Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Rokok Obat untuk Terapi Pernapasan Berisiko Picu Gangguan Paru, Ini Kata Dokter

Kompas.com - 11/06/2025, 16:00 WIB
Ria Apriani Kusumastuti

Penulis

KOMPAS.com - Rokok obat yang direbus seperti teh dan dihirup uapnya kini ramai diperbincangkan di media sosial. Metode ini disebut-sebut sebagai terapi alternatif untuk gangguan pernapasan.

Namun, menurut dr. Brigitta Devi Anindita, Sp.P, Dokter Spesialis Paru dari RS UNS, praktik tersebut justru berisiko bagi kesehatan, terutama bila dilakukan dalam jangka panjang.

Fenomena ini menarik perhatian setelah sejumlah unggahan viral menunjukkan seorang tokoh publik merebus isi rokok obat, lalu menghirup uap panas dari rebusan tersebut sebagai bentuk "pengobatan alami" dan kecantikan kulit.

Menanggapi hal ini, Brigitta menegaskan belum ada bukti ilmiah yang mendukung keamanan atau efektivitas metode tersebut.

Baca juga: Kemasan Rokok Terstandar, Cara Efektif Turunkan Konsumsi Tembakau

Rokok obat viral, dijadikan pengobatan alternatif

Belakangan, rokok obat yang biasanya dijual bebas di pasaran digunakan dengan cara yang tak lazim.

Bukan dibakar atau diisap seperti rokok biasa, batang rokok tersebut justru dibuka dan isinya direbus dalam air panas. Setelah itu, uap dari air rebusan dihirup langsung oleh pengguna.

Cara ini dianggap sebagai solusi alami dan praktis untuk meredakan masalah pernapasan dan salah satu prosedur kecantikan.

Namun, Brigitta mengingatkan bahwa hanya karena menggunakan bahan herbal, bukan berarti otomatis aman.

“Bahan medis juga ada yang berasal dari bahan alami, tetapi penggunaannya melalui proses penelitian panjang dan dosisnya diukur secara pasti,” jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/6/2025).

Baca juga: Berhenti Merokok Bisa Dimulai dari Mengurangi atau Menunda, Ini Kata Dokter

Risiko rokok obat yang direbus dan dihirup uapnya

Menghirup uap dari rebusan rokok obat secara rutin bisa menimbulkan risiko kesehatan, apalagi jika dilakukan tanpa pengawasan medis.

Brigitta menjelaskan bahwa paparan uap dari zat-zat yang belum diketahui secara pasti komposisinya bisa membahayakan saluran napas.

“Ya, berisiko bila terhirup dalam jangka waktu lama,” ujarnya.

Ia juga menegaskan, sampai saat ini belum ada penelitian terstruktur yang membuktikan bahwa metode tersebut aman dan efektif untuk terapi gangguan pernapasan.

Baca juga: Remaja dan Rokok Elektronik: Promosi Kian Masif, Pemerintah Soroti Bahayanya

Bahaya efek jangka panjang rokok obat

Selain risiko jangka pendek seperti iritasi pada saluran napas, kebiasaan menghirup uap dari rebusan rokok obat juga dikhawatirkan bisa memicu gangguan pernapasan kronis.

“Bahaya karena belum diketahui dampak jangka panjangnya,” kata Brigitta.

Zat aktif dari bahan-bahan dalam rokok obat—baik alami maupun sintetis—bisa saja berinteraksi di dalam tubuh dan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.

Tanpa adanya standar keamanan, dosis, dan cara penggunaan yang jelas, efek samping dalam jangka panjang tidak bisa diabaikan.

Menggunakan rokok obat yang direbus dan dihirup uapnya sebagai pengobatan alternatif mungkin terdengar alami dan mudah dilakukan.

Namun, tanpa landasan ilmiah dan pengawasan medis, cara ini justru berpotensi membahayakan kesehatan, khususnya organ pernapasan.

Masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam memilih metode pengobatan dan selalu berkonsultasi dengan tenaga medis yang kompeten.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Ketahui Bahaya Tersengat Lebah
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Ketahui Bahaya Tersengat Lebah
Health
Remaja 19 Tahun Alami Alzheimer, Kenali Gejalanya Sejak Dini
Remaja 19 Tahun Alami Alzheimer, Kenali Gejalanya Sejak Dini
Health
Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannya…
Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannya…
Health
Virus Hanta Bisa Menyebar dari Makanan dan Rumah Kotor, Ini Cara Menghindarinya
Virus Hanta Bisa Menyebar dari Makanan dan Rumah Kotor, Ini Cara Menghindarinya
Health
Jangan Anggap Sepele, Ini Gejala Infeksi Virus Hanta yang Dapat Menyerang Tubuh
Jangan Anggap Sepele, Ini Gejala Infeksi Virus Hanta yang Dapat Menyerang Tubuh
Health
Alat Tes Deteksi Dini Kanker Asal Jepang Tunjukkan Hasil Menjanjikan
Alat Tes Deteksi Dini Kanker Asal Jepang Tunjukkan Hasil Menjanjikan
Health
Pengapuran Lutut Apakah Harus Operasi? Ini Penjelasan Dokter...
Pengapuran Lutut Apakah Harus Operasi? Ini Penjelasan Dokter...
Health
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Apa Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?
Dari Sunjay Kapur Meninggal, Apa Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?
Health
Waspada Virus Hanta, Kemenkes Laporkan 8 Kasus di Indonesia
Waspada Virus Hanta, Kemenkes Laporkan 8 Kasus di Indonesia
Health
Miliuner India Sunjay Kapur Meninggal Usai Diduga Menelan Lebah
Miliuner India Sunjay Kapur Meninggal Usai Diduga Menelan Lebah
Health
Demam Mulai Turun Bukan Berarti Sembuh, Justru Fase Paling Mematikan DBD Bisa Dimulai
Demam Mulai Turun Bukan Berarti Sembuh, Justru Fase Paling Mematikan DBD Bisa Dimulai
Health
Demam Biasa Bisa Sembuh, Tapi Demam Berdarah Bisa Berujung Maut Bila Tak Ditangani
Demam Biasa Bisa Sembuh, Tapi Demam Berdarah Bisa Berujung Maut Bila Tak Ditangani
Health
Remaja 19 Tahun Diduga Alami Alzheimer, Kasus Termuda yang Pernah Dilaporkan
Remaja 19 Tahun Diduga Alami Alzheimer, Kasus Termuda yang Pernah Dilaporkan
Health
Alami Stevens Johnson Syndrome, Apakah Bahaya?
Alami Stevens Johnson Syndrome, Apakah Bahaya?
Health
Sakit Kulit Jokowi Dituding Stevens Johnson Syndrome, Kenali Ruam Khas Penyakit Ini…
Sakit Kulit Jokowi Dituding Stevens Johnson Syndrome, Kenali Ruam Khas Penyakit Ini…
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau