Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/08/2014, 11:33 WIB
Unoviana Kartika,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi


KOMPAS.com -
Terapi gangguan jiwa seringkali menimbulkan efek trauma, khususnya untuk terapi yang mengharuskan adanya tindakan rawat paksa. Namun sebenarnya, terapi gangguan jiwa tidak selalu identik dengan penyiksaan.

Bagus Utomo, pendiri Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI), mengatakan, terapi untuk gangguan jiwa pada dasarnya terdiri dari dua komponen yaitu penggunaan obat-obatan dan konseling.

Bila gejala gangguan jiwa masih sangat terlihat, maka pilihan terapinya yaitu dengan obat-obatan. Sementara bila pasien mulai tenang, maka pemberian konseling diperlukan supaya pasien memahami apa yang sebenarnya ia alami dan cara mengelola kondisinya.

Hanya saja, saat terapi akan dimulai pasien merasa tidak terima karena menganggap dirinya normal dan tidak mengalami gangguan apapun. Kondisi ini seringkali menyebabkan pasien dirawat paksa.

"Sebenarnya, rawat paksa merupakan tindakan yang tidak diinginkan, baik dari pihak pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan. Namun bila pasien menolak untuk diterapi, padahal sudah menunjukkan indikasi gangguan jiwa, maka ia perlu dirawat paksa," tutur Bagus.

Sebelum memutuskan untuk memulai terapi, keluarga perlu melakukan konsultasi ke tenaga ahli saat merasakan kecurigaan pada pasien. Bila dokter sudah melakukan diagnosis, maka perawat akan datang untuk membujuk pasien menjalani terapi.

"Saat emosi pasien meledak-ledak dan menolak, maka tindakan yang mungkin dilakukan adalah fiksasi atau mengikat pasien di tempat tidur sehingga tidak bisa melakukan kegiatan apapun. Memang tindakan ini terlihat seperti penyiksaan, namun bagaimanapun harus dilakukan. Semua agar tidak merugikan pasien," papar dia.

Selain itu, pasien juga biasanya menerima obat-obatan dalam bentuk suntikan, yang merupakan obat antipsikotik. Tujuannya adalah untuk membantu mengelola, meredakan, hingga menghilangkan gejala gangguan jiwa.

Saat menerima tindakan ini, efek samping yang dialami pasien mungkin berbeda-beda. Ada yang sama sekali tidak mengalami efek samping, tetapi ada juga yang merasakan mual, pusing, dan sebagainya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau