KOMPAS.com - Seorang pria asal Iran berusia 27 tahun mengalami komplikasi serius akibat leptospirosis.
Leptospirosis berat membuatnya mengalami komplikasi berupa rhabdomyolysis masif dan gagal ginjal akut.
Milad Badri, Negar Sheikhdavoodi, dkk., melaporkan hal ini termasuk kasus langka terkait leptospirosis.
Laporan Milad dkk dipublikasikan dalam Journal of Medical Case Reports edisi 4 Juli 2025.
Berikut artikel ini akan mengulas lebih lanjut tentang kasus leptospirosis langka tersebut.
Baca juga: Pemkab Lumajang Imbau Warga Waspada Leptospirosis, Apa Gejala dan Langkah Pencegahannya?
Kasus ini datang dari pasien pria 27 tahun yang dirawat di Rumah Sakit Velayat,i Provinsi Qazvin, Iran.
Ia datang dengan keluhan utama berupa demam, nyeri otot hebat, penurunan volume urine, dan warna urine yang menghitam.
Awalnya, kondisi ini diduga akibat aktivitas fisik berat.
Pada tahap anamnesis, ia mengungkapkan kepada dokter bahwa gejala-gejala itu muncul sekitar seminggu setelah ia mendaki gunung dan sempat menyentuh air di sana.
Sehingga, awalnya, dokter menduga ia mengalami kondisi tersebut akibat aktivitas fisik berat.
Namun, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan tanda-tanda rhabdomyolysis dan gangguan fungsi ginjal.
Rhabdomyolysis adalah kondisi di mana terjadi kerusakan jaringan otot yang menyebabkan pelepasan zat toksik ke dalam darah.
Baca juga: Yogyakarta Waspada Leptospirosis: 18 Kasus dengan 5 Meninggal Januari-Juni
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan indikator fungsi ginjal bermasalah, dengan kadar kreatin fosfokinase (creatine phosphokinase/CPK) sangat tinggi mencapai 40.000 U/L, lalu kadar ureum dan kreatinin darahnya mengalami peningkatan signifikan.
Sementara, pasien tidak memiliki riwayat penyakit ginjal maupun konsumsi alkohol atau obat-obatan yang bisa mengarah ke sana.
Setelah gejala memburuk dan terapi awal tidak memberikan perbaikan signifikan, pasien diuji menggunakan metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay).
Hasilnya menunjukkan ia mengalami infeksi Leptospira, yang menyebabkan ia mengalami penyakit leptospirosis.
Ia kemudian dipindahkan ke unit perawatan intensif dan menjalani cuci darah serta terapi antibiotik spektrum luas karena komplikasi leptospirosis.
Kondisi pasien sempat kritis dengan gangguan pernapasan, penurunan saturasi oksigen, dan kelebihan cairan tubuh.
Namun setelah 10 hari perawatan intensif, fungsi ginjal dan otot mulai membaik.
Pasien pulih tanpa komplikasi jangka panjang dan dinyatakan sembuh total satu minggu setelah keluar dari rumah sakit.
Baca juga: Kenali Apa Itu Leptospirosis, Penyebab, dan Gejalanya
Studi Milad dkk ini menegaskan kembali bahwa leptospirosis masih menjadi ancaman kesehatan global dan perlu perhatian.
Merujuk Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), leptospirosis tersebar di seluruh dunia, dengan perkiraan kejadian tahunan sebanyak 1,03 juta kasus dan 58.900 kematian.
Leptospirosis diduga sebagai penyakit zoonosis paling luas penyebarannya di dunia.
Kasus terbanyak ditemukan di negara dengan iklim tropis dan sub-tropis, khususnya di negara-negara kepulauan dengan curah hujan dan potensi banjir yang tinggi, seperti Indonesia.
Kisah pria asal Iran tersebut adalah satu kasus leptospirosis langka, yang menyebabkan komplikasi fatal.
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis akibat infeksi bakteri Leptospira.
Manusia umumnya terinfeksi ketika bersentuhan dengan tanah atau air yang sudah terkontaminasi urine binatang yang mengandung bakteri Leptospira.
Tikus adalah binatang utama pembawa bakteri ini. Selain tikus, ada anjing, babi, sapi, dan kambing.
Baca juga: Apakah Infeksi karena Gigitan Tikus Bisa Diobati?
Penyakit ini umumnya menimbulkan gejala ringan, seperti demam dan nyeri otot.
Namun, leptospirosis yang tidak ditangani dengan cepat bisa berkembang menjadi kondisi yang mengancam jiwa.
Salah satu komplikasi leptospirosis adalah rhabdomyolysis, yang jarang dilaporkan, tetapi dapat memicu gagal ginjal akut.
Dalam kasus pria Iran, tubuh melepaskan enzim otot dalam jumlah besar ke aliran darah, seperti creatine phosphokinase (CPK), yang merusak ginjal dan sistem tubuh lainnya.
Jika tidak ditangani dengan hemodialisis dan terapi cairan, kondisi tersebut berpotensi fatal.
Selain itu, komplikasi leptospirosis yang bisa terjadi meliputi kerusakan hati, paru-paru, hingga sistem saraf pusat.
Dalam bentuk parah yang dikenal sebagai penyakit Weil, penderita bisa mengalami jaundice (penyakit kuning), gagal hati, dan perdarahan internal.
Tingkat kematian pada bentuk berat penyakit zoonosis ini mencapai 10 persen.
Diagnosis leptospirosis sering terlambat karena gejalanya menyerupai penyakit lain seperti demam berdarah, malaria, hepatitis, atau tifus.
Oleh karena itu, kesadaran tenaga medis dan masyarakat sangat penting untuk menghindari keterlambatan penanganan.
Disclaimer: Artikel ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak dimaksudkan untuk menawarkan nasihat medis.
Referensi:
“A Case of Severe Leptospirosis Complicated with Massive Rhabdomyolysis and Acute Kidney Injury: A Case Report”. Journal of Medical Case Reports. Diakses Juli 2025.
“Waspadai Musim Hujan dan Banjir!!! Leptospirosis Diam-diam Mematikan” Ayo Sehat Kementerian Kesehatan RI. Diakses Juli 2025.
“About Leptospirosis”. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Diakses Juli 2025.
Baca juga: Di Rumah Ada Tikus? Waspadai Penyakit Ini jika Tergigit
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.