KOMPAS.com – Usia menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi tingkat kebersilan untuk hamil.
Tak hanya itu, usia juga bisa berpengaruh terhadap tingkat keselamatan ibu hamil dan janin.
Lantas, berapa usia ideal wanita untuk hamil? Beberapa dari Anda mungkin menyimpan juga pertanyaan tersebut.
Dokter spesialis kandungan dan kebiadanan, dr. Dian Indah Purnama, Sp.OG, dalam bukunya 100+ Hal Penting yang Wajib Diketahui Bumil (2014), menyampaikan usia optimal seorang wanita untuk hamil adalah 20-35 tahun.
Dia menyebut rentang usia itu dengan istilah “lampu hijau”.
Sedangkan, kehamilan pada rentang usia 35-40 tahun adalah “lampu kuning” alias sebaiknya tidak hamil lagi.
Hal itu dikarenakan, risiko-risiko kehamilan yang akan dihadapi wanita saat hamil pada usia tersebut bisa meningkat berkali-kali lipat dibanding saat hamil pada usia 20-35 tahun.
Apa saja risiko jika hamil di usia lebih dari 40 tahun?
Wanita dengan usia 40 tahun ke atas cenderung mulai memiliki banyak masalah kesehatan, seperti hipertensi (darah tinggi) dan diabetes mellitus (gula darah tinggi).
Oleh karena itu, kehamilan pada usia 40 tahun ke atas tak dianjurkan karena sering kali disertai komplikasi serius.
Berikut ini beragam komplikasi yang patut diwaspadai ketika hamil pada usia 40 tahun ke atas:
Selain itu, kondisi sel telur yang mulai menurun pada usia di atas 40 tahun dapat menyebabkan meningkatnya kejadian janin cacat karena kelainan kromosom seperti sindroma down, keguguran, dan termasuk blighted ovum (hamil kosong atau tidak berkembang).
Lalu, apa saja risiko jika hamil di usia kurang dari 20 tahun?
Kehamilan pada usia di bawah 20 tahun digolongkan ke dalam kehamilan remaja (teenage pregnancy).
Usia remaja adalah usia di mana masih terjadi pertumbuhan dan perkembangan.
Maka dari itu, jika seorang remaja wanita hamil, maka kebutuhan kalori dan zat gizi lainnya harus lebih besar dari wanita dewasa.
Sementara, rata-rata kehamilan usia remaja dilaporkan mengalami anemia (kurang darah), pertumbuhan janin terhambat, persalinan prematur , preeklamsia, dan angka kematian bayi lebih tinggi.
Preeklamsia disebut juga keracunan kehamilan, suatu penyakit khas kehamilan di mana ibu hamil mengalami kenaikan tekanan darah mendadak (lebih dari sama dengan 140/90 mmHg) pada usia kehamilan di atas 20 minggu yang disertai kebocoran protein di urine.
Penyebab pasti kondisi ini belum diketahui, namun diduga berhubungan dengan gangguan pada saat plasentasi, yakni penempelan ari-ari di awal kehamilan.
Komplikasi paling berat dari preeklamsia adalah eklamsia atau kejang pada kehamilan yang bisa menyebabkan kematian ibu dan atau janin.
Dalam Buku Bukan Lagi Dua Melainkan Satu: Panduan Konseling Pranikah & Pascanikah (2013) karya Desefentison W. Ngir, Pakar obgyn dari Fakultas Kedokteran (FK) Unversitas Indonesia (UI) Prof. Dr. dr. Biran Affandi, Sp.OG, juga berpendapat wanita yang hamil pada usia di bawah 20 tahun belum siap secara emosional dan mental untuk mempunyai anak.
Kondisi hamil di usia muda dapat berakibat buruk bagi ibu dan kandungannya.
Begitu pula dengan wanita hamil yang berusia di atas 35 tahun, karena pada usia tersebut, bibit kesuburan wanita akan menurun.
Akibatnya, ketika wanita ini hamil, kemungkinan timbul kelainan pada janin lebih besar, dan bahkan dapat menyebabkan keguguran spontan.
Menurut penelitian, kemungkinan terjadinya keguguran pada wanita hamil usia di atas 35 tahun bisa seberat 40 persen.
Dengan begitu, usia kehamilan paling ideal bagi wanita adalah 20-35 tahun. Di rentang usia tersebut, jika jarak melahirkan setiap anak antara 2-4 tahun, maka butuh alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan.
https://health.kompas.com/read/2020/06/25/200100068/berapa-usia-ideal-untuk-hamil-