil tersebut tidaklah signifikan.
Pada penelitian-penelitian lainnya, tidak ditemukan adanya manfaat mouth taping terhadap OSA. Belum ada penelitian yang menyatakan mouth taping dapat memperbaiki struktur rahang ataupun wajah seperti yang diyakini di media sosial.
Baca juga: Penyebab Kematian Mendadak Saat Tidur
Bagaimana dengan keyakinan bahwa penggunaan mouth taping membuat udara yang masuk saluran napas diyakini lebih hangat, tersaring, dan lembab?
Pernyataan tersebut masuk akal untuk dipikirkan, terutama pada orang-orang dengan saluran napas yang hipersensitif terhadap alergen—seperti pada pasien asma.
Namun, faktanya dalam penelitian yang dilakukan Cooper (2009)—yang membandingkan 25 penderita asma yang menggunakan mouth taping dan 25 penderita asma yang tidak menggunakan mouth taping—tidak terbukti adanya perbaikan klinis pada subjek penelitian.
Efek samping yang pernah dilaporkan dari penggunaan mouth taping, termasuk rasa cemas saat mulut ditutup, rasa tidak nyaman atau kesulitan bernapas melalui hidung, iritasi pada atau sekitar mulut, rasa nyeri saat melepaskan lakban dari mulut, dan kesulitan tidur karena rasa tidak nyaman akibat penggunaan lakban atau bernapas melalui hidung.
Bahkan terdapat beberapa penelitian yang secara tegas memperingatkan adanya risiko kekurangan oksigen dalam darah (hipoksemia), gangguan penghantaran oksigen ke jantung dan otak, hingga mati lemas (asfiksia) pada kondisi adanya sumbatan hidung jika disertai penggunaan mouth taping.
Oleh karena bukti manfaat yang masih kurang, hingga saat ini belum ada asosiasi kedokteran apapun yang merekomendasi penggunaan mouth taping. Juga masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan manfaat tren ini.
Tren mouth taping yang sedang populer di media sosial ini banyak dikritik oleh para ahli, karena terlalu menyepelekan gangguan tidur yang kompleks serta dapat menunda diagnosis dan pengobatan yang tepat.
Para ahli merekomendasikan pengobatan yang memang sudah terbukti bermanfaat, seperti penggunaan mesin CPAP (pada pasien OSA), nasal strip (pada pasien dengan sumbatan hidung), dan lainnya.
Sebelum memutuskan untuk mengikuti tren ini, ada baiknya konsultasikan pada dokter dulu—apalagi bila Anda memiliki faktor risiko atau kondisi medis tertentu yang dapat menyebabkan OSA.
Jangan mudah ikut-ikutan tren apapun sebelum mencari tahu manfaat yang terbukti secara ilmiah dan risiko fatal yang mungkin dapat ditimbulkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.