Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noerolandra Dwi S
Surveior FKTP Kemenkes

Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes

Panjang Urusan Cek Kesehatan Gratis

Kompas.com - 01/07/2025, 10:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

CEK kesehatan gratis yang dijalankan mulai awal februari 2025, telah berjalan dan memberikan hasil. Cek kesehatan ini berjalan serentak di 10.200 puskesmas dan layanan primer klinik secara berjenjang.

Setelah empat bulan berjalan, tak kurang delapan juta orang telah memanfaatkan program pemeriksaan ini.

Capaian rata-rata harian belum mencapai target 300.000 jiwa tiap hari. Hal ini karena kesiapan fasyankes dan akses masyarakat tidak sama.

Dari pemanfaatan delapan juta yang datang gambaran masalah kesehatan terdeteksi berdasarkan data laporan. Pada usia bayi masalah jantung bawaan, balita persoalan kesehatan gigi, dan usia dewasa soal hipertensi, obesitas, diabetes, dan stroke.

Hipertensi, obesitas, dan diabetes menjadi faktor risiko utama penyakit jantung dan stroke. Diketahui penyakit jantung dan stroke merupakan penyebab kematian nomor satu dan nomor dua di Indonesia.

Setelah cek kesehatan gratis apa yang dapat dilakukan? Mereka yang terdeteksi mempunyai faktor risiko akan menerima panduan hidup sehat sebagai promotif preventif.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

Baca juga: Menyibak Masa Depan Rawat Inap Standar di Rumah Sakit

 

Sedang yang membutuhkan pelayanan medis akan mendapatkan pelayanan sesuai layanan primer dan layanan lanjutan di rumah sakit.

Melihat keterbatasan fasyankes primer yang tersebar di pelosok, dengan SDM nakes dan sarana prasarana yang terbatas, maka hasil cek kesehatan gratis sampai dengan bulan Juni 2025 belum menggambarkan profil masalah kesehatan sebenarnya.

Ketersediaan tenaga kesehatan terlatih, fasilitas alat kesehatan, dan akses yang bermasalah menjadikan hasil cek kesehatan gratis bersifat sementara dan bisa terus berkembang dinamis.

Belum lagi ada kenyataan tenaga kesehatan kewalahan dan hasil yang tidak segera dapat ditindaklanjuti. Maka program cek kesehatan gratis bisa panjang urusannya dimata masyarakat.

Cek kesehatan gratis membutuhkan perubahan sistem layanan dan fasyankes sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan.

Cek kesehatan gratis merupakan kegiatan deteksi dini atau screening dalam menemukan faktor risiko penyakit seperti hipertensi, diabetes, kolesterol, asam urat, hingga kanker secara dini.

Dengan pendekatan upaya promotif preventif, maka cek kesehatan gratis membuat masalah kesehatan di Indonesia lebih ringan dan hemat. BPJS Kesehatan tidak terbebani pembiayaan kuratif rehabilitatif yang cukup membebani di luar kemampuan.

Cek kesehatan gratis kiranya tidak cukup hanya dengan satu kali tes massal dan selesai. Kegiatan membutuhkan kesinambungan, cek kesehatan ulang, pelacakan hasil, edukasi dan sistem rujukan yang harus berjalan dengan baik.

Baca juga: Masalah Peserta Non-Aktif BPJS Kesehatan

Jika keterbatasan demikian terjadi berulang tanpa terdapat penyelesaian, maka tidak hanya hasilnya yang belum menggambarkan profil kesehatan masyarakat sesungguhnya, juga kesinambungan penanganan lebih lanjut menimbulkan masalah baru di sistem layanan kesehatan.

Persoalan fasilitas dan alat kesehatan tes dalam skrining terbatas, serta tenaga kesehatan tidak sebanding dengan jumlah target sasaran.

Kehabisan alat tes kolesterol, asam urat dan diabetes kerap kali ditemukan. Dapat terjadi masyarakat belum diperiksa atau diperiksa dengan hasil tidak lengkap sehingga tidak ditemukan faktor risiko.

