Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Awas! Terlalu Cinta Bisa Jadi Gangguan Mental, Kenali Gejalanya

KOMPAS.com - Cinta bisa menjadi perasaan euforia, tetapi juga dapat memicu kehancuran besar ketika orang lain tidak membalas sentimen tersebut.

Banyak orang telah merasakan sakitnya patah hati dan intensitas kegilaan dan menjurus kepada cinta obsesif.

Salah satu ciri cinta obsesif adalah fokusnya pada pasangan sebagai objek untuk "konsumsi" atau kepemilikan.

Alih-alih mencintai orang tersebut dan menginginkan yang terbaik untuknya, orang dengan kecenderungan obsesif mungkin mencintai orang lain karena kebutuhan mereka sendiri.

Cinta obsesif membawa emosi ini lebih jauh sehingga menyebabkan seseorang terpaku pada orang yang mereka cintai seolah-olah mereka adalah objek yang dimiliki.

Melansir dari Medical News Today, profesional kesehatan memang tidak secara luas mengakui cinta obsesif sebagai kondisi kesehatan mental .

Namun, cinta obsesif bisa menjadi tanda tantangan dan kondisi kesehatan mental lainnya.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mengenal penyebab, gejala, dan penanganan yang tepat untuk mengatasi kasus ini.

Penyebab

Erotomania dan gangguan delusi lainnya

Kondisi kesehatan mental seperti gangguan bipolar I dan skizofrenia, serta gejala yang dipicu oleh gangguan penggunaan alkohol, dapat menyebabkan delusi erotomania.

Ini tidak sama dengan cinta obsesif, tetapi mungkin merupakan gejala dari kondisi kesehatan mental yang jauh lebih serius.

Erotomania adalah gangguan delusi langka yang dapat menyebabkan seseorang percaya bahwa takdir membutuhkan hubungan tertentu.

Orang tersebut bahkan mungkin menipu diri sendiri untuk percaya bahwa hubungan yang telah lama berakhir masih tetap penuh kasih dan sehat.

Erotomania juga dapat menyebabkan seseorang percaya bahwa orang lain mencintai mereka.

Terkadang, objek cinta mereka bahkan mungkin seseorang yang tidak mereka kenal.

Misalnya, mereka mungkin percaya bahwa mereka memiliki hubungan dengan seorang selebritas.

Beberapa delusi mungkin sangat ekstrem sehingga menyebabkan orang tersebut melakukan penguntitan, pelecehan, atau perilaku kekerasan.

Erotomania juga melibatkan gejala paranoia.

Satu studi kasus tahun 2017 berjudul “Delusional Disorder, Erotomanic Type, Exacerbated by Social Media Use” berpendapat bahwa media sosial dapat memperburuk erotomania.

Hal ini karena memungkinkan orang dengan kecenderungan obsesif untuk mengamati orang lain dari kejauhan dan merasa lebih dekat dengan mereka daripada yang mungkin mereka rasakan.

Gangguan kepribadian ambang

Orang dengan gangguan kepribadian ambang mungkin sangat takut ditinggalkan dan mengalami kesulitan mengelola emosi mereka.

Misalnya, emosi mereka mungkin tampak tidak proporsional dengan situasi dan mereka mungkin terobsesi dengan hubungan mereka.

Mereka sering melihat hal-hal dalam istilah hitam dan putih, bergantian antara melihat seseorang sebagai benar-benar baik atau benar-benar jahat.

Kondisi ini dapat menyebabkan mereka mencoba mengendalikan orang lain atau memanipulasi pasangan agar tetap bertahan dalam hubungan.

Orang dengan gangguan ini mungkin tidak memiliki identitas atau perasaan diri yang konsisten.

Ini dapat memperburuk kecenderungan obsesif karena mereka mungkin berjuang untuk melihat diri mereka sendiri sebagai nyata atau layak secara individu, terpisah dari hubungan mereka.

Gangguan ketergantungan

Kemampuan seseorang untuk membentuk keterikatan yang sehat dengan orang lain dimulai sejak dini.

Orang tua atau pengasuhnya tidak stabil atau kasar dapat mengembangkan pola keterikatan yang tidak normal.

Kondisi ini dapat menyebabkan mereka menjadi obsesif, suka mengendalikan, atau takut dalam hubungan.

Orang dengan gaya keterikatan yang tidak aman atau reaktif mungkin merasa disibukkan oleh ketakutan akan kehilangan.

Mereka mungkin merasa tidak mampu mengatasi emosinya ketika hubungannya berakhir dan bersedia melakukan apa saja untuk mempertahankan pasangannya.

Terkadang, keterikatan yang tidak aman membuat seseorang berada dalam hubungan yang kasar karena mereka takut kehilangan.

Dalam kasus lain, hal itu dapat menyebabkan seseorang menjadi kasar untuk mempertahankan pasangan.

Trauma dan ketakutan ditinggalkan

Beberapa orang sangat takut ditinggalkan sehingga mereka mengembangkan kecenderungan obsesif.

Kondisi ini mungkin berasal dari gangguan keterikatan atau muncul setelah trauma.

Misalnya, seseorang yang pasangannya meninggal mungkin takut kehilangan pasangannya saat ini.

Hal ini dapat mengakibatkan mereka mengambil tindakan yang tidak biasa atau tidak sehat untuk “melindungi” mereka.

Kondisi kesehatan mental lainnya

Berbagai macam kondisi kesehatan mental dapat mendistorsi atau mengubah perspektif seseorang, membuat mereka lebih takut, obsesif, atau depresi.

Ini dapat meningkatkan risiko mereka menjadi terobsesi dengan hubungan.

Misalnya, seseorang dengan depresi mungkin percaya bahwa mereka tidak layak dan sendirian, atau bahwa satu-satunya aspek berharga dalam hidup mereka adalah hubungan mereka.

Ini dapat menyebabkan perasaan atau perilaku obsesif.

Norma sosial dan budaya

Beberapa norma sosial dan budaya menuntut lebih dari satu pasangan daripada yang lain.

Kondisi ini bisa berarti bahwa beberapa orang tua dan pengasuh mengekspos anak-anak mereka pada gaya hubungan yang tidak sehat selama mereka dibesarkan.

Misalnya, terpapar berbagai "norma" hubungan selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan beberapa orang tumbuh dewasa dengan keyakinan bahwa cinta berarti kepemilikan, atau bahwa pasangannya harus melakukan semua yang mereka inginkan untuk membuktikan cinta mereka.

Pola berpikir ini adalah salah satu ciri dari "maskulinitas beracun”.

Orang dengan sifat ini mungkin percaya bahwa laki-laki boleh memperlakukan pasangannya dengan cara yang merusak secara fisik atau emosional.

Mereka yang menunjukkan tanda-tanda maskulinitas beracun mungkin juga mengendalikan, menuntut lebih banyak dari pasangan mereka.

Gejala

Gejala cinta obsesif bervariasi tergantung pada penyebab obsesi.

Misalnya, seseorang dengan gangguan delusi mungkin mengalami perubahan realitas atau menunjukkan perilaku yang tidak biasa.

Sementara itu, orang dengan depresi mungkin memiliki harga diri yang rendah atau mengalami pikiran untuk bunuh diri .

Secara umum, beberapa tanda bahwa cinta itu obsesif meliputi:

Penanganan

Seorang profesional kesehatan mental dapat memutuskan bahwa hubungan seseorang bersifat obsesif berdasarkan gejala yang mereka tunjukkan dan apakah gejala tersebut berdampak negatif pada kehidupan orang tersebut atau tidak.

Tidak ada kriteria diagnostik khusus untuk cinta obsesif.

Karena cinta obsesif sering kali merupakan tanda dari kondisi kesehatan mental lainnya, seorang profesional kesehatan dapat mengajukan pertanyaan tentang riwayat kesehatan mental seseorang.

Mereka mungkin juga merekomendasikan tes psikologis atau medis untuk menyingkirkan penyebab lain, terutama jika orang tersebut menunjukkan perilaku delusi.

Perawatan untuk gangguan delusi cenderung melibatkan pengobatan serta intervensi psikiatri psikososial, seperti terapi keluarga atau membantu individu mengganti delusi negatif dengan pola berpikir positif.

Bagi kebanyakan orang, terapi adalah kunci dalam mengelola perasaan obsesif dan mengembangkan hubungan yang lebih sehat.

Seorang terapis sering dapat membantu menguraikan riwayat trauma, mengelola kondisi yang mendasarinya, dan menetapkan norma hubungan yang lebih sehat.

Pada tahap awal pengobatan, terapi individu adalah hal terbaik, terutama jika hubungan itu kasar.

Jika setiap orang dalam hubungan mampu menetapkan batasan yang lebih baik secara individual, konseling pasangan dapat membantu mereka bekerja sama dan melewati cinta obsesif.

Ada juga beberapa strategi manajemen dasar yang dapat dicoba seseorang di rumah.

Beberapa orang bertanya-tanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi cinta obsesif.

Namun, tidak ada waktu yang ditentukan.

Ini adalah pengalaman psikologis dan sangat individual yang bergantung pada banyak hal, mulai dari tingkat cinta obsesif hingga kondisi mendasar yang dapat menyebabkannya.

https://health.kompas.com/read/2021/07/03/180200668/awas-terlalu-cinta-bisa-jadi-gangguan-mental-kenali-gejalanya

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke