Kepala BPOM Husniah Rubiana Thamrin Akib di Jakarta, Kamis (4/6), mengatakan, penarikan itu berdasarkan hasil pengawasan, sampling, dan pengujian laboratorium sejak Juni 2008 hingga Mei 2009.
Menurut Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen BPOM Ruslan Aspan, selama satu tahun telah dikumpulkan sampling sebanyak 7.000 produk, dan ternyata 2 persen di antaranya mengandung bahan kimia obat (BKO).
”Yang menjadi masalah adalah kebanyakan produsen obat tradisional dan suplemen makanan ini fiktif sehingga sulit dikejar. Kalaupun ada yang tertangkap dan diadili, hukumannya hanya empat bulan dan dendanya hanya Rp 10 juta. Itu tidak menimbulkan efek jera,” kata Ruslan Aspan.
Husniah memaparkan, berdasarkan penelitian, obat tradisional tersebut terutama mengandung BKO sibutramin hidroklorida, sildenafil sitrat, tadalafil, deksametason, fenilbutason, asam mefenamat, metampiron, dan parasetamol.
Berbagai risiko dan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan BKO tanpa pengawasan dokter, lanjut Husniah, antara lain sibutramin hidroklorida dapat meningkatkan tekanan darah/hipertensi, denyut jantung meningkat, sulit tidur, kejang, dan penglihatan kabur.
Sildenafil sitrat dan tadalafil dapat menyebabkan sakit kepala, muka merah, pusing, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan, infark miokard, nyeri dada, jantung berdebar, dan kematian.
Deksametason dapat menyebabkan moon face, penimbunan cairan, gula darah meningkat, glaukoma (tekanan bola mata meningkat), dan gangguan pertumbuhan. Bisa juga ditimbulkan tulang keropos, daya tahan terhadap infeksi menurun, kelemahan otot, tukak lambung, gangguan hormon, dan lain-lain.
”Masyarakat diharapkan tidak membeli atau mengonsumsi obat ber-BKO tersebut karena membahayakan kesehatan. Kami pernah dapat laporan kematian di beberapa rumah sakit. Ada yang lambung jebol, muntah darah, dan dikira santet. Hanya saja kami tidak mempunyai berapa angka kematian yang ada karena tidak semuanya melapor,” kata Husniah.