KOMPAS.com – Burnout bukan sekadar kelelahan biasa, melainkan kondisi serius akibat stres kronis yang dapat menyebabkan kelelahan emosional, hilangnya motivasi, hingga perubahan fungsi otak.
Masalahnya, banyak gejala awal burnout yang kerap tidak disadari karena mirip dengan rasa lelah harian.
Menurut Dr. Marjorie Jenkins, Chief Clinical Officer di perusahaan teknologi kesehatan Incora Health, burnout memiliki dampak yang jauh lebih dalam.
“Burnout membuat kita mempertanyakan tujuan hidup, kehilangan motivasi, dan menghancurkan kesehatan emosional. Pada dasarnya, kita kehilangan jati diri,” ujarnya, seperti dikutip dari Time Magazine.
Baca juga: Jangan Anggap Lelah Biasa, Ini Bedanya dengan Burnout yang Mengubah Otak
Burnout tidak selalu muncul dengan tanda-tanda yang mencolok. Justru, banyak gejalanya yang tampak sepele dan sering diabaikan karena dianggap sebagai bagian dari rutinitas sibuk.
Beberapa gejala awal burnout meliputi:
“Burnout bisa membuat seseorang tampak tetap berfungsi di luar, tapi secara emosional benar-benar kelelahan di dalam,” kata Thea Gallagher, psikolog klinis di NYU Langone Health.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Burnout, Penyebab, Ciri-ciri, dan Cara Mengatasinya
Burnout bukan sekadar kondisi psikologis.
Studi tahun 2014 yang dimuat di jurnal PLOS ONE menunjukkan bahwa individu yang mengalami burnout akibat pekerjaan memiliki volume materi abu-abu lebih rendah di bagian otak yang mengatur emosi dan pengambilan keputusan.
Penelitian lain dalam jurnal Neuropsychopharmacology juga menemukan bahwa bagian otak bernama amigdala yang bertugas memproses stres bisa menjadi terlalu aktif.
Hal ini menyebabkan reaksi emosional berlebihan bahkan setelah pemicu stres hilang.
Baca juga: 8 Cara Mengatasi Burnout, Kelelahan Mental dan Fisik karena Pekerjaan
Siapa pun bisa mengalami burnout.
Namun, beberapa kelompok cenderung lebih rentan, seperti tenaga kesehatan, guru, pekerja sosial, caregiver, perempuan, dan pekerja jarak jauh yang sulit membatasi waktu kerja.
Perfeksionis dan individu dengan kecenderungan menyenangkan orang lain (people-pleaser) juga berisiko tinggi.
“Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka sudah melewati batas hingga akhirnya benar-benar jatuh,” kata Gallagher.
Baca juga: Apakah Burnout dan Stres Sama? Berikut 3 Perbedaannya
Mengabaikan tanda-tanda burnout bisa berdampak jangka panjang. Karena itu, mengenali gejalanya sejak awal menjadi langkah penting untuk pencegahan.
“Tubuh kita butuh istirahat, tidak peduli seberapa kuat atau sukses kita,” kata Jenkins. “Setelah cukup beristirahat, kita bisa kembali merasa bertenaga dan menjalani hidup dengan lebih seimbang.”
Gallagher menambahkan, langkah sederhana seperti membuat batasan kerja, mengambil jeda setiap 90 menit, berolahraga ringan, dan menjaga kualitas tidur dapat membantu mencegah burnout berkembang lebih jauh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.