Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tenaga Ahli Autisme Terbatas

Kompas.com - 15/03/2012, 06:22 WIB

Jakarta, Kompas - Jumlah penyandang autis di Indonesia terus meningkat, tetapi jumlah dokter yang mampu mendiagnosis dengan tepat dan terapis berpendidikan khusus sangat terbatas. Masalah lain, pandangan negatif dan penolakan masyarakat terhadap penyandang autis masih kuat.

Ketua Yayasan Autisma Indonesia (YAI) Melly Budhiman di sela-sela syukuran 15 tahun YAI di Jakarta, Rabu (14/3), mengatakan, sejauh ini dokter yang mampu menangani kasus autisme adalah psikiater anak.

Jumlah psikiater anak di Indonesia hanya sekitar 40 orang, lebih separuhnya berada di Jakarta. Banyak ibu kota provinsi, seperti Banda Aceh dan Kendari, belum memiliki psikiater anak meski jumlah penyandang autisnya cukup banyak.

Hingga kini, belum ada data pasti mengenai jumlah penyandang autis di Indonesia. Dari catatan praktik dokter diketahui, dokter menangani 3-5 pasien autis per tahun tahun 1980. Kini banyak dokter membatasi maksimal menangani tiga pasien baru per hari.

Data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention) Amerika Serikat menyebut, prevalensi penyandang autis di beberapa negara bagian adalah 9 dari 1.000 anak usia 8 tahun pada tahun 2006. Penelitian di Korea Selatan tahun 2005-2009 menemukan, autisme pada 26,4 dari 1.000 anak usia 7-12 tahun.

Autisme terdeteksi pada semua etnis dan ras. Namun, autisme pada anak laki-laki 4-5 kali lebih besar dibandingkan anak perempuan.

Dokter dan terapis

Menurut Melly, YAI bersama pemerintah pernah menyelenggarakan pelatihan bagi dokter di puskesmas agar mampu mendiagnosis gejala autisme. Persoalannya, terapi pascadiagnosis sulit dilakukan akibat terbatasnya terapis.

Terapis yang memiliki kemampuan memadai sangat kurang. Agar anak mendapat terapi yang baik, orangtua perlu menanyakan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki terapis yang melatih anak mereka.

Jenis terapi yang diberikan bergantung pada kebutuhan penyandang autis. Hal itu misalnya terapi bicara bagi yang sulit berkomunikasi dan terapi perilaku bagi anak yang tingkah lakunya tidak terkendali.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau