Harapannya, dinamika implementasi JKN, baik di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan primer maupun rumah sakit, bisa menjadi masukan bagi pelaksanaan JKN tahun 2016.
Ketujuh provinsi tersebut ialah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan yang merupakan provinsi terakhir yang dievaluasi. Evaluasi kali ini merupakan yang keempat kali. Sebelumnya evaluasi dilakukan di Bandung, Makassar, dan Batam.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kementerian Kesehatan Donald Pardede, Jumat, mengatakan, hasil evaluasi akan berguna untuk menyempurnakan sistem yang ada.
Semua hal, mulai dari kapitasi, pengalaman puskesmas menerapkan JKN, tarif Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs), pengalaman implementasi JKN di rumah sakit, pengendalian pembiayaan JKN, hingga keberlangsungan JKN, akan dibahas.
Menurut Donald, salah satu persoalan yang terlihat di semua daerah adalah masih belum berubahnya kultur pelayanan kesehatan.
"Pelayanan primer yang belum kuat menyebabkan rujukan berjenjang belum berjalan. Akibatnya, beban pembiayaan di tingkat rujukan sangat besar. Sebanyak 80 persen biaya kesehatan di JKN mengalir ke rumah sakit," ujar Donald.
Dari sisi kepesertaan, pertumbuhan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berjalan baik.
Saat ini sekitar 154 juta penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Akan tetapi, pertumbuhan kepesertaan ini tidak diikuti dengan pertumbuhan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. "Pertumbuhan peserta berjalan seperti deret ukur, sedangkan penambahan fasilitas kesehatan seperti deret hitung," ujar Donald.
Masih defisit
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.