Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/01/2016, 09:01 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penyakit multiple sclerosis memang tak sepopuler penyakit stroke dan kanker. Sayangnya, minimnya pengetahuan masyarakat, termasuk tenaga medis, menyebabkan penyakit multiple sclerosis sering kali tidak terdeteksi atau terlambat didiagnosis.

Multiple sclerosis atau biasa disingkat MS merupakan penyakit auto-imun yang menyerang sistem saraf pusat. MS bisa menyerang saraf di otak dan mata.

Dokter Spesialis Saraf dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Riwanti Estiasari menjelaskan, MS menyerang selubung myelin yang berfungsi sebagai isolasi pelindung saraf. Rusaknya myelin bisa menyebabkan sinyal dari otak terganggu sehingga lama-kelamaan bisa mengakibatkan fungsi tubuh berkurang, bahkan hilang.

"Manifestasinya bisa bermacam-macam, tergantung area mana yang terkena," kata Riwanti dalam diskusi di RSCM, Jakarta, Selasa (26/1/2016).

Penyakit seribu wajah

Gejala MS bervariasi dan tidak khas, seperti kesemutan, fatigue atau kelelahan, gangguan keseimbangan, gangguan berjalan, dan pandangan ganda. MS pun dikenal sebagai penyakit seribu wajah.

Menurut Riwanti, kasus MS yang paling banyak ditemui, yaitu tipe Relapsing-Remitting MS. Dalam kasus ini, gejala yang dialami pasien tidak menentu atau sering hilang dan tiba-tiba muncul kembali. Misalnya, pasien bisa tiba-tiba terjatuh karena kelemahan otot. Pasien juga bisa mengalami kelumpuhan hingga perubahan suasana hati.

Gejala yang tidak khas membuat dokter sulit melakukan diagnosis MS. Tak jarang, gejala MS diduga penyakit stroke, kanker otak, atau terkena infeksi di otak sehingga merusak saraf.

Hingga saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan MS. Obat-obatan yang ada hanya untuk mencegah kerusakan myelin semakin parah. Harga obat pun masih terbilang mahal, yaitu sekitar Rp 15 juta per bulan. Bahkan, untuk tipe Secondary-Progressive MS dan Primery-Progressive MS belum ada obatnya di Indonesia.

Menyerang usia produktif

Riwanti mengatakan, MS umumnya terjadi pada usia produktif, antara usia 15-50 tahun. Penyakit ini tiga kali lebih banyak ditemui pada wanita. MS juga ditemui pada anak-anak. Namun, hingga kini tidak diketahui penyebabnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily S Sulistyowati menambahkan, belum ada data resmi prevalensi MS di Indonesia.

Asosiasi Multiple Sclerosis Amerika memperkirakan, setidaknya ada satu juta orang di seluruh dunia yang menderita MS dan terdapat 10.000 kasus baru tiap tahunnya.

Sementara itu, berdasarkan data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dalam kurun waktu 1,5 tahun terdapat 14 orang yang didiagnosis MS di Indonesia.

Penyakit yang merenggut nyawa komedian dan pembaca acara Ferrasta Soebardi alias Pepeng itu memang masih terbilang langka.

Meskipun jarang menyebabkan kematian, penderita MS umumnya mengalami penurunan kualitas hidup dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Tak sedikit penderita MS pada usia produktif yang akhirnya berhenti bekerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau