Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/09/2013, 19:54 WIB
Julianto Simanjuntak

Penulis

Sumber Kompasiana
KOMPAS.com — Ujilah cinta. Kalau tidak, Anda hanya mendapatkan “cinta palsu”. Bayangkan, calon staf yang melamar kerja saja sekarang ini diuji macam-macam. Bukan hanya ujian kepandaian, melainkan juga uji kesehatan hingga psikotes.

Nah, jika demikian ketat seleksi jadi staf di sebuah lembaga, apalagi saat menerima “lamaran cinta” seorang pria atau wanita. Kita patut mengujinya dengan saksama.

Kini sudah mulai ada alat tes pranikah, baik untuk menguji kepribadian maupun kesehatan mental. Alangkah baiknya sebelum melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius, setiap orang perlu menguji (cinta) calonnya.

Menguji cinta

Berikut ini ada cerita menarik tentang bagaimana seorang putri raja menguji cinta tiga pangeran yang melamarnya.

Alkisah, seorang raja perkasa dan terkenal bijak didatangi tiga raja tetangga. Masing-masing raja menawarkan putra mereka agar boleh mempersunting putri sang raja. Tentu Sang Raja tidak mudah memutuskan. Akhirnya, dia memanggil si putri dan meminta dia memutuskan yang terbaik untuk dirinya. Berkat bimbingan penasihat raja, si putri raja membuat satu kontes sederhana, tetapi dampaknya sungguh besar.

Si putri raja meminta setiap pangeran tadi masuk ke sebuah ruangan besar bercat putih bersih. Mereka diminta menghadap satu sisi tembok. Putri raja mengajukan satu permintaan yang sulit diterima yakni, ”Jika pangeran benar-benar mencintai saya, mohon berlari kencang dan tabrakkan diri pangeran ke tembok di depan sana.”

Pangeran pertama langsung menyerah. Membayangkan dia akan benjol dan geger otak, dia mundur dengan teratur.

Pangeran kedua lebih berani. Dia segera ancang-ancang dan berlari sekencang-kencangnya. Namun, menjelang dua meter dari tembok dia berhenti. Dia pilih mengundurkan diri dari kontes ini. Dia merasa si putri raja ini aneh.

Beda dengan pangeran ketiga. Sejak awal dia sudah kenal baik bahwa raja itu terkenal bijak, si putri raja namanya harum sebagai putri yang berbudi luhur. Dia berpikir, “Pasti ini hanya suatu jebakan, tidak mungkin dia akan membinasakan kami. Itu bisa membuat perang....”

Dia segera ambil ancang-ancang dan berlari kencang hingga menabrak tembok tadi. Badannya jeblos ke dalam ruangan sebelah. Ternyata tembok itu hanyalah terdiri dari karton tebal yang mirip tembok bata.

Sang putri raja akhirnya berkenan menerima cinta pangeran ketiga karena cintanya telah teruji.

Cinta palsu?

Meski umumnya orang menikah bilang karena cinta, tetapi sebenarnya ada beberapa alasan yang lebih kuat mendorong orang menikah. Alasan itu pada dasarnya bukanlah cinta. Berikut ini beberapa contoh:

Orang (terpaksa) menikah karena kadung sudah ada hubungan intim atau hamil. Sebagian lain karena status sosial dan desakan orangtua. Lainnya karena merasa takut apa kata orang banyak kalau mereka tidak jadi nikah karena sudah lama pacaran? Meskipun pacarnya punya kecenderungan kasar dan gemar memukul, dia tetap memaksakan diri menikah.

Ada pula yang menikah karena motif ekonomi, berharap calon pasangannya bisa menjamin masa depannya. Meski dia tahu orang itu lebih pantas menjadi ayah atau ibunya, tetap saja dia ngotot menikah. Sebagian lain karena dijodohkan orangtua.

Sebagian lainnya “jatuh cinta” karena sering-sering ketemu, ya akhirnya suka juga. Yang lebih serius, menikah karena berharap pasangannya bisa menjadi pengganti ayah atau ibunya. Jika alasan di atas menjadi motif Anda (akan) menikah, sebaiknya ditunda.

Kenali dengan baik

Teman, cinta itu tidak buta. Setiap orang yang mau menikah haruslah mengenali, mencermati, dan memahami benar orang yang akan Anda nikahi seumur hidup. Amati sifat, karakter, fisik, kesehatan, intelektual, hobi, latar belakang keluarga, dan sebagainya. Pastikan lebih banyak kesepadanan daripada perbedaannya. Pastikan Anda yakin bisa fit atau tepat dengan calon pasangan Anda.

Sama seperti kisah putri raja di atas, sangat baik Anda menguji kualitas pribadi dan cinta pasangan Anda. Tidak cukup melakukan tes kesehatan. Ujilah kepribadian pasangan Anda dan kualitas hubungan Anda selama berpacaran.

Caranya, temui dan dengarkanlah pendapat penasihat perkawinan. Sangat baik jika sebelumnya Anda berdua mengikuti tes pranikah, alat bantu yang membuat kalian lebih saling mengenal secara obyektif. Meski harus mengeluarkan uang dan waktu yang tidak sedikit, hasil tes itu akan menjadi bekal kalian untuk saling mengenal sebelum memutuskan jadi menikah atau tidak.

Alat “uji” sederhana

Jika belum memungkinkan mengikuti tes pranikah dan bertemu konselor, di bawah ini ada daftar pertanyaan sederhana yang bisa membantu.

Ini tentunya bukan alat tes psikologi, melainkan hanya alat bantu bagi Anda untuk mengevaluasi hubungan dengan calon Anda. Penulis berharap Anda benar-benar menikah dengan orang yang sudah Anda kenal cukup baik sebelum menikah. Ingat: ini hanya brainstorming, silakan pakai mana yang perlu. Sifatnya komprehensif, digunakan selama waktu pacaran (dua tahun) dan bukan dalam satu malam. Gunakan yang dibutuhkan secara bertahap.

Mulailah dengan melingkari angka di bawah ini.

Angka 0 mewakili kualitas yang rendah dan 9 mewakili kualitas yang tinggi

1. Apakah Anda benar-benar mencintai pasangan Anda? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2. Berapa jujur pacar Anda? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

3. Bertanggungjawabkah dia? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

4. Apakah dia setia? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

5. Apakah dia respek kepada orang tuanya? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

6. Apakah dia baik dalam bergaul? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

7. Apakah Anda menyukai perangai atau sifatnya? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

8. Apakah Anda merasa bebas berkomunikasi, terutama mengenai perasaan Anda, dengan pacar Anda? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Cobalah diskusikan secara jujur dan terbuka. Evaluasi dengan sungguh-sungguh sudah sejauh mana jalannya relasi kalian. Biasanya kalian bertemu secara berkala, kadang sekali seminggu, atau ada yang sebulan sekali.

Nah, bicarakan dan diskusikanlah hal-hal di bawah ini. Memang cukup sensitif, tetapi sangat penting untuk dibicarakan secara terbuka dan rasional. Anda bisa menambah atau mengembangkannya.

1. Apa sih alasan kamu mencintai saya dan memilih saya jadi suami/istrimu?

2. Apakah kamu merasa kita lebih banyak cocok atau perbedaan selama ini?

3. Apa yang kamu harapkan dari aku jika sudah menjadi suami/istri nanti?

4. Menurut kamu, apakah konflik kita masih sehat atau tidak? Apakah hubungan ini baik untuk diteruskan atau tidak demi kebaikan bersama?

Sifat orang tua dan pacar Anda**)

Di samping itu, baik juga menginventarisasi kepribadian pasangan. Memahami kepribadian biasanya bisa tampak dari sebagian sifat orangtua masing-masing. Ambillah waktu untuk membagikan beberapa sifat yang menonjol (plus atau minus) dari ayah dan ibu.

Bisa dimulai dengan melingkari jawaban di bawah ini lalu mendiskusikannya secara terbuka dan hangat. Jangan lupa, sebagian sifat orang tua nempel di kita. Jangan lupa eksplorasi latar belakang, situasi, dan sebagainya. Di antaranya adalah (bisa kalian tambahkan):

1. Mudah marah

2. Dominan dan bisa memimpin

3. Bertanggung jawab

4. Adil

5. Pemurung

6. Suka gugup

7. Egois

8. Humoris

9. Keras kepala

10. Mudah gaul

11. Gampang tersinggung

12. Pemaaf

13. Suka gosip

14. Percaya dirinya bagus

15. Pendendam

16. Menghargai orang

17. Aktif berorganisasi

18. Suka menolong

19. Bisa dikritik

20. Sayang pada mama/papa

21. Sayang anak-anak

Berikutnya, dengan panduan yang sama di atas, diskusikan secara pribadi pendapat Anda tentang sifat pacar, bergantian. Berikan opini dan harapan-harapan Anda. Mungkin ada yang bisa diperbaiki sebelum memasuki pernikahan. Setidaknya bahan diskusi ini bisa dibicarakan selama satu tahun, satu atau dua topik dalam satu bulan.

Kemungkinan terburuk

Beberapa orang biasanya tidak menyiapkan kondisi terburuk dari suatu pernikahan. Padahal, ada banyak kemungkinan buruk terjadi. Meski tidak kita harapkan, tetapi patut kita siapkan. Ada beberapa kondisi yang perlu Anda siapkan lewat beberapa pertanyaan di bawah ini. Memang sifatnya sangat pribadi dan tidak mudah didiskusikan dengan calon Anda. Tetapi, ya dicoba saja. Hal ini sangat baik dibicarakan sebelum menikah.

1. Apa yang kamu lakukan jika suatu hari setelah kita menikah, aku kecelakaan atau sakit parah dan tidak bisa memberi kebutuhan biologis?

2. Apa sikap kamu jika setelah menikah sekian lama ternyata kita tidak mendapatkan anak?

3. Apa pendapat kamu jika suatu saat aku di-PHK dan lama tidak memiliki pekerjaan yang memadai?

4. Mamaku sudah lama sakit, dia tinggal sendiri. Bagaimana jika akhirnya mama minta tinggal dengan kita?

5. Apa yang akan kamu lakukan jika ternyata setelah sekian lama kita menikah ada “orang ketiga” di antara kita?

Penutup

Tulisan ini hanyalah sebagai alat brainstorming atau bahan diskusi awal untuk lebih saling mengenal. Sangat dianjurkan menemui konselor perkawinan atau psikolog yang bisa memberikan psikotes untuk Anda berdua. Dengan demikian, hasilnya lebih afdal dan persiapan menikah lebih baik. Dianjurkan konseling pranikah sedikitnya 4-6 bulan. Lebih panjang persiapan, semoga hasilnya lebih baik.

Semoga bermanfaat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau