KUALA LUMPUR, KOMPAS.com — Jangan pernah menyepelekan patah hati karena dampaknya ternyata bisa sangat berbahaya bahkan mengancam nyawa.
Dalam istilah medis dikenal sejenis kondisi yang disebut broken heart syndrome. Sindrom ini tak bisa dianggap enteng karena dapat memicu produksi hormon stres seperti adrenalin sehingga melemahkan sebagian fungsi otot jantung untuk sementara bahkan mengalami kerusakan (cardiomyopathy).
Dokter spesialis jantung, Dr Zulkeflee Muhammad dari National Heart Institute Malaysia, mengatakan, dari 3.400 kasus serangan jantung diperkirakan sekitar tiga persen di antaranya disebabkan broken heart syndrome.
Gejala sindrom ini menyerupai serangan jantung dan cenderung terjadi setelah seseorang mengalami pukulan akibat peristiwa yang melibatkan fisik atau momen yang sangat emosional.
Kondisi ini dalam istilah medis juga disebut takotsubo cardiomyopathy. Pertama kali dideteksi oleh para peneliti Jepang pada awal 1990-an, sindrom ini sampai sekarang masih menjadi sebuah misteri bagi kebanyakan kalangan medis.
"Walau begitu, sindrom ini bisa pulih tanpa menimbulkan cedera pada otot jantung," ungkap Dr Zulkeflee.
Ia menambahkan, terkadang sulit untuk menentukan apakah seorang pasien mengalami serangan jantung atau stress cardiomyopathy sebab gejalanya bisa serupa.
"Tetapi, pada stress cardiomyopathy, angiogram menunjukkan tidak adanya penyumbatan pada arteri dan scan (magnetic resonance imaging/MRI) akan menunjukkan tidak adanya kerusakan permanen," ujarnya.
"Kondisi ini berbahaya dan bisa menjadi fatal, tetapi dapat dipulihkan. Mereka yang dirujuk ke rumah sakit biasanya dirawat selama sepekan. Dalam empat minggu, mereka benar-benar akan benar-benar pulih dan kembali menjalani kehidupan normal," ujarnya.
Kondisi ini jarang menjadi fatal selama pasien mendapatkan perawatan medis, bantuan pernapasan dan alat bantu kritis lainnya dalam 48 jam pertama.