KOMPAS.com - Kusta termasuk dalam penyakit manusia yang tertua. Berdasarkan catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kusta diperkirakan sudah ada sejak ribuan tahun lalu.
Penyakit ini juga sering disebut dalam Alkitab untuk menggambarkan penyakit yang sangat menular, sehingga penderitanya dikucilkan dari masyarakat. Sayangnya di era modern ini penderita kusta masih menanggung diskriminasi akibat mitos dan stigma.
Mitos yang masih kuat di masyarakat adalah kusta dianggap sebagai penyakit keturunan atau bahkan kutukan dari Tuhan.
"Padahal, faktanya kusta adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan bisa disembuhkan," kata Prof.Sri Linuwih, Sp.DVE dalam acara media gathering bertajuk "Bersama Media Menuju Indonesia Bebas Kusta" yang digelar oleh NLR Indonesia di Jakarta (27/2).
Baca juga: Kemenkes Catat Sudah Ada 13.000 Pasien Penderita Kusta di Indonesia
Kusta adalah penyakit menular menahun yang menyerang kulit, jaringan saraf perifer, mata, dan selaput yang melapisi bagian dalam hidung. Kemunculan lepra umumnya ditandai dengan lemah atau mati rasa di tungkai dan kaki serta timbulnya bercak putih atau kemerahan di kulit.
Prof.Sri Linuwih menjelaskan, bakteri penyebab kusta masih "bersaudara" dengan bakteri penyebab tuberkulosis yang menyerang saraf, kulit, dan organ-organ lain.
Masa inkubasi penyakit ini juga relatif lama, antara 3 sampai 5 tahun, sehingga jika kita bertemu penderita kusta saat ini belum tentu langsung tertular.
"Penyakit ini bisa disembuhkan, sudah tersedia obatnya dan gratis ada di Puskesmas. Tetapi, jika tidak diobati memang bisa menimbulkan komplikasi berupa kecacatan," ujar guru besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Mitos-mitos yang masih mengakar di masyarakat perlu dihilangkan sebab bisa membuat penderitanya terkucil, didiskriminasi, sampai kehilangan kesempatan bersekolah dan bekerja.
Baca juga: Tanda-tanda Kusta yang Perlu Diwaspadai
Kusta tersebar di 120 negara dan Indonesia saat ini menempati urutan ketiga penderita kusta terbanyak di dunia, setelah India dan Brasil.
Menurut Prof.Sri Linuwih, penemuan penyakit ini memang lambat karena gejalanya yang bisa mirip dengan penyakit lain.
"Makanya kusta disebut sebagai penyakit 1.000 wajah, bisa dikira panu, eksim, atau pun psoriasis," paparnya.
Meski begitu ada beberapa ciri khas kusta untuk membedakannya dengan penyakit kulit lain, yaitu adanya bercak putih atau kemerahan pada kulit dan mati rasa.
Terkadang muncul benjolan di kulit wajah, lengan, atau tungkai. Kusta juga ditandai dengan pelebaran saraf tepi yang disertai mati rasa.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes RI, dr.Ina Agustina Isturini mengatakan, data Februari 2025 menunjukkan ada 13.830 kasus baru kusta. Terdapat penurunan proporsi kasus kusta baru tanpa disabilitas dibanding tahun 2023.
Baca juga: Baldwin IV, Raja Muda Yerusalem yang Menderita Kusta