KOMPAS.com – Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D. mengingatkan pentingnya peran aktif orang tua dalam mengatur kegiatan anak selama masa libur sekolah agar tidak hanya terpaku pada layar gawai.
"Di masa liburan, seyogyanya orang tua berdialog dengan anak-anak terkait apa saja yang akan mereka lakukan. Liburan adalah kesempatan untuk memperkuat kualitas hubungan dalam keluarga," ujar Novi, seperti ditulis oleh Antara, Kamis (26/6/2025).
Menurutnya, masa liburan merupakan momen penting untuk memperkuat hubungan dalam keluarga melalui kegiatan yang sederhana namun bermakna.
Baca juga: Jam Malam Anak di Surabaya Mulai Berlaku, Studi Ungkap Dampaknya untuk Kesehatan
Beberapa aktivitas yang disarankan antara lain memasak makanan baru bersama, menonton film, berolahraga, memancing, mendaki gunung, hingga bertamasya.
Novi menjelaskan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya mempererat ikatan emosional, tetapi juga menjadi wadah anak melatih keterampilan sosial secara langsung.
Ia juga menyarankan agar anak diberikan ruang untuk menekuni minat atau hobinya, misalnya dengan mengikuti kelas memanah, musik, atau olahraga.
Selain itu, liburan juga bisa dimanfaatkan sebagai waktu bagi anak tinggal bersama keluarga besar seperti kakek, nenek, atau sepupu.
Menurut Novi, hal ini penting agar anak-anak belajar tentang nilai sosial yang berbeda dan melatih kemampuan mereka dalam berinteraksi secara fleksibel.
"Anak-anak juga bisa diajak melakukan kegiatan sosial. Hal ini akan memperluas wawasan dan empati mereka terhadap lingkungan," katanya.
Terkait penggunaan gawai, Novi menekankan perlunya kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.
Ia menyarankan agar durasi maksimal penggunaan gawai selama liburan tidak lebih dari tiga jam per hari.
Baca juga: Kebijakan Jam Malam Anak di Surabaya Dinilai Positif untuk Kesehatan Remaja
Ia mengingatkan bahwa penggunaan gawai berlebihan dapat memicu kondisi bernama Brain Rot, yaitu penurunan fungsi otak secara perlahan akibat paparan layar yang berlebihan.
"Secara fisik, anak jadi kurang bergerak, rentan mengalami masalah mata seperti miopi, gangguan tulang belakang, hingga obesitas dan risiko penyakit jantung," jelas Novi.
Tak hanya itu, dampak negatif juga terjadi secara kognitif, di mana anak bisa mengalami penurunan fokus, kreativitas, dan kemampuan pemecahan masalah, serta menjadi kurang termotivasi untuk berpikir.
Secara emosional dan sosial, anak juga berisiko menjadi lebih mudah cemas, mudah tersinggung, dan enggan bersosialisasi.
Sebagai solusi, Novi menyarankan agar anak membuat jurnal liburan yang ditulis tangan.
Selain melatih keterampilan sensorik dan motorik, kegiatan ini membantu menumbuhkan kemampuan refleksi dan berpikir kritis.
Novi pun menekankan kembali bahwa liburan seharusnya menjadi ruang untuk mengembangkan diri dan memperkuat hubungan sosial.
"Momen liburan seharusnya menjadi ruang untuk mengembangkan diri dan memperkuat hubungan sosial, bukan waktu pasif yang dihabiskan di depan layar," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.