Menurut ahli kimia Anne Marie Helmenstine, gas yang berbentuk gelembung-gelembung kecil ini mengalir dalam tubuh dan bercampur dengan hidrogen, karbon dioksida, dan metana di sepanjang saluran cerna. Satu-satunya cara gas tersebut keluar dari tubuh adalah dengan melepaskan dari bagian bawah belakang Anda lalu menyebar ke udara yang kita hirup.
Umat manusia melepaskan sampai 70 miliar kentut setiap hari, sekitar 10 di antaranya berasal dari buang gas yang Anda lakukan. Dengan jumlah buang gas yang sedemikian banyak, kenapa kentut tidak mengganggu kita selama ini?
Tim di AsapSCIENCE membuat video setiap minggu yang bertujuan untuk menjawab semua jenis pertanyaan mengenai "ilmu unik dan ilmu alam bawah sadar", dan ini didedikasikan sepenuhnya untuk sebuah kentut.
Ternyata, jutaan bakteri usus yang berada dalam tubuh kita sesuai dengan hasil yang dilepaskan ketika Anda buang gas. Dalam tes buta bau, orang lebih menyukai bau kentut mereka sendiri dibandingkan dengan kentut yang dikeluarkan oleh orang lain. Intinya, kita lebih suka dengan apa yang kita kenal.
Tapi mungkin lebih dari itu. Sesuatu yang menyebabkan bau tidak enak biasanya beracun, bakteri gulana atau makanan kadaluarsa.
Kita secara naluriah menghindari kentut orang lain untuk melindungi diri dari kemungkinan bahaya. Hal yang tidak higienis, binatang, atau orang-orang dapat membawa penyakit, sebagian bisa ditularkan melalui udara yang menyatu dengan zat yang terkandung dalam kentut.
Ibu merupakan pengecualian untuk aturan itu. Bau bayi mereka sendiri atau anak tidak membuat mereka kesal sehingga mereka jadi lebih mudah membersihkan bayinya.
Kentut yang tidak berbunyi merupakan salah satu hal buruk karena tidak memberikan cukup waktu pada otak untuk mempersiapkan diri terhadap bau. Lapisan cingulate anterior adalah bagian dari otak yang memproses kentut dalam tubuh Anda sendiri atau suara lain. Area tersebut memperingatkan pada seluruh bagian otak yang mengikuti bau busuk.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.