Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hipertensi, Haruskan Pantang Garam?

Hipertensi esensial dibagi lagi menjadi dua, yaitu hipertensi peka garam dan tidak peka garam. Hipertensi peka garam, yaitu hipertensi yang akan meningkat setelah pemberian garam. Sedangkan hipertensi tidak peka garam tidak akan meningkat setelah pemberian garam.

Meskipun peka garam tetap tidak boleh diet rendah garam. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Salah satu yang memengaruhi tinggi rendah tekanan darah adalah sifat distensibilitas (kelenturan) pembuluh darah, khususnya arteri atau nadi. Distensibilitas dipengaruhi oleh berbagai sistem hormon. Hormon tersebut memengaruhi pelebaran dan penyempitan arteri.

Ada dua sistem hormon utama yang memengaruhi distensibilitas vaskuler. Pertama sistem vasopresin atau antidiuretik hormon. Hormon ini dilepaskan oleh kelenjar hipofise dan jantung. Hormon ini terutama berpengaruh pada penyempitan arteri dan arteri kecil (arteriol).

Pelepasan hormon vasopresin dipengaruhi oleh tekanan osmotik darah dan tekanan hidrostatik intravaskuler. Vasopresin berefek vasokontriksi (menyempitkan pembuluh darah). Vasokontriksi oleh vasopresin mengakibatkan tekanan darah meningkat.

Tekanan osmotik intravaskuler dipengaruhi oleh zat yang terlarut di dalamnya. Misalnya kadar protein, natrium, dan glukosa. Awalnya hal ini hanya akan merangsang pelepasan vasopresin sesaat. Tekanan osmotik yang meningkat akan mengakibatkan perpindahan cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Akibatnya akan meningkatkan tekanan hidrostatik intravaskuler.

Tekanan hidrostatik intra vaskuler yang meningkat akan mengakibat laju aliran darah ke ginjal meningkat. Aliran darah yang meningkat ke ginjal juga akan meningkatkan diuresis dan zat- zat yang terlarut di dalamnya.

Ketika konsentrasi zat terlarut telah sedemikian menurun, ginjal mulai mengaktifkan sistem kedua, yaitu renin angiotensin. Aktivasi sistem renin angiotensin akibat adanya osmo reseptor di ginjal. Sistem renin angiotensin ini pada akhirnya akan melepaskan aldosteron, sebuah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Efek dari aldosteron akan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah kapiler, khususnya kapiler yang ada di glomerulus ginjal.

Akibatnya akan terjadi reabsorpsi (proses menyerap lagi) natrium,  hingga konsentrasinya normal kembali. Selanjutnya disusul oleh reabsorpsi air. Selain mereabsorpsi natrium dan air, efek aldosteron juga akan meningkatkan tekanan darah, sehingga jika terjadi penambahan natrium pada saat efek aldosteron, maka akan meningkatkan tekanan osmotik darah.

Peningkatan tekanan osmotik diikuti oleh peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler. Peningkatan ini terjadi akibat perpindahan cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Namun peningkatan ini tidak akan lama karena dikompensasi dengan peningkatan aliran darah ke ginjal. Kembali terjadi diuresis.

Jadi, efek garam dalam meningkatkan tekanan darah tidaklah permanen.

Jika tubuh kekurangan natrium

Hal yang berbeda justru terjadi saat tubuh kekurangan natrium atau hiponatremi. Kondisi hiponatremi akan mengakibatkan tekanan osmotik intravaskuler menurun. Terjadi perpindahan cairan dari pembuluh darah ke jaringan, biasa disebut edema (bengkak). Kondisi ini bukan lagi hipertensi esensial, tetapi berhubungan dengan proses penyakit lainnya.

Perpindahan cairan ke jaringan mengakibatkan penurunan tekanan hidrostatik intravaskuler. Hal ini akan mengakibatkan rangsangan pelepasan vasopresin. Pada kondisi ini pemberian natrium atau garam tidak akan meningkatkan tekanan darah. Karena pada tekanan osmotik rendah natrium akan mudah berpindah dari pembuluh darah. Tekanan osmotik yang rendah juga akan mengakibatkan perpindahan cairan ke dalam sel. Sel akan mengalami bengkak. Kondisi ini sangat berbahaya, khususnya pada sel saraf. Bengkak sel akan merusak saraf akibat pergesekan dengan tulang tengkorak.

Banyak penyebab hiponatremi. Namun bukan akibat pengenceran, seperti terlalu banyak minum. Kondisi hiponatremi terjadi akibat gangguan reabsorpsi di ginjal atau asupan natrium yang kurang. Salah satu penyebab tersering adalah pelepasan mediator peradangan. Mediator peradangan seperti prostaglandin mengakibatkan pelebaran kapiler hingga protein dapat melaluinya.

Dalam kondisi normal, protein tidak dapat melalui kapiler ginjal. Protein mengikat natrium dalam jumlah yang banyak. Untuk itu perlu meningkatkan tekanan osmotik dengan pemberian cairan koloidal. Diet tinggi protein diperlukan untuk meningkatkan tekanan osmotik, juga harus diberikan anti radang agar kapiler tidak terus melebar.

Secara alami hormon kortisol dilepaskan malam hari. Pada saat kondisi hipoglikemi. Hormon ini bersifat anti radang. Makanya penting untuk membatasi asupan karbohidrat.  Hal ini akan mempercepat vasokontriksi (penyempitan) kapiler. Asupan natrium berlebih juga berbahaya. Natrium akan banyak tertarik ke dalam sel akibat tekanan osmotik yang masih rendah.

Pada sel saraf, penumpukan ion natrium akan mengakibatkan potensial listriknya meningkat. Dapat terjadi kejang sebagai akibatnya.

Jadi sahabat, pada hipertensi hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

  • Pembatasan asupan karbohidrat untuk hipertensi dengan atau tanpa edem
  • Pembatasan waktu makan dan diet tinggi protein pada hipertensi dengan edema (bengkak)
  • Pada hipertensi dengan edema tidak pantang garam, namun asupan garam tidak boleh berlebih karena dapat memicu kejang. Jadi bukan dengan membatasi asupan garam ya, meski tidak boleh juga berlebihan.

Pemberian obat berupa diuretik diperlukan untuk mempercepat mobilisasi cairan dari jaringan agar beban jantung berkurang. Pemberian diuretik harus disertai cairan koloidal dan anti inflamasi.

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat

https://health.kompas.com/read/2022/07/28/085018468/hipertensi-haruskan-pantang-garam

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke