Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yogyakarta Waspada Leptospirosis: 18 Kasus dengan 5 Meninggal Januari-Juni

Kompas.com - 06/07/2025, 15:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat sejak Januari sampai akhir Juni 2025 ada 18 kasus leptospirosis dengan 5 di antaranya meninggal.

Dikutip dari laman berita Pemerintah Kota Yogyakarta pada Senin (30/6/2025), Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Lana Unwanah mengatakan bahwa kasus leptospirosis terutama yang sampai meninggal dunia karena pasien terlambat deteksi dini dan mengakses layanan kesehatan.

“Memang saat awal terinfeksi gejalanya tidak terlalu spesifik. Mirip-mirip dengan gejala infeksi bakteri atau virus lainnya, sehingga seringkali masyarakat atau pasien terlambat mengakses layanan kesehatan,” ujar Lana.

Untuk mencegah kasusnya meningkat, mengatakan pihak institusi sudah membuat surat edaran (SE) kewaspadaan Leptospirosis.

Lana berharap melalui SE masyarakat bisa meningkatkan kewaspadaan terhadap leptospirosis, dengan meningkatkan upaya deteksi, pencegahan, dan pengendalian penyakit zoonosis ini.

Terkait hal itu, masyarakat luas perlu mengetahui lebih lanjut tentang leptospirosis.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

Berikut artikel ini akan mengulasnya mengenai pengertian, penyebab, gejala, serta cara mencegah leptospirosis.

Baca juga: Kenali Apa Itu Leptospirosis, Penyebab, dan Gejalanya

Apa itu leptospirosis?

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang diduga paling luas penyebarannya di dunia, di beberapa negara di dunia dikenal dengan istilah “demam urine tikus”.

Merujuk catatan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), leptospirosis tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan kejadian tahunan sebesar 1,03 juta kasus dan 58.900 kematian.

Kasus leptospirosis yang tinggi ditemukan di negara dengan iklim tropis dan sub-tropis, khususnya di negara-negara kepulauan dengan curah hujan dan potensi banjir yang tinggi.

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri bernama Leptospira, yang bisa menjangkit hewan dan manusia.

Di Indonesia, tikus adalah sumber utama pembawa bakteri Leptospira dan menyebabkan penyakit leptospirosis.

Jenis tikus yang umum menularkannya adalah Suncus murinus, Mus muscullus, Rattus novergicus, dan Bandadicota indica.

Binatang lain yang bisa menularkan leptospirosis ke manusia adalah anjing, babi, sapi, dan kambing.

Binatang-binatang itu bisa menularkan leptospirosis kepada manusia melalui urine mereka yang terkena mukosa (seperti hidung, mulut, saluran pencernaan, dan saluran reproduksi) dan luka terbuka di tubuh seseorang.

Infeksi bakteri Leptospira biasa terjadi dengan kontak langsung atau melalui kontak dengan air yang tercemar urine tikus atau binatang pembawa lainnya.

Contohnya, di sungai, danau, selokan, lumpur, dan air banjir.

Menurut Kemenkes RI, ada beberapa wilayah di Indonesia yang dicatat sebagai daerah endemis leptospirosis, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Maluku, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kepulauan Riau dan Bali.

Baca juga: Apakah Infeksi karena Gigitan Tikus Bisa Diobati?

Apa saja gejala leptospirosis?

Banyak provinsi yang telah menjadi daerah endemis leptospirosis, ditambah Yogyakarta sedang mewaspadai penyakit ini, sehingga penting untuk mengetahui gejalanya.

Gejala leptospirosis bisa berupa:

  • Demam yang bisa mencapai 38 Celcius atau lebih
  • Sakit kepala
  • Nyeri otot, khususnya di daerah betis, paha
  • Mata dan kulit kekuningan
  • Selaput putih mata memerah dan iritasi
  • Diare

Selain itu, gejala leptospirosis yang lain adalah pembesaran pada hati dan limba, kemudian muncul tanda-tanda kerusakan ginjal.

Penyakit ini memiliki masa inkubasi antara 2-30 hari, tetapi rata-rata berlangsung 7-10 hari.

Baca juga: Di Rumah Ada Tikus? Waspadai Penyakit Ini jika Tergigit

Bagaimana cara mencegah leptospirosis?

Ada beberapa cara yang direkomendasikan untuk mencegah penyebaran leptospirosis di beberapa momen.

Mengurangi risiko terkena leptospirosis

  • Jangan berenang atau melewati genangan air yang berpotensi besar telah terkontaminasi urine hewan, terutama setelah badai, banjir, atau hujan lebat;
  • Menghindari kontak dengan hewan yang mungkin terinfeksi;
  • Menutup luka atau goresan dengan perban antiair;
  • Kenakan pakaian dan sepatu bot antiair di saat banjir atau masuk ke dalam air yang mungkin terkontaminasi urine hewan;

Sebelum melakukan kegiatan rekreasi air di alam terbuka, disarankan untuk memperhatikan luka terbuka yang kamu miliki. Sangat penting untuk menutupnya dengan plester antiair.

Mencegah leptospirosis di tempat kerja

Beberapa kelompok orang lebih berisiko tertular leptospirosis, seperti dokter hewan, staf dokter, peternak hewan, pengawas hewan, pekerja rumah potong, petugas pembuangan limbah, petugas tanggap darurat, dan prajurit militer.

Untuk mencegah leptospirosis di tempat kerja, hal-hal ini penting dilakukan:

  • Cuci tangan sesering mungkin
  • Gunakan alat pelindung diri, meliputi sarung tangan, alas kaki, dan pelindung mata
  • Bersihkan dan disinfeksi permukaan dan perlatan kerja
  • Vaksinasi hewan terhadap leptospirosis, dan isolasi hewan yang sakit
  • Kendalikan populasi hewan pengerat di sekitar area kerja

Dengan mengenali gejala dan cara pencegahan leptospirosis, diharapkan masyarakat dapat mendeteksi dini dan melindungi diri dari infeksi penyakit zoonosis ini.

Disclaimer: Artikel ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak dimaksudkan untuk menawarkan nasihat medis.

Referensi:
“Pemkot Yogya Waspadai Leptospirosis dan Hantavirus, Ajak Warga Pola Hidup Bersih Sehat”. Pemerintah Kota Yogyakarta. Diakses Juli 2025.
“Waspadai Musim Hujan dan Banjir!!! Leptospirosis Diam-diam Mematikan” Ayo Sehat Kementerian Kesehatan RI. Diakses Juli 2025.
“About Leptospirosis”. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Diakses Juli 2025.

Baca juga: Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannya…

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau