Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/12/2014, 14:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Dalam tiga tahun terakhir, jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan yang positif HIV/AIDS meningkat 32 persen. Hal itu seiring dengan maraknya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya. Namun, program layanan terapi HIV belum diterapkan di semua tempat tahanan.

Pada Oktober 2011 terdapat 787 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang ditangani di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan). ”Jumlah penghuni lapas dan rutan yang terinfeksi HIV bertambah 255 orang menjadi 1.042 orang pada Oktober tahun ini,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, Senin (1/12), pada puncak acara peringatan Hari AIDS Sedunia di Lapas Narkotika Kelas IIA, Jakarta.

Menurut Yasonna, penyebaran HIV terkait dengan narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba). Jadi, data itu menunjukkan, situasi penyalahgunaan narkoba sudah darurat nasional. Peningkatan jumlah narapidana yang terinfeksi HIV mengikuti peningkatan jumlah narapidana kasus narkoba.

Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham mencatat, narapidana kasus penyalahgunaan narkoba tahun ini 56.877 orang. Angka itu naik 54,7 persen dibandingkan pada 2011 yang sebanyak 36.759 orang.

Untuk mencegah bertambahnya jumlah penghuni penjara yang terinfeksi HIV, program pencegahan dan penyalahgunaan narkoba perlu diintensifkan. Salah satunya dengan program rehabilitasi, bukan hukuman penjara bagi pencandu narkoba. Sebab, jika dihukum penjara, pencandu kemungkinan bisa mengakses narkoba di dalam penjara akibat bercampur dengan bandar narkoba sehingga mempersulit penyembuhan.

Bagi penghuni yang telanjur positif HIV/AIDS, lanjut Yasonna, Kemenkumham menerapkan program pengobatan komprehensif dan berkelanjutan. Program dipadukan dengan pembinaan penghuni yang jadi pengguna narkoba di lapas dan rutan, antara lain mencakup konseling dan tes sukarela (VCT), terapi rumatan metadon (PTRM), rujukan terapi obat antiretroviral (ARV), dan kelompok dukungan sebaya (KDS).

Dokter Hetty Widiastuti dari Direktorat Bina Kesehatan dan Keperawatan Narapidana dan Tahanan Kemenkumham, menjelaskan, pihaknya juga mengupayakan program terapi HIV tetap berjalan bagi bekas penghuni yang keluar dari lapas dan rutan. Caranya melalui kerja sama dengan dinas kesehatan, puskesmas, dan lembaga swadaya masyarakat. ”Ini karena ODHA harus mengonsumsi ARV seumur hidup,” katanya.

Pelayanan yang lengkap itu dinikmati para ODHA yang menghuni Lapas Narkotika Kelas IIA Jakarta. Di poliklinik lapas ada sejumlah ruang pelayanan terkait HIV/AIDS, antara lain ruang konseling, ruang VCT, bangsal dengan enam tempat tidur, dan ruang pengobatan.

Oki (36), penghuni lapas yang positif HIV, mengungkapkan, ia bisa berobat rutin dan gratis di poliklinik itu serta menjalani rehabilitasi sosial. ” Sesama ODHA saling menguatkan dan menyemangati,” ucap pria yang mulai memakai putau dengan jarum suntik pada 1997 itu.

Belum semua

Namun, menurut Hetty, program layanan HIV itu baru menjangkau sekitar 200 dari total 463 lapas dan rutan di Indonesia. Kendala utamanya adalah keterbatasan jumlah tenaga kesehatan di tempat tahanan itu. ”Hanya ada 250 tenaga kesehatan lapas dan rutan di Indonesia. Itu terdiri dari dokter dan perawat, bukan dokter saja,” ujarnya.

Karena itu, pihaknya mengusulkan lapas dan rutan bisa digunakan Kementerian Kesehatan sebagai tempat belajar praktik bagi dokter dan perawat pegawai tidak tetap selama setahun. Program diharapkan berkelanjutan.

Selain itu, pengutamaan rehabilitasi bagi pengguna narkoba diharapkan meluas ke sejumlah daerah. Jika pengguna masuk penjara, jumlah penghuni lapas dan rutan melebihi kapasitas dan rehabilitasi pengguna narkoba tak optimal. Akibatnya, penghuni rentan HIV/AIDS, terutama lewat jarum suntik narkoba.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mendorong orang-orang dengan risiko HIV/AIDS segera menjalani tes. Jika tertular HIV, mereka bisa segera memperoleh ARV.

Penyebaran HIV di sejumlah daerah meningkat, antara lain di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua Konstan Karma, kemarin, menyatakan, pada 2012, jumlah kumulatif ODHA 13.196 orang dan tahun ini naik jadi 17.639 orang.

Penularan virus itu memasuki populasi umum, termasuk ibu rumah tangga. Sebagai bentuk keprihatinan atas tingginya kasus penularan HIV, peringatan Hari AIDS Sedunia dilakukan di sejumlah daerah. Di Tegal, Jawa Tengah, KPA Kota Tegal bersama Fatayat Nahdlatul Ulama dan mahasiswa membagikan sekitar 1.000 leaflet dan brosur berisi informasi tentang HIV/AIDS serta korek api bertuliskan ajakan mencegah HIV/AIDS.

Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pelajar, mahasiswa, kelompok transjender, dan organisasi masyarakat turut memperingati Hari AIDS Sedunia. Aksi itu dilakukan dengan membagikan mawar merah kepada pengguna jalan. (JOG/KOR/FLO/FRN/WER/JUM/WIE/ACI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau