Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/07/2016, 21:15 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis

KOMPAS.com - Sebuah penelitian menemukan bahwa banyak wanita yang memilih berpura-pura orgasme. Penelitian ini merekrut wanita untuk bicara soal seks konsensual. Kemudian, mereka semua secara terbuka bicara mengenai pengalaman seksual problematik mereka ketika ditanya mengenai orgasme palsu.

Periset mengatakan mereka "terkejut" oleh jumlah wanita yang melaporkan memalsukan orgasme saat melakukan hubungan seks yang tak diinginkan.

"Sementara beberapa wanita bicara mengenai orgasme palsu secara positif, misalnya sebagai pengalaman menyenangkan yang meningkatkan gairah mereka sendiri. Tetapi banyak yang bicara mengenai memalsukan orgasme dalam konteks pengalaman seksual tak diinginkan atau tak menyenangkan," kata psikolog Emily Thomas.

Analisis membuktikan wanita tidak menggunakan kata seperti "pemerkosaan" atau "pemaksaan" ketika bicara mengenai pengalaman mereka. Kendati deskripsi kejadian itu bisa dikategorikan demikian.

Sebaliknya, para wanita itu dikatakan menggambarkan pengalaman seksual mereka sebagai tak diinginkan dengan cara yang lebih "tak langsung", seperti menggunakan istilah "buruk" untuk menggambarkan hubungan seksual yang tak diinginkan dan tak menyenangkan.

Meskipun pemalsuan orgasme sering dipandang sebagai kelakar, studi membuktikan hal itu sebagai fenomena kompleks.

Kendati hal itu dapat digunakan sebagai strategi berguna bagi wanita dalam situasi seksual tak diinginkan, praktik tersebut menggarisbawahi kebungkaman wanita yang mungkin ingin menolak seks di muka tetapi mereka merasa tak bisa.

Hal ini membuktikan para wanita ini ada dalam budaya yang tak mendorong mereka menolak hubungan seksual tak diinginkan dan mungkin berbahaya bagi mereka bila menolak.

"Tampaknya memalsukan orgasme itu sifatnya problematis sekaligus membantu pada saat bersamaan," kata Thomas.

"Pada satu titik memalsukan orgasme mungkin jadi strategi berguna karena bisa mengakhiri hubungan seksual. Kami tidak mengkritik praktik pemalsuan orgasme di tingkat individu," katanya.

"Kami ingin memfokuskan masalah dengan kekurangan bahasa yang tersedia saat ini untuk menggambarkan pengalaman wanita bahwa mengenali nama dan mengkonfrontasi masalah yang dibicarakan wanita dalam wawancara kami," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau