JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagian besar orang pasti pernah kesulitan buang air besar (BAB) atau sembelit. Bahasa ilmiahnya, konstipasi.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pernah membuat penelitian dari tahun 1998 sampai 2005. Dalam jangka waktu tujuh tahun, dari hasil 2.397 pemeriksaan usus (kolonoskopi), sebanyak 9 persen atau 216 menunjukkan adanya indikasi kasus konstipasi.
Sayangnya, banyak masyarakat menganggap konstipasi hanya sekadar gangguan ringan. Padahal, kalau tidak segera ditangani, gangguan ini bisa berujung pada konstipasi kronik atawa obstipasi yang menjadi penyebab kanker usus.
"Konstipasi parah bisa berakibat fatal dan mengakibatkan kematian," kata Chudahman Manan, Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI).
Dus, ada baiknya kita mengenal lebih dekat konstipasi ini. Menurut Chudahman, konstipasi adalah gejala buang air besar (defekasi) yang tidak memuaskan. Tanda-tandanya, BAB kurang dari tiga kali sepekan atau Anda kesulitan mengeluarkan feses.
Astrid Karina D., dokter umum Klinik Nirmala, Jakarta Selatan, menambahkan, BAB yang kurang dari biasanya pun sudah disebut konstipasi. Misal, sebelumnya BAB sekali sehari, kini menjadi dua hari atau tiga hari sekali.
Tapi, harus diingat, gejala tersebut baru bisa disebut konstipasi jika berlangsung lama. Tidak hanya itu, saat mengeluarkan feses penderita juga merasa nyeri karena feses keras atau bahkan bisa disertai darah. Gejala lain, penderita mengalami keram perut atau sakit perut yang hebat.
Konstipasi terbagi dua jenis, primer dan sekunder. Jika proses pencernaan dari lambung sampai usus normal namun feses sulit keluar, ini disebut konstipasi primer. Tapi, konstipasi yang terjadi karena proses pencernaan berlangsung lambat disebut konstipasi sekunder. Jenis konstipasi ini biasa diderita oleh orang lanjut usia (lansia).
Dalam kondisi normal, makanan yang masuk ke tubuh diolah dalam lambung lalu diteruskan ke usus kecil dan usus besar dalam waktu 8 jam -12 jam. Nah, di sebagian orang, proses ini bisa berlangsung sampai 16 jam.
Alarm tanda bahaya
Yang perlu kita waspadai adalah konstipasi primer. Ada sejumlah sebab yang menyebabkan konstipasi jenis ini. Di antaranya kurang gerak, kurang minum, kurang serat, sering menunda BAB, kebiasaan menggunakan obat pencahar, efek samping obat-obatan tertentu, sampai adanya gangguan seperti usus terbelit, usus tersumbat, dan kanker usus besar.
Melihat semua penyebab itu, konstipasi juga bisa menjadi alarm adanya sesuatu yang berbahaya di tubuh. Apalagi jika keluhan itu disertai penurunan berat badan secara drastis. Jika ini terjadi, Anda harus segera mencari pengobatan medis. "Penurunan berat badan menuujukkan ada sesuatu yang ganas dalam tubuh," papar Chudahman.
Kalau pun tidak ada penyakit berbahaya dalam tubuh, konstipasi berkepanjangan dapat menimbulkan komplikasi serius. Salah satunya prolaps rekti atau ambeien. Prolaps rekti bisa terjadi karena proses pengejangan berlebihan. Feses yang keras juga berisiko melukai usus.
Penderita konstipasi juga bisa mengalami infeksi saluran kandung kemih. Soalnya, tempat feses atau rektum berdampingan dengan kandung kemih. Massa dalam rektum yang terlalu banyak dan tidak bisa dikeluarkan akan menekan kandung kemih. Ujung-ujungnya, ini akan mengganggu frekuensi pembuangan urin sampai berisiko gagal ginjal. Jadi, jangan sepelekan aktivitas BAB Anda. (Sanny Cicilia Simbolon)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.