Petugas kesehatan memberikan banyak pelayanan di puskesmas atau klinik pada waktu pemeriksaan kesehatan gratis. Menjelaskan hasil pemeriksaan tidak bisa sepintas dan edukasi membutuhkan waktu.

Bagaimana tindaklanjut atau tindakan rujukan ke layanan medis sering tidak terjawab dan hasil pemeriksaan tersimpan menjadi data rekam medis.

Hasil cek kesehatan harus terintegrasi dalam sistem informasi kesehatan nasional. Di banyak tempat hal demikian masih kesulitan.

Data yang masuk sangat berharga untuk melihat tren penyakit, faktor risiko, dan perencanaan pembangunan kesehatan. Tanpa pendataan sistematis, hasil cek kesehatan gratis tidak bisa dimanfaatkan sebagai gambaran epidemiologis yang bermakna.

Baca juga: Paradoks Rokok

Upaya tindak lanjut hasil pemantauan faktor risiko harus berjalan sesuai standar. Penderita faktor risiko utama perlu panduan dan pendampingan petugas kesehatan/kader.

Selanjutnya berdasarkan faktor risiko bisa jadi dirujuk ke puskesmas atau ke rumah sakit untuk pengobatan.

Sumber daya dalam program cek kesehatan gratis harus dipersiapkan dengan matang. Mumpung baru berjalan empat bulan, terlebih bulan juli 2025 akan menjangkau anak di 200.000 sekolah, dengan target 50 juta setiap bulan.

Perlu persiapan alat medis, tenaga, logistik dan anggaran operasional. Jika kekurangan pada tahap awal tidak diselesaikan, maka sesungguhnya kualitas pemeriksaan cek kesehatan gratis menjadi berkurang secara epidemiologis.

Jangan sampai cek kesehatan gratis menjadi parsial sesuai sarana prasarana yang tersedia, tidak dapat mendeteksi faktor risiko penyakit langka, dengan tindak lanjut yang memiliki akses terbatas.

Antusiasme masyarakat yang datang harus dijawab dengan kesiapan layanan primer yang mumpuni.

Melihat epidemiologis penyakit tidak menular di Indonesia, cek kesehatan gratis diperlukan di negara berkembang seperti Indonesia. Masyarakat kita belum menyadari pentingnya deteksi dini faktor risiko penyakit. Dorongan afirmasi pemerintah menentukan.

Hal yang perlu diperhatikan adalah segmentasi prioritas, sumber daya yang tersedia, kegiatan yang terintegrasi sistem informasi kesehatan nasional, edukasi dan rujukan, serta monitoring dan evaluasi secara berkala untuk melihat tindak lanjut dan perubahan status kesehatan masyarakat.

Tidak semua masyarakat diperiksa sekaligus secara massal. Terdapat kelompok usia risiko dan wilayah dengan prevalensi tinggi penyakit tidak menular.

Kemudian persiapan alat, tenaga dan logistik yang mencukupi. Kiranya tidak perlu mengejar kuantitas jika kualitas pelayanan tidak bisa dijamin.

Ditargetkan lima tahun kedepan lebih 200 juta penduduk Indonesia tercakup pemeriksaan cek kesehatan gratis di layanan primer.

Perlu diingat, di samping transisi epidemiologis penyakit tidak menular katastropik, kita masih berhadapan dengan persoalan penyakit menular kronis yang masih menghantui mengancam nyawa semacam TBC, dan HIV-AIDS.

Dulu terdapat Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) yang menjangkau seluruh keluarga di Indonesia.

Dengan PIS PK profil masalah kesehatan keluarga Indonesia dapat diketahui, kemudian ditindaklanjuti dengan pelayanan oleh fasyankes terdekat (puskesmas).

PIS-PK menjadi program ideal yang kesinambungannya dipertanyakan karena besarnya sumber daya yang terlibat pelaksanaan.

Cek kesehatan gratis juga merupakan program ideal karena menyasar seluruh populasi sesuai siklus hidup. Semoga kita tidak kehabisan nafas karena yang bersifat massal gempita di awal, tapi jadi panjang urusannya di tahap selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau