Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemkab Lumajang Imbau Warga Waspada Leptospirosis, Apa Gejala dan Langkah Pencegahannya?

Kompas.com - 06/07/2025, 18:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang, Jawa Timur, mengimbau seluruh warga waspada akan penyakit leptospirosis yang biasanya meningkat saat musim pancaroba.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Kabupaten Lumajang Marshall Trihandono menyebutkan data terbaru kasus leptospirosis di Lumajang sejak Januari hingga awal Juli 2025 ada sebanyak 22 kasus.

Mengutip Antara pada Rabu (2/7/2025), Marshall mengatakan bahwa semua kasus leptospirosis berhasil sembuh.

Meski begitu, ia mengkhawatirkan penyakit ini bisa mengalami tren peningkatan kasus, sehingga tetap menjadi perhatian serius Pemkab Lumajang.

"Pemerintah hadir bukan hanya saat mengobati, tapi juga dalam upaya pencegahan. Kami terus mendorong literasi kesehatan agar masyarakat memahami bahaya leptospirosis dan cara menghindarinya," ujarnya.

Baca juga: Yogyakarta Waspada Leptospirosis: 18 Kasus dengan 5 Meninggal Januari-Juni

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

Ia menjelaskan bahwa bakteri penyebab leptospirosis menyebar melalui air tercemar urine hewan, utamanya tikus.

Oleh karena itu, ia memperingatkan para warga untuk menggunakan sepatu boot dan sarung tangan karet saat melakukan aktivitas di lingkungan lembab dan digenangi air.

“Melalui berbagai kanal komunikasi publik, Pemkab Lumajang terus mengimbau warga untuk menjaga kebersihan lingkungan, menghindari genangan air saat beraktivitas, dan menggunakan alat pelindung diri (APD) saat bekerja di area berisiko," terangnya.

Menurutnya, leptospirosis merupakan masalah kesehatan bersama dalam menjaga lingkungan yang sehat dan aman, sehingga sosialisasi mengenai risiko penyakit melalui komunitas sangat penting untuk diperkuat.

“Penyakit itu bisa dicegah, jika warga memahami pola penularan dan melakukan langkah perlindungan sejak awal. Di sanalah pentingnya peran bersama antara pemerintah dan masyarakat,” terangnya.

Terkait seruan waspada dari Pemkab Lumajang, masyarakat Indonesia secara luas penting juga untuk mengenali tentang penyakit leptospirosis.

Hal ini karena merujuk Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), leptospirosis telah menjadi penyakit endemi di banyak provinsi di Indonesia, meliputi Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Maluku, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kepulauan Riau dan Bali.

Itu artinya, ketika faktor risiko di lingkungan meningkat, tingkat penularan penyakit ini juga akan semakin tinggi.

Berikut artikel ini akan mengulas lebih lanjut mengenai leptospirosis, mulai dari pengertian, cara penularan, gejala, serta cara pencegahannya.

Baca juga: Apakah Infeksi karena Gigitan Tikus Bisa Diobati?

Apa itu leptospirosis?

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri berbentuk spiral dari genus Leptospira yang patogen.

Leptospira dapat ditemukan di air atau tanah yang terkontaminasi.

Penyakit ini menyerang berbagai jenis hewan dan manusia.

Tanpa pengobatan, leptospirosis pada manusia dapat menyebabkan kerusakan ginjal, meningitis (radang selaput di sekitar otak dan sumsum tulang belakang), gagal hati, kesulitan bernapas, dan bahkan kematian.

Leptospirosis diduga sebagai penyakit zoonosis paling luas penyebarannya di dunia, yang di beberapa negara di dunia menyebutnya sebagai “demam urine tikus”.

Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, dengan perkiraan kejadian tahunan sebanyak 1,03 juta kasus dan 58.900 kematian.

Kejadian terbanyak ditemukan di negara dengan iklim tropis dan sub-tropis, khususnya di negara-negara kepulauan dengan curah hujan dan potensi banjir yang tinggi, seperti Indonesia.

Baca juga: Kenali Apa Itu Leptospirosis, Penyebab, dan Gejalanya

Bagaimana pola penularan leptospirosis?

Leptospirosis ditularkan melalui urine binatang yang mengandung bakteri Leptospira.

Di Indonesia, binatang yang paling umum mengandung bakteri Leptospira adalah tikus, yang meliputi jenis Suncus murinus, Mus musculus, Rattus norvegicus, dan Bandicota indica.

Selain tikus, binatang lainnya yang juga bisa membawa bakteri Leptospira dalam urinenya adalah anjing, babi, sapi, dan kambing.

Setelah urine binatang yang sudah terkontaminasi masuk ke air atau tanah, bakteri itu bisa bertahan hidup di sana selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

Manusia bisa terinfeksi bakteri Leptospira melalui beberapa pola penularan, yaitu:

  • Kontak dengan air atau tanah yang mengandung urine atau cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi, terutama setelah badai, banjir, atau hujan lebat;
  • Menyentuh langsung cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi;
  • Mengonsumsi makanan atau air minum yang terkontaminasi urine hewan yang terinfeksi.

Adapun aktivitas tertentu membuat seseorang berisiko mengalami penyakit leptospirosis, seperti:

  • Rekreasi air, seperti renang, kayak, kano, atau arung jeram di sungai, rawa, atau anak sungai;
  • Mendaki atau berburu;
  • Berkebun, mengerjakan pekarangan, membersihkan dan melakukan pemeliharaan luar ruangan;
  • Memiliki pekerjaan, seperti bekerja di klinik hewan, peternakan sapi perah, atau pemotongan hewan.

Selain itu, seseorang yang tinggal di pinggir jalan, tempat penampungan, atau fasilitas lain yang banyak penghuninya, juga meningkatkan risiko penularan leptospirosis.

Baca juga: Di Rumah Ada Tikus? Waspadai Penyakit Ini jika Tergigit

Apa saja gejala leptospirosis?

Jika seseorang telah terinfeksi bakteri penyebab Leptospirosis, gejala umum yang bisa muncul meliputi:

  • Demam yang bisa mencapai 38 Celcius atau lebih
  • Sakit kepala
  • Badan lemah
  • Nyeri otot, khususnya di daerah betis dan paha hingga kesulitan berjalan
  • Mata dan kulit kekuningan
  • Selaput putih mata memerah dan iritasi
  • Diare

Selain itu, leptospirosis juga bisa menyebabkan munculnya gejala, seperti pembesaran pada hati dan limba, serta muncul tanda-tanda kerusakan ginjal.

Umumnya, leptospirosis membutuhkan waktu 2-30 hari dari seseorang terinfeksi hingga muncul gejala (masa inkubasi).

Namun, rata-rata masa inkubasi penderitanya berlangsung 7-10 hari.

Seseorang perlu segera periksa ke dokter, jika menunjukkan beberapa gejala seperti di atas dan memiliki beberapa faktor risikonya.

Tanpa pengobatan, pemulihan penyakit leptospirosis mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk penyembuhan.

Bahkan tanpa pengobatan, penyakit ini bisa menyebabkan kematian karena telah terjadi kerusakan ginjal, meningitis (radang selaput di sekitar otak dan sumsum tulang belakang), gagal hati, dan kesulitan bernapas.

Baca juga: Virus Hanta yang Ditemukan di Indonesia Bahaya atau Tidak? Ini Penjelasannya…

Bagaimana cara mencegah leptospirosis?

Merujuk Kemenkes RI, masyarakat perlu melakukan langkah-langkah ini untuk pencegahan leptospirosis:

  • Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);
  • Menjaga kebersihan lingkungan, melakukan pemberantasan sarang tikus;
  • Segera mengunjungi Puskesmas/Rumah Sakit bila mengalami gejala leptospirosis.

Lebih lanjut, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyarankan langkah-langkah ini untuk mencegah leptospirosis:

  • Jangan berenang atau melewati genangan air yang berpotensi besar telah terkontaminasi urine hewan, terutama setelah badai, banjir, atau hujan lebat;
  • Menghindari kontak dengan hewan yang mungkin terinfeksi;
  • Menutup luka atau goresan dengan perban antiair;
  • Kenakan pakaian dan sepatu bot antiair di saat banjir atau masuk ke dalam air yang mungkin terkontaminasi urine hewan.

Untuk melakukan kegiatan rekreasi air di alam terbuka, disarankan untuk segera menutup luka sebelum mulai beraktivitas.

Beberapa kelompok orang lebih berisiko tertular leptospirosis, seperti dokter hewan, staf dokter, peternak hewan, pengawas hewan, pekerja rumah potong, petugas pembuangan limbah, petugas tanggap darurat, dan prajurit militer.

Bagi mereka, ada beberapa hal yang disarankan untuk mencegah leptospirosis, yaitu:

  • Cuci tangan sesering mungkin
  • Gunakan alat pelindung diri, meliputi sarung tangan, alas kaki, dan pelindung mata
  • Bersihkan dan disinfeksi permukaan dan perlatan kerja
  • Vaksinasi hewan terhadap leptospirosis, dan isolasi hewan yang sakit
  • Kendalikan populasi hewan pengerat di sekitar area kerja

Leptospirosis masih menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat dengan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa wilayah di Indonesia, berkaitan dengan keberadaan faktor risiko yaitu tingginya populasi tikus (rodent) sebagai reservoar leptospirosis, buruknya sanitasi lingkungan, serta semakin meluasnya daerah banjir di Indonesia.

Oleh karena itu, tidak hanya warga Lumajang yang perlu memperhatikan langkah-langkah pencegahan leptospirosis, melainkan seluruh masyarakat secara umum.

Disclaimer: Artikel ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak dimaksudkan untuk menawarkan nasihat medis.

Referensi:
“Pemkab Lumajang imbau warga waspada penyakit leptospirosis”. Antara. Diakses Juli 2025.
“Waspadai Musim Hujan dan Banjir!!! Leptospirosis Diam-diam Mematikan” Ayo Sehat Kementerian Kesehatan RI. Diakses Juli 2025.
“About Leptospirosis”. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Diakses Juli 2025.

Baca juga: Kasus Virus Hanta Telah Terdeteksi di 4 Provinsi, Waspadai Ini Cara Penularannya…

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau