Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/11/2013, 14:55 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

Sumber FOXNews
KOMPAS.com — Batuk rejan, atau dalam istilah medis dikenal dengan pertusis, mungkin bukan penyakit yang sudah dikenal dari berabad-abad yang lalu. Meski begitu, penyakit ini tetap tidak boleh disepelekan. Pasalnya, batuk rejan mudah menular dan bahkan sangat mematikan.

Dr Manny Alvarez, praktisi kesehatan dari New York University School of Medicine di Amerika Serikat, menjelaskan, batuk rejan sangat menular melalui infeksi bakteri yang menyebabkan batuk dan peradangan organ-organ pernapasan bagian atas. Penyakit itu menular dari satu orang ke orang lainnya melalui batuk atau bersin, aktivitas yang menyebarkan bakteri ke udara.

Penyakit tersebut umumnya sulit didiagnosis secara dini karena gejala awalnya sering kali ringan dan mirip dengan flu. Pada beberapa orang, infeksi ini dapat memicu pneumonia (radang paru), bahkan pada kasus yang parah, batuk rejan bisa menyebabkan kematian.

Batuk rejan memiliki gejala batuk bertubi-tubi dengan diakhiri suara lengkingan yang membuat penderita sulit bernapas. Gejala awal batuk rejan, seperti batuk dan pilek, biasa disertai demam ringan. Setelah 10-12 hari, meningkat menjadi serangan batuk terus-menerus tanpa sempat menarik napas sehingga wajah penderitanya menjadi merah kebiruan.

Menurut situs kesehatan Mayo Clinic, kematian terkait batuk rejan jarang terjadi, tetapi kasusnya paling banyak ditemukan pada bayi dan balita. Kendati demikian, sebenarnya ada banyak cara untuk mencegah batuk rejan.

Salah satu yang paling efektif untuk pencegahan penyakit tersebut adalah melalui pemberian vaksin DPT. Vaksin untuk mencegah infeksi bakteri Bordetella pertusis, penyebab batuk rejan, sudah ada sejak era 70-an.

Ironisnya, beberapa tahun belakangan prevalensi batuk rejan justru mengalami peningkatan. Di Inggris, tahun 2010 terdata ada 421 kasus batuk rejan, sementara pada tahun 2011 terdapat 1.040 kasus.

Menurut Alvarez, hal ini dikarenakan tidak semua vaksin memiliki efek yang permanen. Imunitas yang diperoleh dari vaksin cenderung untuk melemah seiring waktu. Ini artinya, meski mendapatkan vaksinasi saat balita, seseorang mungkin saja terkena batuk rejan pada usia remaja atau dewasa. Karena itu, kata dia, vaksinasi perlu diulang untuk mengurangi laju transmisinya.

Dr Maria Ramsay, kepala bagian vaksinasi di Health Protection Agency (HPA), mengatakan, efektivitas vaksin untuk melindungi batuk rejan sangat baik, tetapi penyakit sangat menular sehingga dapat menyebar dengan cepat.

"Karena itu, orangtua harus memastikan anak-anaknya divaksinasi sehingga mereka terlindungi sejak awal," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau