Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/07/2013, 13:07 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com - Korban yang terkena reruntuhan puing bangunan atau tanah ternyata bukan hanya menghadapi risiko cedera fisik bagian tubuh yang tertindih saja. Jika berhasil diselamatkan, mereka juga mengalami risiko untuk mengalami komplikasi, salah satunya gagal ginjal.

Gagal ginjal terjadi karena adanya reperfusi yang merupakan rusaknya jaringan otot akibat tekanan. Pada kasus korban runtuhan, tekanan berasal dari puing bangunan atau tanah yang menekan otot mereka dalam waktu yang lama.

Tekanan tersebut mengakibatkan terhalangnya sirkulasi darah akibat sumbatan pada pembuluh darah atau iskemia. Padahal sel-sel otot merupakan sel yang sangat membutuhkan sirkulasi yang baik.

Sirkulasi yang tidak baik di sel otot dalam waktu lama akan membuatnya rusak dan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Ditambah lagi pelepasan tekanan pada sel otot yang mengalami iskemia akan membuat zat isi dari sel otot keluar dan masuk ke aliran darah.

Zat dari sel yang keluar ke sistem sirkulasi antara lain potasium, purin, fosfat, myoblobin, asam organik, kreatin kinase, dan kreatinin. Zat-zat tersebutlah yang kemudian dapat merusak fungsi organ-organ lain karena terbawa melalui aliran darah. Organ yang paling terkena dampaknya tidak lain adalah organ yang berfungsi "menyaring" cairan tubuh, yaitu ginjal.

"Korban mungkin bisa diselamatkan dalam keadaan hidup, tapi bisa memburuk di kemudian hari. Setelah diperiksa lebih lanjut ada gangguan sistemik di tubuhnya, salah satu yang paling sering terjadi yaitu penurunan fungsi ginjal," papar dr. Eddy Harijanto, spesialis anastesi dari Rumah Sakit Premier Bintaro dalam seminar bertemakan "Comprehensive Management of Crush Syndrome" di Tangerang Selatan, Sabtu (6/7/2013).

Eddy memaparkan, guna menghindari komplikasi pada korban reruntuhan, maka perlu adanya penanganan sindrom keruntuhan atau crush syndrome. "Penanganan di lokasi terjadinya runtuhan menjadi hal yang paling penting," ujarnya.

Penanganan di lokasi menentukan keberhasilan penyembuhan korban. Pertolongan pertama yang harus dilakukan, bahkan sebelum runtuhan diangkat yaitu dengan memberikan cairan dengan jumlah banyak ke tubuh korban.

Eddy menuturkan, pemberian cairan dapat melalui oral atau melalui infus. Namun lantaran jumlah cairan banyak, maka cara infus lebih disarankan. Cairan diberikan sebanyak 1,5 Liter per jam, dan diberikan terus menerus.

Tujuan memberikan cairan, jelas Eddy, untuk mempertahankan cairan dalam tubuh. Hal tersebut akan membuat volume sirkulasi yang cukup sehingga penyebaran zat-zat dari sel tadi dapat berkurang efek negatifnya pada organ-organ lain.

"Cairan yang digunakan umumnya merupakan cairan NaCl yang sudah disesuaikan," jelas Eddy.

Setelah pemberian cairan secara cukup, barulah runtuhan dapat diangkat dari tubuh korban. Kemudian korban harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat tindakan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau