Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/10/2012, 08:53 WIB

Jakarta, Kompas - Belum ada produk makanan olahan berlabel yang mengandung bahan transgenik di Indonesia meski bahan pangan hasil rekayasa genetika banyak beredar di pasaran, terutama kedelai dan jagung impor.

Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Tetty Sihombing mengatakan hal itu, Kamis (11/10), di Jakarta. Menurut dia, BPOM menetapkan produk makanan olahan yang mengandung bahan transgenik di atas 5 persen yang diedarkan di Indonesia wajib mencantumkan kode ”Pangan Rekayasa Genetika”.

Hitungan ini didasarkan jumlah deoxyribonucleic acid (DNA) produk transgenik dibandingkan DNA produk nontransgenik. Jika DNA transgenik di bawah 5 persen, produk itu tidak wajib mencantumkan kode.

Kode wajib dicantumkan di belakang nama merek untuk produk olahan yang bahan transgeniknya dominan. Jika bahan transgeniknya hanya dari salah satu komponen produk, kode wajib dituliskan di belakang nama bahan yang tertera pada komposisi produk.

Kewajiban pencantuman kode ”Pangan Rekayasa Genetika” diberlakukan sejak tahun 1999. Adapun Amerika Serikat dan negara-negara Amerika Latin yang merupakan produsen bahan pangan transgenik, kata Tetty, justru mendorong tidak ada pelabelan untuk produk pangan hasil rekayasa genetika.

Kepala BPOM Lucky S Slamet mengatakan, pelabelan ini untuk mempermudah pilihan konsumen, apakah mau menggunakan produk transgenik atau tidak. Karena itu, pencantuman label tidak ada hubungannya dengan keamanan produk transgenik. Keamanan pangan transgenik di pasaran sudah dijamin pemerintah.

”BPOM memiliki laboratorium yang bisa mengecek DNA yang terkandung pada makanan,” katanya.

Izin edar makanan olahan mengandung bahan transgenik dikeluarkan BPOM jika ada rekomendasi dari Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika (KKH-PRG). Rekomendasi KKH-PRG diberikan setelah ada kajian dari tim teknis keamanan hayati dan tanggapan masyarakat melalui Balai Kliring Keamanan Hayati.

Bahan transgenik

Tetty menyatakan, tidak ada kewajiban pencantuman kode ”Pangan Rekayasa Genetika” pada bahan pangan (bukan olahan) transgenik yang beredar di Indonesia. Ketentuan ini juga berlaku untuk produk turunannya yang tidak wajib didaftarkan ke BPOM, seperti tahu dan tempe hasil industri kecil.

”Proses pencatuman kode ’Pangan Rekayasa Genetika’ pada bahan pangan harus dibicarakan dengan Kementerian Pertanian,” katanya. Izin bahan pangan transgenik berada di Kementerian Pertanian, bukan BPOM. Meski tak lazim dilakukan di beberapa negara, pencantuman kode ini pada bahan pangan diperlukan untuk memberikan kemudahan pilihan bagi konsumen.

Pencantuman kode ”Pangan Rekayasa Genetika” merupakan alat bagi konsumen untuk mengetahui bahan pangan atau produk makanan olahan yang akan dikonsumsi mengandung bahan transgenik atau tidak. Secara kasatmata, bahan pangan transgenik dan alami tidak bisa dibedakan, baik dari tampilan fisik, warna, maupun ukuran.

”Produk transgenik yang ada saat ini masih dibuat agar tahan terhadap hama atau kondisi alam tertentu, bukan untuk memperbaiki tampilan,” kata Tetty. (MZW)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau