KOMPAS.com - Penggunaan cat kuku gel, akrilik, hingga teknik nail art yang kian populer dinilai dapat menimbulkan sejumlah masalah kesehatan kuku jika dilakukan terlalu sering. Risiko mulai dari kuku rapuh, infeksi jamur, hingga reaksi alergi bisa muncul tanpa disadari.
Bahkan, penggunaan lampu LED saat mengeringkan cat kuku berpotensi meningkatkan risiko penuaan dini dan kanker kulit akibat paparan sinar UVA.
Karena itu, penting bagi masyarakat memahami dampak jangka panjang dari perawatan kuku yang tampak sepele ini.
Berikut penjelasan dokter spesialis kulit dan kelamin, dr. Arieffah, Sp.KK, mengenai efek nail art terhadap kesehatan kuku dan cara menjaga kuku tetap sehat.
Baca juga: Gejala Kuku Cantengan yang Perlu Diwaspadai
Dalam dunia kecantikan, nail art telah menjadi bagian dari gaya hidup yang digemari berbagai kalangan.
Dari cat kuku konvensional hingga gel polish semipermanen, pilihan ragam teknik terus berkembang.
Namun menurut dokter spesialis kulit dan kelamin, dr. Arieffah, Sp.KK, prosedur nail art yang dilakukan berulang kali tanpa jeda justru berisiko merusak kesehatan kuku.
"Gel polish memang lebih tahan lama dibanding cat kuku konvensional, tetapi durasi oklusi yang panjang dapat membuat kuku menjadi rapuh, kering, bahkan berubah warna," kata Arieffah saat diwawancarai Kompas.com, Rabu (25/6/2025).
Ia menjelaskan, bahan seperti acrylates dalam gel polish juga berisiko memicu alergi dan iritasi.
Selain itu, proses pengeringan dengan lampu LED yang memancarkan sinar UVA juga perlu diwaspadai karena berkaitan dengan risiko penuaan dini hingga kanker kulit, tergantung dari frekuensi dan durasi paparan.
Baca juga: Kuku Cantengan: Penyebab dan Pengobatan
Selain alergi dan kuku rapuh, risiko lainnya termasuk iritasi saluran pernapasan akibat paparan bahan kimia dalam cat kuku.
"Paparan bahan seperti polimer dan silika juga bisa memicu batuk kronis dan radang paru," ungkap Arieffah.
Infeksi jamur dan bakteri pun rentan terjadi, apalagi jika alat manicure tidak steril. Jenis infeksi seperti onikomikosis dan infeksi Pseudomonas sp. bisa menyebabkan kuku berubah warna kehijauan.
Proses mendorong kutikula yang terlalu agresif juga disebut dapat merusak lapisan pelindung kuku, meningkatkan risiko infeksi.
Penggunaan aseton secara berulang juga tidak aman.
"Aseton bisa membuat kulit sekitar kuku kering, merusak lapisan kuku, bahkan menimbulkan dermatitis kontak jika terlalu sering digunakan," ujarnya.
Baca juga: Kuku Cantengan Bisa Berbahaya, Kok Bisa?
Arieffah menyebutkan beberapa gejala kerusakan kuku yang perlu diperhatikan, seperti:
Sebaliknya, kuku yang sehat tampak lembut, fleksibel, bersinar alami, dan memiliki warna merah muda merata dengan ujung putih bersih.
Baca juga: Apakah Kuku Cantengan Perlu Dioperasi?
Meski nail art tidak dilarang, Arieffah menyarankan agar masyarakat memberi waktu istirahat bagi kuku.
"Gel polish bisa dilakukan setiap 2-3 minggu, tapi setelah dua hingga tiga kali pemakaian, beri jeda selama 1-2 minggu," jelasnya.
Bila nail art dilakukan terus menerus selama 3-4 minggu, ia menyarankan masa istirahat 3-7 hari untuk menghindari kuku menguning dan rapuh.
Langkah pencegahan lain yang bisa dilakukan, yakni:
Nail art memang dapat mempercantik penampilan, namun kesehatan kuku harus tetap menjadi prioritas.
Mengabaikan jeda dan frekuensi pemakaian bisa berujung pada masalah serius seperti infeksi, alergi, hingga kerusakan kuku permanen.
Mengikuti anjuran dokter dan memperhatikan tanda-tanda kerusakan sejak dini menjadi langkah penting agar kuku tetap sehat meski sering berganti warna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.